Â
     Â
 Mendidik adalah hal yang paling mendasar dalam menanamkan rasa dan cinta terhadap peserta didik. tidak melihat suku, agama, maupun latar belakang keluarga baik secara finansial maupun secara kultural. jika seorang pendidik terjebak dalam pola pikir subjektif. maka akan terjadi pudarnya rasa cinta maupun ketulusan dalam mendidik. sehingga  tindakan pun tidak objektif dalam setiap penangangan maupun menghadapai peserta didik.
    kembali pada konteks mendidik, tantangan terberat seorang pendidik adalah mendidik?, mengapa  demikian!. apakah tugas mendidik seperti nampak mudah melihat kebersamaan seorang pendidik dengan peserta didik. ya tergantung situasi dan kondisi lapangan serta karakter wilayah, karakter lingkungan sekolah.
 jika kita melihat dikota -kota besar tentu nampak mudah dengan berbagai fasilitas sarana dan prasarana, serta kultur yang  mendukung, dan mindset orang tua yang sudah paham akan masa depan peserta didik.
lalu bagaimana di daerah , tentu jawabanya relatif ya tergantung pada latar belakang pendidikan orang tua serta lingkungan sekitar sekolah dan masyarakat. realitas dilingkungan keluarga dan masyarakat, Â terkadang berbanding terbalik dengan realitas dilingkungan sekolah.Â
Sekolah menanamkan kedisiplinan, tanggung jawab dan rasa toleransi.
Tidak pernah dipungkiri bahwa manusai memiliki nurani untuk saling berbagi rasa, cinta, suka dan duka. Apalgi jika kita berprofesi sebagai seorang guru. Bersetuhan secara langsung dengan berbagai latar belakang siswa bukan suatu yang luar biasa. Namun, menjadi pemandangan umum khususnya menangani kesiswaan. Mulai dari siswa alpa, bolos telat sampai dengan siswa berprestasi adalah makanan sehari-hari.
Ketika bertemu dengan siswa yang hidup sibatang kara alias hidup mandiri fithging sprit menjaga asa dalam keterbatasan, Â Menjadi santapan pagi hingga siang hari. Seperti seorang nelayan terombak ambi perahu ditengah gelombang pasang surut ombak berdebur.
Hal yang menjadi tanya tanya besar, ketika siswa bermasalah dengan kehadiran, Alpa atau Bolos disaat wali kelas melayangkan surat panggilan atas dasar iktikad baik untuk menyelesaikan masalah siswa. Terkadang miris ada beberapa orang tua siswa acap kali abai dan terkadang tidak memberatkan surat panggilan dari wali kelas sebagai wakil orang tua disekolah.
Miris!!!! Miris!!! Bukan maksud mempropokator atau mengeruh suasana. Acap kali orang tua tidak datang dengan alasan sederhana. Ada masalah dan masih ada acara keluarga.
Wali kelas dan BK terkadang diabaikan? Lalu dalam benak dan hati nurani yang dalam.
Anak siapakah ini ? lalu tanggung jawab orang tua dimana ? apakah kewajiban guru, wali kelas  menjamin  100 keberhasilan anak! Kata yang pas adalah dilematis.
Bapak ibu orang tua wali murid yang terhormat!. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama . tugas guru membimbing, menasehati dan mengarahkan itu pun dengan waktu terbatas dengan durasi 8 jam. Â Lalu dalam 1 hari ada 24 jam, kemana sisanya 16 jam ?
silahkan tanya dengan orang tua dan lingkungan sekitar. Mungkin jawab itu terlalu matematis terlalu berhitung? Apakah dengan 16 jam orang tua dan lingkungan memberikan bimbingan, arahan dan nasehat tentang arti sebuah pendidikan dan masa depan?
Jawablah sesuai fakta dan realitas yang ada ? pilihlah jawaban yang tepat:
- Keluarga yang berantakan ( Broken home )
- Tinggal dengan nenek dan kakek, saudar ipar atau adik kandung
- Komunikasi dua arah atau satu arah dengan anak
- Anak yang mencari nafkah sendiri demi menyambung hidup
- Â Lingkungan yang tidak peduli dan tidak simpati
- Sibuk dengan smartphone hingga lupa waktu
- Siswa yang Pulang larut malam akibat menonton pesta,atau begadang bermain game
    keberhasilan pendidikan bukan dilihat sekolah yang hebat, akan tetapi kerjasama antara orang tua  /wali murid yang peduli akan nasib anak bangsa. masyarakat adalah control sosial yang memberikan saran dan masukan terhadap dunia pendidikan. dengan wujud rasa peduli,simpati dan empati.Â
bukankah, nenek moyang kita pernah berkata: " Berat sama dipikul ringan sama dijinjing" itulah pribahasa yang selalu digaungkan diera  yang belum mengenal Smartphone, dengan berbagai kecanggihanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H