Mohon tunggu...
Eka Purbowati
Eka Purbowati Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya berminat di bidang kebahasaan dan sastra, hal ini ditunjukkan dengan beberapa lomba dan kegiatan yang saya ikuti semasa SMA kebanyakan adalah kegiatan seperti drama, puisi, monolog, pidato, dan sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Era Post-truth: Terkikisnya Kepercayaan Masyarakat terhadap Fakta

15 Desember 2024   23:13 Diperbarui: 15 Desember 2024   23:13 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Satu ruang lingkup yang menyimpan banyak mitos selain beberapa bidang yang telah disebutkan adalah teknologi. Seperti yang kita ketahui bersama, teknologi merupakan alat atau sistem yang digunakan untuk membantu pekerjaan manusia di segala aspek. Beberapa tahun belakangan ini, muncul teknologi yang disebut Artificial Intelegence. AI adalah teknologi kecerdasan buatan yang dapat meniru kecerdasan manusia untuk menyelesaikan masalah. Kehadiran AI di berbagai media teknologi memunculkan klaim bahwa AI dapat menggantikan manusia. Banyak artikel menyatakan bahwa lebih dari 50% pekerjaan manusia akan digantikan oleh AI pada 10 tahun mendatang. Hal tersebut memberikan dampak berupa kecemasan, rasa rendah diri, dan putus asa kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang rentan dan minim literasi teknologi. Padahal, jika dipelajari lebih lanjut, kita tidak perlu khawatir akan digantikan oleh AI karena alat tersebut adalah sesuatu yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan kita, bukan menggantikan kita sebagai manusia.

          Mitos-mitos yang tersebar di masyarakat membawa dampak cukup signifikan dan memerlukan perhatian lebih. Fenomena ini dapat menimbulkan berbagai problem serius seperti kesalahpahaman masyarakat, lunturnya kepercayaan pada fakta berdasarkan ilmiah, dan pengambilan keputusan yang kurang tepat. Kesalahpahaman yang tersebar luas tentang fakta ilmiah dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap suatu ilmu dan institusi yang menaunginya. Hal ini dapat mengakibatkan masyarakat mengabaikan bukti-bukti nyata dari hasil penelitian ilmiah dan lebih percaya pada hal yang menurut mereka menarik. Tidak berhenti di sana, masyarakat juga akan cenderung mengambil keputusan yang salah karena memercayai hal yang tidak kredibel. Contohnya, mitos tentang kandungan mematikan pada vaksin COVID-19 mengakibatkan penolakan banyak masyarakat terhadapnya. Hal ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat itu sendiri atau bahkan mengakibatkan penyebaran virus yang lebih luas.

           Beberapa tindakan krusial dapat dilakukan untuk menghentikan penyebaran mitos, salah satunya adalah meningkatkan literasi ilmiah. Pendidikan ilmiah yang baik pada usia dini sangat penting untuk membangun pemahaman yang kuat tentang proses berpikir kritis dan pendekatan ilmiah. Usaha yang tidak kalah penting adalah selalu mempertimbangkan secara kritis informasi sebelum didistribusikan. Selain itu, membiasakan diri menganalisis informasi dari sumber-sumber terpercaya dan berbasis bukti ilmiah akan membantu masyarakat membedakan antara fakta dan mitos. Terakhir, menciptakan lingkungan terbuka untuk membahas masalah ilmiah dengan cara yang sehat dapat mendorong masyarakat untuk menjadi lebih rasional dan mencegah penyebaran informasi yang salah. Oleh karena itu, kita dapat bekerja sama untuk membangun masyarakat yang lebih melek informasi dan memiliki kemampuan literasi yang baik.

            Kesimpulannya, mitos di era post-truth ternyata masih relevan dan menyebabkan kondisi yang cukup mengkhawatirkan apabila tidak terkendali. Banjir informasi, terutama di media sosial, membuat jarak antara fakta dan mitos menjadi semakin kabur. Oleh sebab itu, mitos sangat mudah tersebar dan dipercayai. Mengedukasi diri sendiri agar mampu berpikir kritis dan memilah informasi mana yang patut dipercayai adalah kunci awal untuk menghentikan penyebaran informasi yang tidak benar mengenai sesuatu. Kita hendaknya selalu menanyakan tentang kredibilitas dan kevalidan suatu informasi yang diterima walaupun itu sesederhana mengapa ada larangan untuk mengenakan pakaian hijau di Pantai Selatan atau mengapa jarang ada pernikahan di bulan Suro. Namun, rasa menghormati dan menghargai kepercayaan orang lain tetap harus diutamakan untuk menjaga keharmonisan bermasyarakat. Dengan demikian, kita tetap dapat hidup berdampingan bersama mitos di era post-truth ini dengan tetap menyaring segala informasi untuk dijadikan pedoman pengambilan keputusan dan tindakan di masa depan.

Referensi

 

https://images.app.goo.gl/1A2aRrsavdY5cAfv8

https://www.gramedia.com/literasi/mite-adalah/

https://languages.oup.com/word-of-the-year/2016/

https://narasi.tv/read/narasi-daily/mitos-yang-paling-populer-dan-masih-dipercaya-di-indonesia

https://bali.idntimes.com/science/experiment/wayan-antara/mitos-masyarakat-bali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun