Kita sepasang mata jendelaÂ
Menatap pohon dan daun-daunÂ
di halaman taman tanpa hujan
Bunga yang gelagapnya ragu untuk tumbuh sekali lagi
Kau pernah menanamnya berkali-kali di sekujur tubuh sendiri.Â
Pada sore hari, sayup mata angin memberi isyarat nadi kecil di pergelanganÂ
Mengapa kau kepal tanyaku. Â Di beranda udara dingin di bawah bebatuanÂ
Mengecup dua cangkir teh hangat.Â
Sepasang matamu menguapÂ
Sudah berapa waktu
Hujan pun turunÂ
satu demi satu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!