Pengalaman organisasi yang digelutinya semenjak masa sekolah sebagai pimpinan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), tentu saja merupakan wadah penggemblengan dan berproses untuk menjadi seorang pemimpin. Proses tersebut berlanjut pada tahap berikutnya, sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Teknik (Sema FT) UGM. Kemudian di organisasi profesi dan perkumpulan berikutnya yakni Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) serta ASEAN Federations of Engeneering Organizations (AFEO). Sementara di Partai Golkar sendiri, juga pernah menjabat sebagai salah Ketua DPP.
      Dari pengalaman pendidikan dan kepemimpinan organisasi yang mumpuni tersebut. Maka, tidak salah kiranya jika Airlangga kemudian diberi kesempatan sebagai pucuk pimpinan Partai Golkar. Apalagi, tokoh pemimpin muda ini juga memiliki latar belakang sebagai pebisnis yang cukup sukses. Faktor ini (kecukupan finansial), juga perlu diperhatikan dan dimiliki oleh seorang ketum sebuah partai apalagi Golkar. Supaya, partai tidak menjadi lahan bancakan bagi ketum untuk mencari keuntungan dan materi. Sebab, pada dasarnya Airlangga sendiri sudah memiliki kecukupan finansial. Akhirnya, Airlangga Hartarto memang pantas dan harus dipilih untuk menjadi Ketum Golkar dalam Munaslub nanti.
Â
Referensi:
Randall, Vicky dan Lars Svasand, 2002, Party Institutionalization in New Democracies, Party Politics, Vol. 8, No. 1, hal. 5 – 29.
Reeve, David, 2013, Golkar Sejarah yang Hilang: Akar Pemikiran & Dinamika, Depok: Komunitas Bambu.
Surbakti, Ramlan, 2003, Tingkat Pelembagaan Partai Politik, Kompas, 6 Januari 2003.
Tandjung, Akbar, 2008, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: Gramedia.
Tomsa, Dirk, 2008, Party Politics and Democratization in Indonesia: Golkar in the post-Suharto era, New York: Routledge.
Â
*Artikel diajukan dalam Lomba Penulisan Artikel oleh Tim Pemenangan Airlangga Hartarto.