Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Kim Ji-Yong Lahir Tahun 1982: Diskursus Perempuan dalam Budaya Patriarki Korea

6 Agustus 2024   12:30 Diperbarui: 6 Agustus 2024   12:31 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : Wajah Perempuan dalam novel Kim Ji-yeong Lahir tahun 1982 (Sumber foto: dokpri)

Ilustrasi gambar : Wajah Perempuan dalam novel Kim Ji-yeong Lahir tahun 1982 (Sumber foto: dokpri)
Ilustrasi gambar : Wajah Perempuan dalam novel Kim Ji-yeong Lahir tahun 1982 (Sumber foto: dokpri)

Terlepas dari modernisasi Korea Selatan yang ternyata masih menyisakan persoalan pelik mengenai diskriminasi gender. Kim Ji-yeong tidak saja berkisah tentang perempuan yang tumbuh dalam budaya patriarki di Korea, tapi bagaimana kontruksi budaya membuat perempuan termarjinalisasikan -- Patriarki sendiri tak lepas dari pengaruhi ideologi konfusionisme yang sejak lama dianut oleh Korea.

Kim Ji-yeoang adalah kita ; Perempuan. Ketika perempuan menanggung beban ganda dalam kehidupan sehari -hari, sebagai orang yang bertanggung jawab persoalan rumah termasuk pengasuhan anak dan juga bertanggung jawab terhadap pekerjaan.

“Tidak bisakah kau berhenti mengoceh tentang bantuan? Kau membantu dalam urusan rumah tangga, membantu membesarkan anak, membantu urusan pekerjaanku. Memangnya rumah ini bukan rumahmu? Memangnya keluarga ini bukan keluargamu? Anak ini bukan anakmu? Lagi pula, selama aku bekerja, memangnya hanya aku sendiri yang menikmati hasilnya? Kenapa kau seolah-olah kau bersikap murah hati menyangkut pekerjaanku?” (hal. 143)

 Ji-yeong benar soal rumah tangga yang seharusnya tidak ada beban pribadi dalam kata “bantuan” , bahwa seharusnya itulah semestinya terjadi dalam keluarga. Menjalankan peran bersama-sama bahwa membesarkan anak bukan sepenuhnya berada di tangan ibu tapi juga ayah.

Ji-yeong tidak sekedar perempuan Korea yang tumbuh dalam masyarakat patriarkal, tapi adalah kita: perempuan dunia. Saya belum menikah, tapi entah kenapa membaca buku ini saya seperti ditarik dalam pusaran kehidupan Ji-yeong yang terasa nyata. 

Kala menghadapi misioginis dalam aktivitas sehari-hari : “Enak ya jadi perempuan. Bla … bla ..bla “, termasuk soal pelecehan verbal dalam dunia kerja.

Novel ini sempat menjadi kontroversi karena dianggap mendukung feminisme, tapi pada realitanya novel ini relate dengan kehidupan sehari-hari kala suara perempuan kebanyakan memudar dan lenyap. Hilang seperti halnya yang dilakukan Ji-yeong.

Diskursus mengenai opresi perempuan tak ada habisnya. Bukan saja persoalan kesetaraan gender, tapi bagaimana memperlakukan perempuan dalam hal menghargai sebagai sesama manusia yang lebih humanis.

Ji-yeong adalah kita yang acapkali tersesat dalam ‘kebingungan’ di tengah kebebasan dan kemajuan zaman masih saja dilabelkan ‘perempuan’ terhadap suatu hal.

“Wah, enak sekali. Sekarang kau bisa datang terlambat.” (hal. 138) -- padahal tidak ada niat untuk datang terlambat.

Ji-yeong adalah kita ; perempuan yang masih berjuang melawan stigma yang dikonstruksi dalam kehidupan sosial selama ini membuat kita tersubornasikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun