Wajah Perempuan Dunia dalam Sosok Kim Ji-yeong
Terlepas dari modernisasi Korea Selatan yang ternyata masih menyisakan persoalan pelik mengenai diskriminasi gender. Kim Ji-yeong tidak saja berkisah tentang perempuan yang tumbuh dalam budaya patriarki di Korea, tapi bagaimana konstruksi budaya membuat perempuan termarjinalisasikan -- Patriarki sendiri tak lepas dari pengaruh ideologi konfusianisme yang sejak lama dianut oleh Korea.
Kim Ji-yeong adalah kita: Perempuan. Ketika perempuan menanggung beban ganda dalam kehidupan sehari-hari, sebagai orang yang bertanggung jawab persoalan rumah termasuk pengasuhan anak dan juga bertanggung jawab terhadap pekerjaan.
“Tidak bisakah kau berhenti mengoceh tentang bantuan? Kau membantu dalam urusan rumah tangga, membantu membesarkan anak, membantu urusan pekerjaanku. Memangnya rumah ini bukan rumahmu? Memangnya keluarga ini bukan keluargamu? Anak ini bukan anakmu? Lagi pula, selama aku bekerja, memangnya hanya aku sendiri yang menikmati hasilnya? Kenapa kau seolah-olah kau bersikap murah hati menyangkut pekerjaanku?” (hal. 143)
Ji-yeong benar soal rumah tangga yang seharusnya tidak ada beban pribadi dalam kata “bantuan” , bahwa seharusnya itulah semestinya terjadi dalam keluarga. Menjalankan peran bersama-sama bahwa membesarkan anak bukan sepenuhnya berada di tangan ibu tapi juga ayah.
Ji-yeong tidak sekedar perempuan Korea yang tumbuh dalam masyarakat patriarkal, tapi adalah kita: perempuan dunia. Saya belum menikah, tapi entah kenapa membaca buku ini saya seperti ditarik dalam pusaran kehidupan Ji-yeong yang terasa nyata.
Kala menghadapi misoginis dalam aktivitas sehari-hari: “Enak ya jadi perempuan. Bla … bla ..bla“, termasuk soal pelecehan verbal dalam dunia kerja.
Novel ini sempat menjadi kontroversi karena dianggap mendukung feminisme, tapi pada realitanya novel ini relate dengan kehidupan sehari-hari kala suara perempuan kebanyakan memudar dan lenyap. Hilang seperti halnya yang dilakukan Ji-yeong.
Diskursus mengenai opresi perempuan tak ada habisnya. Bukan saja persoalan kesetaraan gender, tapi bagaimana memperlakukan perempuan dalam hal menghargai sebagai sesama manusia yang lebih humanis.
Ji-yeong adalah kita yang acapkali tersesat dalam ‘kebingungan’ di tengah kebebasan dan kemajuan zaman masih saja dilabelkan ‘perempuan’ terhadap suatu hal.