Bagai disambar petir di siang bolong, seluruh jajaran keluarga besar beserta kang sayur yang lewat dan kumbang-kumbang di taman sontak terkejut. Hah? Kok ada orang yang nggak mau menikah? Mendengar itu, perasaan khalayak pun terombang-ambing antara bingung, heran, serta--entah kenapa--kesal dan tersinggung. Ujaran semacam "Ini pasti kurang ngaji!" atau "Pasti terbawa arus feminisme orang barat!" serta "Kok ya berusaha keras banget mau jadi anti-mainstream?" tak ayal terlontar menanggapi pernyataan bernada enggan menikah di atas.
Kalau kalian, apakah pernah mendengar orang yang dikenal mengatakan kalimat yang ada di judul artikel ini? Kalau iya, bagaimana respon yang diberikan? Apakah serupa dengan beberapa contoh di atas? Merasa bingung, heran, kesal, tersinggung adalah hal yang wajar ketika dihadapkan pada situasi yang tidak wajar, apalagi mendengar pendapat yang berlawanan dengan prinsip yang dianut. Namun, kalau mengikuti kata Sherina zaman masih berpetualang, ada baiknya kita untuk lihat segalanya lebih dekat, dan kau bisa menilai lebih bijaksana (iya, boleh sambil nyanyi bacanya).
Menyatakan keengganan menikah--bagi sebagain orang--bukanlah hal yang mudah. Ada ekspektasi keluarga yang dikorbankan dan perasaan rapuh yang terpaksa dipertontonkan. Jika setelah melalui pertimbangan matang dan keberanian yang dihimpun entah-berapa-lama itu, respon yang didapat justru terkesan menyudutkan, tentu akan menyedihkan sekali rasanya. Alangkah eloknya jika kedua belah pihak duduk bersama, ditemani croffle dan es kopi, untuk saling bertukar pikiran.
Jika kalian adalah anggota keluarga, teman, atau kerabat yang kedapatan berada di situasi seperti ini, merapat yuk! Orang-orang yang menyatakan enggan menikah pada kalian itu sesungguhnya mempercayai kalian. So, jadilah lebih bijak dalam merespon pernyataan tersebut. Namun sebelum itu, ada baiknya kalian mengetahui tiga penyebab seseorang enggan menikah berikut:
1. Masa Lalu
Salah satu alasan seseorang enggan menikah adalah karena adanya trauma masa lalu yang ia alami. Trauma ini bisa berupa kegagalan hubungan di masa lalu, kondisi keluarga yang broken home, maupun inner child. Trauma ini menciptakan luka, sehingga seseorang kehilangan kepercayaan terhadap cinta dan takut untuk berkomitmen alias takut menikah.
2. Masa Depan
Rasa takut terhadap hal yang belum terjadi itu wajar terjadi, kan ya? Takut di perjalanan ke tempat kerja nanti hujan, takut terlambat, takut macet, dan ketakutan-ketakutan lainnya. Begitu pun orang yang enggan menikah, takut hal-hal buruk yang ia lihat, ia dengar, baik secara langsung maupun dari pemberitaan, akan terjadi kepadanya pula.
3. Masa Sekarang
Sebagian orang yang enggan menikah, berpikir bahwa hidupnya saat ini sudah cukup bahagia; karir cemerlang, pendidikan tinggi, paras patut dibanggakan, serta mandiri secara finansial dan emosional. Sayangnya, segala keunggulan tersebut tetap saja tertutupi dengan status single. Di acara keluarga besar misalnya, ketimbang melihat keunggulannya, orang-orang lebih sibuk bertanya "kapan nikah?" sehingga membuat pencapaian-pencapaian hebat yang dimilikinya seolah tidak berarti. Hal ini in someway, malah membuat seseorang tidak termotivasi untuk menikah.
"Tapi kan tetap saja, sebagai orang Islam, menikah itu sunnah. Hadits-nya juga barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku, ia tidak termasuk golonganku."