Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Memaknai Hakikat Pendidikan di Buku Homeschooling: Rekam Jejak Perjalanan Pendidikan Rumah

8 Februari 2024   14:32 Diperbarui: 8 Februari 2024   14:34 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak (sumber foto: freepik/Jcomp)

Mempertanyakan kembali tujuan dari pendidikan 

Apa sebenarnya hakikat dari pendidikan? 

Pada pertanyaan singkat itu, DK. Wardhani dan Ario Nugroho dalam buku mereka berjudul Homeschooling : Rekam Jejak Perjalanan Pendidikan Rumah membawa saya pada perenungan tentang tujuan pendidikan. Sebagai orang yang pernah merasakan pendidikan formal dan melewati ragam kekecewaan, pada dasarnya sulit bagi saya memaknai hakikat dari pendidikan itu sendiri. 

Saya bukan tipe anak yang menyukai sekolah, tapi disisi lain saya menyukai hal-hal yang berbau pengetahuan. Saya ingat ketika kerap bolos sekolah dan lebih memilih terjebak di perpustakaan daerah dengan setumpuk buku fiksi serta koran ataupun majalah yang membuka saya terhadap informasi dunia saat itu. Saya kesal ketika harus mencatat tumpukan materi sementara saya memiliki buku yang memuat materi sekolah tersebut. 

Sekolah pada saat itu tak ubahnya sebuah kegiatan wajib yang harus saya jalani sebagai anak. Tak lebih dari sekedar itu. Alhasil ketika lulus sekolah dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, saya menghadapi kegamangan untuk melangkah pada pilihan pendidikan selanjutnya.

Menempuh pendidikan bagi sebagian masyarakat tak lebih untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan meraih kesuksesan dari segi finansial. Dan, saya tumbuh dalam pandangan serupa. 

Lalu, apa sebenarnya hakikat pendidikan itu sendiri?

Pendidik Rumah Adalah Dasar Utama Pembentukan Karakter Anak 

Keutamaan Ilmu dalam Islam ( Sumber foto : Dokpri )
Keutamaan Ilmu dalam Islam ( Sumber foto : Dokpri )
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Wardhani dan Nugroho di dalam buku Homeschooling : Rekam Jejak Perjalanan Pendidikan Rumah, bahwa pendidikan merupakan sebuah proses transfer pengetahuan, nilai-nilai (values), prinsip hidup, dan life skill (keterampilan hidup). Pendidikan juga upaya pembinaan budi pekerti, sebagai bentuk bimbingan orang dewasa dan anak (pihak yang dianggap lebih tahu, kepada pihak yang belum tahu).

Lebih lanjut mereka juga menjelaskan ada tiga pengetahuan mendasar yang layak dan harus dimiliki setiap manusia, khususnya seorang anak yang semestinya disampaikan melalui proses pendidikan yaitu pengenalan terhadap Tuhannya, pengenalan terhadap dirinya dan pengenalan terhadap alam semesta dan lingkungannya. Dimana untuk mencapai hal tersebut proses pendidikan harus secara menyeluruh dan berkesinambungan. 

Untuk lebih fokus mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pasangan suami istri ini, mereka memutuskan untuk menerapkan pendidikan rumah atau homeschooling. Mereka menilai bahwa konsep dasar pendidikan rumah menempatkan tanggung jawab pendidikan anak di tangan orang tua secara penuh. 

Buku ini tidak serta merta mengajak untuk melakukan hal serupa yaitu melakukan pendidikan rumah atau homeschooling, sekalipun di dalam buku tersebut dibahas tentang tahapan pelaksanaan sistem “sekolah di rumah” yang mereka terapkan. Tapi, membaca buku ini lagi-lagi membuka mata saya terhadap makna pendidikan itu sendiri.

Sejatinya sekalipun mengikuti pendidikan formal, pendidikan anak tetap sepenuhnya berada di tangan orang tua. Itu yang selalu saya ‘tekanan’ kepada orang tua yang mempercayai saya sebagai tutor anaknya dalam belajar membaca. Saya meminta mereka untuk tetap melatih anak dan mengajak sang anak mengobrol soal pelajaran ataupun membaca buku bersama. 

Dalam Alqur’an Surah at-Tahrim ayat 6, dimana Allah memberi amanah kepada orang tua terkait tanggung jawab terhadap pendidikan keluarga, dalilnya yaitu :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 

“ Hai orang - orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. at-Tahrim :6)

Ayat ini ditafsirkan oleh ulama tentang kewajiban orangtua terhadap pendidikan keluarga terkait soal adab dan ilmu agar terhindar dari api neraka.  Untuk itu orangtua perlu menyadari otoritas mereka dalam membimbing anak yang tentu saja berpusat pada nilai kebenaran menurut Alqur’an dan hadis nabi. 

Maka ketika berbicara tentang pendidikan anak, menarik ketika di buku ini ditulis bahwa minat dan bakat bukan hanya perkara passion, melainkan juga tentang membangun concern dan sense of purpose. Sebagaimana dipaparkan oleh Wardhani dan Nugroho dalam kehidupan, selain memikirkan pemenuhan terhadap keinginan pribadi, minat, dan bakat, kita perlu menumbuhkan kepedulian anak-anak terhadap sekitar sekaligus mengajari anak bagaimana memaknai perannya dalam kehidupan. 

Orangtua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak (sumber foto: freepik/Jcomp)
Orangtua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak (sumber foto: freepik/Jcomp)

Wardhani dan Nugroho banyak berbagi pengalaman mereka sebagai praktisi homeschooling di buku ini, tapi dari sudut pandang saya sebagai orang yang menyukai dunia pendidikan, tulisan-tulisan mereka menyadarkan tentang tujuan pendidikan itu sebenarnya itu sendiri, yaitu memberi kemaslahatan dalam hidup ini.

Ilmu yang kita dapati dalam proses pendidikan yang baik akan membawa kita dengan mudah mewujudkan penghambaan kepada Allah atau sederhananya terkait perkara Tauhid. Tauhid adalah pondasi seorang muslim dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Ilmu yang diperoleh membuat seseorang dapat menentukan pilihan-pilihan dalam hidup dengan benar. 

Hasil dari pendidikan adalah sebuah value atau nilai diri dalam setiap anak, mengutip tulisan di akhir buku ini yang mengungkapkan bahwa ; 

“ lebih membanggakan dari apapun, ketika anak dapat menjalankan value yang kita tanamkan dalam perilaku kesehariannya tanpa intervensi dari orang tua.”

Yup, lebih menyenangkan dari seorang anak adalah ketika ia dapat menjalankan nilai-nilai kebaikan yang sudah kita tanamkan tanpa ada paksaan dari orang tua. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun