Tahun 2005 Â harga bahan bakar minyak fosil mengalami kenaikan telak, $100 per barel. Sedangkan subsidi minyak di APBN kita tahun itu sudah dipatok hanya $70. APBN terancam devisit. Â
Pemerintah pun panik. Pusing tujuh keliling. Dalam kepanikan itu, muncul ide  penggunaan Bahan Bakar Nabati yang bahan bakunya melimpah di negeri ini.
Katanya, ada sekitar 49 macam tanaman yang bisa dibuat bahan bakar Nabati. Disebut juga bahan bakar terbarukan. Sebut saja misalnya jarak pagar, kacang tanah, kelapa sawit, jagung, karet, kecipir, akar kepayang, kemiri cina, kapok (randu), labu merah, wijen, kayu manis, sirsak, padi, kopi arab, randu agung, bidara, rosella, pepaya, pulasan, rambutan dan lain-lain. Pokonya hampir 50 macam tanaman.
Presiden (SBY) kemudian mengeluarkan Kepres No 10 tahun 2006 tengang Pembentukan Tim Nasional Pengembangan BBN, untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.
Program ini memang diharap menghasilkan doble efek. Pertama menutupi kebutuhan minyak bakar, kedua menyerap tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan.
Tugas Tim Nasional antara lain membuat blue print dan road map. Tak sampai setahun, Timnas merekomendasikan dua jenis tanaman yang layak digalakan, yaitu jarak pagar dan singkong.Â
Pertimbangannya kedua jenis tanaman itu tidak memiliki faktor saing dengan konsumsi. Bahkan  jarak pagar nyaris 100 persen tidak memiliki daya saing konsumsi.Â
Jarak pagar tidak bisa dimakan. Selain itu, kedua jenis tanaman itu mudah ditanam. Bisa tumbuh di sembarang tanah mulai dataran rendah sampai dataran tinggi.Â
Juga bisa tumbuh di tanah yang miskin hara dan ditanah terlantar. Diketahui waktu itu ada 24 juta hektar lahan terlantar tersebar di beberapa provinsi. Lahan mangkrak itu bisa dimanfaatkan untuk menanam kedua jenis tanaman itu.
Tahap pertama direncanakan penanaman kedua jenis pohon itu berjumlah 6 juta hektar. Jika 1 hektar bisa  menyerap 6 orang tenaga kerja maka jumlah tenaga yang akan terserap adalah 36 juta orang. Dengan proyek raksasa itu saja seluruh pengangguran bisa dihapuskan.
Produktivitas tanaman singkong akan sangat besar apabila yang ditanam varietas unggul. Setidaknya sudah ditemukan dua varitas unggul bibit singkong. Di Malang ditemukan varitas singkong Mukijat.Â
Nama varietas itu diambil dari nama penemunya pak Mukijat. Di Lampung juga ditemukan varietas unggul yang diberinama Al Hidayah. Kedua vareitas itu bisa menghasilkan 100 kg  setiap pohon.
Dengan rekomendasi itu pemerintah segera mematangkan kegiatan penanaman pohon. Beberapa provinsi sudah ditugaskan untuk menyiapkan penanaman kedua tanaman itu.Â
Tentu saja berdasarkan ketersediaan lahan di masing-masing provinsi. Untuk mengolah hasil tanaman, pemerintah juga merancang pendirian 11 Â pabrik pengolahan BBN. Biaya diperkirakan akan menelan Rp. 200 trilyun. Akan ditanggung renteng pemerintah dan sindikasi BUMN.
Rencana itu ternyata gugur kandung.  Salah satu penyebabnya karena harga  minyak dunia terjun bebas sampai angka $30 perbarel. Atau mungkin juga karena kesulitan memperoleh investasi 200 trilyun untuk membangun pabrik pengolahan BBN. Wallahu a'lam bissawab.
Sekarang Prabowo Subianto ditugasi menanam singkong. Â Lahannya sudah tersedia 184 ribu hektar. Kalau perhitungannya 1 hektar memerlukan 6 orang tenaga, maka ke sana akan terserap sekitar 1,1 juta tenaga kerja. Â
Lapangan kerja itu tidak mungkin bisa diisi oleh TNI semua. Itu memerlukan 1000 batalion tentara. Mana ada tentara sebanyak itu? Karena itu sebagian besarnya tentu akan diberikan kepada tenaga kerja sipil.
Apakah ini kelanjutan cerita bahan bakar nabati tempo dulu yang anti klimaks? Apapun tujuannya, program ini sangat positif yang patut dikembangkan. Tentu saja harus berkesinambungan. Jangan seperti tempo hari, mikir cari solusi ketika keadaan terdesak.- ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI