Mohon tunggu...
Ekalaya Irpan Pamuji
Ekalaya Irpan Pamuji Mohon Tunggu... Animator - Seorang Guru dan Penulis tentang Realita Kehidupan Masyarakat

Seorang Guru yang mengajar di Sekolah Menengah Atas. Sehari-hari hobi menulis dan berolah raga Badminton

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ketika Menulis dengan Rasa

6 Februari 2021   06:00 Diperbarui: 6 Februari 2021   06:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                      EKALAYA IRPAN PAMUJI,S.Sos (dokpri)

Jika kita berbicara tentang  seorang penulis. Yang menjadi sorotan orang awam bahwa penulis itu kutu buku, tidak gaul atau seorang pendiam. Kata orang Krui bilang Kalem (Kalemohan)  jika diartikan bahasa Indonesia orang yang lemas tidak bertenaga.

Off!!, asumsi demikian tidak benar. Justru seorang Penulis adalah orang yang memiliki pergaulan yang luas dan selalu berusaha peka terhadapa lingkungan sekitar. Mengapa tidak? , jangankan peristiwa yang masih faktual, maupun viral dimedia cetak maupun elektronik. Jam Dinging pun yang ada dikamar akan dicerikan dengan penuh rasa dengan berbagai sudut pandang yang berbeda.

Menulis memerlukan imajinasi, nalar, rasa serta etika agar setiap kata yang terucap penuh dengan syarat makna . agar si pembaca terhanyut dan terbuay dalam kata-kata seolah-olah cerita dalam kehdiupan nyata. Seperti contoh menulis dengan tulisan yang biasa tanpa sentuhan rasa, dan imajinasi . coba bandingkan dengan tulis dengan penuh imajinasi, olah rasa dan karsa. Seperti contoh berikut ini:

 “Air hujan menyirami  tubuhku”, coba jika kita tulis dengan : “Dinginnya memberikan kesejukan.

 Atau seperti seorang orang yang jatuh cinta. Dengan lantang : “Aku mencintai mu” coba kita dengan bahasa  rasa :  “ sudah lama Rembulan menyelimuti awan, kini nampak ku tertawan adik ku”. Mungkin zids zaman now mengatakan sudah jadul, sumpah dah ketinggalan. Tetapi itulah berbahasa. Karena bahasa adalah budaya. 

Selain menulis bagian dari budaya. Menulis sangat bermanfaat sebagai media terapi, promosi, publikasi bahkan mengungap tabir kehidupan yang sulit dijangkau sekalipun bisa ditulis dan dirilis. Sehingga menjadi karya nyata baik bagi kehidupan saat ini, masa datang maupun masa lalu.

Sesuai tentang Literasi yang dikemukakan oleh Martha C. Penginton (1996:186) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah diperlihatkan dari generasi sesuatu ke generasi berikutnya.

Dengan menulis secara kontinue diharapkan sebagai habit (Kebiasaan). Sehingga menjelma menjadi Budaya Literasi yang memberikan dampak positif baik lingkungan  kerja maupun masyarakt itu sendiri. Jadikan tulisan kita sebagai pencerah dan  perubahan paradigma dari generasi ke Generasi. Yang nantinya menjadi  SDM yang mampu bersaing di kancang lokal maupun regional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun