Mohon tunggu...
Eka Puji Astuti
Eka Puji Astuti Mohon Tunggu... -

Making the world smiles...

Selanjutnya

Tutup

Money

Aplikasi Six Sigma pada Produk Clear File di Perusahaan Stationary

5 Januari 2011   15:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:55 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iwan Vanany

Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

dan PhD Student in School of Management, Universiti Sains Malaysia (USM)

Email: vanany_its@yahoo.com atau vanany@ie.its.ac.id

Desy Emilasari

Alumni Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

ABSTRAK

Paper ini menggambarkan bagaimana aplikasi metode Six Sigma digunakan untuk melakukan

perbaikan kualitas pada perusahaan manufaktur yang memproduksi produk stationary. Pendekatan DMAIC

dipakai untuk menganalisa dan melakukan perbaikan produk 'Pocket Clear File' karena tingginya

variabilitas dan cacat dibanding produk lain. Perbaikan kualitas juga memperhatikan proses yang

mempengaruhi terjadinya cacat pocket pada section Bag Making, Kami-ire, Karidome, dan Pocket after

Karidome Inspection. Penentuan proyek Six Sigma didasarkan atas proses dan jenis cacat pada setiap section.

Pendekatan FMEA mampu memberi rekomendasi perbaikan kualitas. Evaluasi dari hasil perbaikan penting

untuk dilakukan karena beberapa implementasi perbaikan kualitas tidak berjalan sesuai dengan rencana

1. PENDAHULUAN

Awal tahun 1980-an, metode Six Sigma mulai diperkenalkan aplikasinya pada perusahaan

manufaktur oleh Motorola dan secara bertahap diaplikasikan juga pada sektor bisnis lain seperti

perbankan, hotel, rumah sakit, migas, dan sektor lainnya (Mayor, 2003). Pendekatan Six Sigma didasarkan atas teori kualitas Jepang seperti: Total Quality Management (TQM), Kaizen, dan Quality Control Cycle (QCC) yang sering diaplikasikan padaproses manufaktur. Dalam konteks Indonesia, aplikasi Six Sigma relatif baru. Banyak perusahaan di Indonesia mengaplikasikan Six Sigma karena perusahaan induk-nya di Amerika dan Eropa telah mengaplikasikannya seperti General Electric Indonesia, Caltex, dan perusahaan lainnya. Paper ini menggambarkan bagaimana upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk stationary PT X dengan menggunakan langkah kerja DMAIC pada Six Sigma. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan identifikasi keseluruhan semua produk, akan tetapi dipilih satu produk yang memiliki cacat yang tinggi dibanding produk-produk lain karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan waktu yang tersedia. Pendekatan yang dilakukan adalah melakukan pengamatan awal dan wawancara untuk menentukan proyek yang akan dilakukan perbaikan. Hasilnya menunjukkan bahwa, produk Clear File merupakan produk yang tertinggi yang memiliki cacat diantara produk-produk yang lain. Proyek perbaikan Clear File inilah yang akan dipaparkan sebagai proyek yang menggambarkan bagaimana aplikasi langkah kerja DMAIC pada Six Sigma bisa melakukan pencapaian tingkat kualitas yang lebih baik.

2. SIX SIGMA DAN LANGKAH KERJA DMAIC

Awalnya Six Sigma adalah konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat - pada level enam (six) sigma dengan 3.4 cacat dari sejuta peluang (Brue, 2002). Aplikasi Six Sigma berfokus pada cacat dan variasi, dimulai dengan mengidentifikasi unsur- unsur kritis terhadap kualitas (CTQ) dari suatu proses. Six Sigma menganalisa kemampuan proses dan bertujuan menstabilkannya dengan cara mengurangi atau menghilangkan variasi-variasi. Langkah mengurangi cacat dan variasi dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki, dan mengendalikannya. Langkah sistematis dalam Six Sigma dikenal dengan metode DMAIC. Team Six Sigma didalam menyelesaikan proyek yang spesifik untuk dapat meraih level Six Sigma perlu berpedoman pada 5 fase pada DMAIC tersebut (Paul, 1999).

3. KONDISI PRODUK CLEAR FILE, PENENTUAN PROYEK DAN PROCESS MAPPING

Salah satu produk PT. X adalah "Clear File Color Base". Produk Clear File ini terdiri dari: cover, pocket, insert paper, index paper, spine paper, spine cover, dan cover pocket. Untuk memilih produk yang diperbaiki, maka dilakukan rekap data defect cost pada tujuh komponen penyusun Clear File. Berdasarkan data tersebut, pocket memiliki defect cost tertinggi di antara komponen penyusun Clear File lainnya, sehingga proyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah "Pocket Clear File Color Base".

Jenis cacat pada produk pocket dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: cacat mayor dan cacat

minor. Cacat mayor adalah cacat fatal dan bisa menimbulkan kerusakan sedangkan cacat minor

hanya menyebabkan cacat pada produk. Hasil perhitungan dampak cacat dan hasil diskusi dengan pihak Quality Assurance menunjukkan bahwa cacat minor terlipat memiliki cacat proses yang terbesar. Alasan kedua adalah penurunan cacat minor pocket melibatkan paling banyak man-power dalam pengerjaannya.

Proces mapping merupakan salah satu alat Six Sigma yang paling esensial dalam mendokumentasikan proses. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa proses produksi Clear File dimulai dari tahap supplier. Supplier di sini bertindak sebagai penyuplai dari PP, PE, paper, resin, PP roll, paper 70 gr, stamping foil, spine paper, index paper, inner/outer box, D -ring, spine cover, ring/ injection part, leaflet, spine sticker, dan barcode. Material dan komponen yang ada diinspeksi di bagian Quality Inspection. Bila material dinyatakan sesuai dengan kualitas, maka material tersebut dikirim ke bagian warehouse. Dari warehouse, material-material tersebut diproses ke berbagai bagian proses produksi yang dibagi berdasarkan jenis hasil produksinya yaitu: pocket, cover, assembling, finishing, memasang stiker dan barcode, dan finishing. Setelah semua produk selesai tahap finishing, maka produk clear file dikirim ke warehouse dan dilakukan inspeksi di bagian Quality Inspection. Bila produk jadi tersebut dinyatakan bagus, maka produk siap untuk dikirim oleh bagian shipment.

4. PASE PADA DMAIC

Pada bahasan ini akan dijabarkan fase-fase pada DMAIC sebagai kerangka dasar melakukan

perbaikan kinerja kualitas dengan menggunakan metode Six Sigma.

4.1 Fase Pendefinisian (Define)

Six Sigma terfokus pada cacat dan variasi dengan diawali pengidentifikasian unsur - unsure Critical to Quality (CTQ) dari produk Pocket Clear File. CTQ merupakan atribut-atribut dari produk yang dipentingkan pelanggan. Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada pocket adalah: rata, tidak tergores, tidak kizu, tidak kotor, seal rata, tidak bergelombang, tidak bergaris, tidak terlipat, tidak berserabut, tidak bermata ikan, tidak sobek, dan tidak kusut.

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cacat terbesar adalah terlipat, kusut dan tergores dengan jenis cacat minor (lihat Tabel 2). Hasil identifikasi process mapping menunjukkan bahwa section yang terlibat dalam pembuatan pocket adalah Bag Making, Kami-ire, dan Pocket after Karidome Inspection. Permasalahan cacat antara section satu dengan section lain berbeda sehingga perlu dilakukan pengumpulan data cacat lebih detail untuk setiap section.

4.2 Fase Pengukuran

Fase pengukuran sebagai fase kedua memiliki 4 langkah yaitu:(1) Penentuan standar performansi, (2) Pengembangan rencana pengumpulan data, (3) uji distribusi binomial, dan (4) Pengukuran baseline. Standar performansi untuk pocket yang bebas dari cacat minor adalah tampilan pocket harus bersih. Bersih dalam arti tidak terbalik, tidak tergores, tidak kizu, tidak kotor, seal rata, tidak bergelombang, tidak terlipat, tidak berserabut, tidak bermata ikan, tidak sobek, dan tidak kusut.

4.3 Fase Analisis (Analyze)

Pada fase analisis dilakukan beberapa langkah untuk menganalisis hasil pengukuran yang telah dilakukan seperti: (1) Penetapan target - target kinerja dari proyek X, Y, dan Z dan (2) Pengidentifikasian sumber dan akar penyebab cacat. Hasil diskusi dengan pihak Quality Assurance memperlihatkan kinerja cacat mengalami penurunan dari target sekitar 50% dan meningkatkan kapabilitas proses. Identifikasi akar masalah cacat minor pocket dilakukan secara brainstorming dengan pihak Quality Assurance, yaitu oleh: Chief Quality Assurance, Supervisor Quality Assurance, dan Leader Quality Assurance. Berdasarkan hasil brainstorming diketahui sumber dan akar penyebab dari masalah cacat minor pocket tiap - tiap proyek dan mendapatkan solusi masalah yang efektif dan efisien dengan menggunakan alat bantu berupa Cause and Effect (Fishbone) Diagram. Hasil brainstorming juga berhasil menetapkan bahwa Fishbone untuk proyek Y1 digabungkan dengan proyek Z2, proyek Y2 digabungkan dengan proyek Z2, dan proyek Y3 digabungkan dengan proyek Z3 agar memudahkan identifikasi akar masalah dari proyek yang sama.

4.4 Fase Perbaikan (Improvement) dan Control

Fase keempat adalah fase perbaikan. Dalam fase ini dilakukan beberapa langkah untuk menurunkan cacat minor pocket seperti: (1) Penetapan rencana perbaikan cacat minor pocket, (2) Penentuan prioritas rencana perbaikan, dan (3) konfirmasi pencapaian hasil perbaikan. Setiap jenis kegagalan mempunyai 1 (satu) nilai RPN (Risk Priority Number). Angka RPN merupakan hasil perkalian antara ranking severity, detection, dan occurrence. Kemudian RPN tersebut disusun dari yang terbesar sampai yang terkecil, sehingga dapat diketahui jenis kegagalan mana yang paling kritis untuk segera dilakukan tindakan korektif.

Hasil analisa FMEA untuk proyek Y1 menunjukkan bahwa program perbaikan yang harus dilakukan tim sigma untuk mereduksi cacat bergelombang diperlukan tindakan penambahan jumlah inspector. Pada paper ini tidak diperlihatkan analisa hasil dari FMEA untuk proyek lainnya, tetapi contoh di atas dianggap sudah cukup memperlihatkan cara memilih rencana perbaikan kedepannya.

4. DISKUSI DAN KESIMPULAN

Aplikasi Six Sigma untuk meningkatkan kualitas penting dilakukan perusahaan agar peningkatan daya saing produk semakin baik dalam era yang semakin kompetitif dan dinamis ini. Aplikasi tersebut perlu ditunjang oleh adanya metode dan tools yang sistematis dan komprehensif agar pelaksanaan jalannya perbaikan berjalan dengan baik dan memenuhi target yang hendak dicapai seperti DMAIC, seven tools, big picture mapping, dan FMEA. Direkomendasikan, pelaksanaan perbaikan kualitas dengan Six Sigma perlu dilakukan secara serentak dan dilakukan penggambaran dan pendefinisian yang sistematis dan keseluruhan agar pemetaan permasalahan kualitas dapat terlihat secara menyuluruh. Usaha ini akan sangat membantu perusahaan didalam membentuk tim-tim Six Sigma di keseluruhan department dan line produksi. Adanya usaha ini akan menyebabkan lingkungan kerja akan semakin kondusif dan budaya "peduli kualitas" akan mudah terbentuk di perusahaan. Dalam kasus perbaikan Pocket Clear File di PT X menunjukkan bahwa tidak semua rencana perbaikan mampu menurunkan DPMO atau meningkatkan nilai Sigma-nya mungkin karena pelaksanaan perbaikan di lapangan tidak berjalan dengan baik atau kurang efektif. Oleh karena itu penting bagi perusahaan melakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan langkah pelaksanaan perbaikan di lapangan benar-benar berjalan dengan baik dan mengikuti prosedur yang telah direncanakan.

Dirangkum oleh : Eka Puji Astuti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun