Mohon tunggu...
Eka putriana Himayatul lutfa
Eka putriana Himayatul lutfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa uin Surakarta

Kepribadin INFP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pencatatan Perkawinan: Sejarah, Analisis Filosofi, Yuridis, Religius, dan Sosiologi

22 Februari 2024   18:56 Diperbarui: 22 Februari 2024   23:00 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dari perspektif sosiologis, pencatatan perkawinan adalah bagian dari struktur sosial yang mengatur hubungan antarindividu dan kelompok dalam masyarakat. Pencatatan ini mencerminkan norma-norma, nilai-nilai, dan ekspektasi yang diatur oleh masyarakat terkait dengan institusi perkawinan.

Dalam banyak agama, pencatatan perkawinan memiliki makna sakral dan spiritual. Proses ini sering kali dianggap sebagai langkah penting dalam mendapatkan restu dari otoritas keagamaan dan mengikat hubungan tersebut dalam kerangka nilai dan ajaran agama tertentu.

Secara yuridis, pencatatan perkawinan merupakan proses legal yang memberikan pengakuan resmi terhadap status pernikahan dua individu oleh negara. Ini memberikan dasar hukum untuk menetapkan hak dan kewajiban hukum antara suami dan istri, serta memberikan perlindungan bagi kedua belah pihak dalam hal hak warisan, kepemilikan harta, dan kepentingan lainnya.

Secara keseluruhan, pencatatan perkawinan memiliki dimensi yang kompleks dan beragam, yang mencakup aspek filosofis, sosial, keagamaan, dan yuridis. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya institusi perkawinan dalam kehidupan manusia dan masyarakat, serta peran pentingnya dalam membentuk hubungan interpersonal dan struktur sosial.

Pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologis, religious, dan yuridis?

Pencatatan perkawinan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas. Setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku pada negara yang dipijakkan. Sesuai dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2dapat disimpulkan bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian integral yang menentukan kesahan suatu perkawinan, yang memenuhi ketentuan dan syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Secara sosiologis pencatatan perkawinan membantu memelihara struktur sosial dengan mengakui dan mengatur hubungan antara pasangan yang menikah. Ini juga membantu dalam memperjelas status keluarga dan mengidentifikasi tanggung jawab serta peran masing-masing anggota keluarga dalam masyarakat. Tanpa pencatatan perkawinan, hubungan tersebut mungkin tidak diakui secara resmi oleh masyarakat, yang dapat menyebabkan ketidakjelasan status sosial dan stigmatisasi terhadap pasangan yang tidak dicatatkan. 

Secara Religious dalam banyak agama, pencatatan perkawinan dianggap sebagai langkah penting dalam mendapatkan restu dan pengakuan dari otoritas keagamaan. Hal ini memastikan bahwa hubungan tersebut dijalankan sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai agama, serta memberikan legitimasi spiritual terhadap ikatan tersebut. Tanpa pencatatan perkawinan, hubungan tersebut mungkin tidak diakui oleh otoritas keagamaan, yang dapat menimbulkan ketidakpatuhan terhadap ajaran agama. Secara yuridis pencatatan perkawinan memberikan dasar hukum untuk menetapkan hak dan kewajiban hukum antara pasangan yang menikah, serta memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Ini mencakup hak-hak seperti warisan, asuransi, kepemilikan harta bersama, dan hak-hak lain yang diakui secara hukum. Tanpa pencatatan perkawinan, pasangan tersebut mungkin tidak memiliki perlindungan hukum yang sama seperti pasangan yang sah secara hukum, yang dapat mengakibatkan ketidakadilan dan ketidakpastian dalam hal hak dan kewajiban.

Dampak negatif jika perkawinan tidak dicatatkan jika dilihat dari segi sosiologis,
ketidakjelasan status sosial yang tidak dicatatkan dalam pernikahan mungkin mengalami ketidakjelasan dalam status mereka dalam masyarakat. Mereka mungkin tidak dianggap sebagai pasangan resmi oleh lingkungan sosial mereka, yang dapat menyebabkan stigma dan diskriminasi. Secara religious, pencatatan perkawinan dianggap sebagai langkah penting untuk mendapatkan restu dan pengakuan dari otoritas keagamaan. Tanpa pencatatan, hubungan tersebut mungkin tidak dianggap sah secara agama, yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap ajaran agama dan konflik spiritual. 

Secara Yuridis, pasangan yang tidak dicatatkan dalam pernikahan mungkin tidak memiliki perlindungan hukum yang sama dengan pasangan yang sah secara hukum. Mereka mungkin tidak memiliki akses ke hak-hak seperti warisan, asuransi, kewarganegaraan, atau perlindungan hukum lainnya yang diakui bagi pasangan yang sah secara hukum. Secara keseluruhan, tanpa pencatatan perkawinan, pasangan menghadapi risiko ketidakjelasan status, ketidakakuan agama, dan kekurangan perlindungan hukum. Hal ini dapat menyebabkan konsekuensi negatif dalam kehidupan sosial, spiritual, dan hukum mereka.Kelompok 4: 

Eka putriana himayatul lutfa 222121092

jovita febrine widodo 222121117

muhammad dewayana abrori 222121094

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun