Stunting bukan persoalan masalah gizi saja, tapi juga soal lingkungan
Penanganan stunting di Indonesia masih dikatakan lambat meskipun terjadi penurunan selama dekade terakhir. Angka stunting yang dialami anak di Indonesia saat ini mencapai 21,6 %. Artinya masih belum sesuai dengan target rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2024, yaitu 14%.
Sebagaimana diketahui, stunting adalah masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi yang berulang dimana ditandai dengan tinggi badan anak di bawah standar.
Masalah tersebut tentu berdampak pada kesehatan anak yang menghambat perkembangan mereka sebagai generasi emas – penerus bangsa ini –. Selain itu, permasalahan stunting juga terkait dengan kesejahteraan hidup suatu bangsa.
Pemenuhan nutrisi dan gizi yang baik menjadi perhatian utama dalam program untuk terus menurunkan angka stunting di Indonesia khususnya pada kebutuhan nutrisi di 1000 hari kehidupan anak-anak. Sebab 1000 hari pertama merupakan masa terbaik ketika otak, tubuh, dan sistem kekebalan tubuh tumbuh dan berkembang sehingga dapat mencegah ternjadinya stunting di kemudian hari.
Namun, ada yang terlupakan soal sosialisasi penanganan stunting di masyarakat yang fokus pada pemenuhan gizi, yaitu soal lingkungan terutama paparan asap rokok. Pemerintah dalam hal ini belum tegas terhadap paparan asap rokok di tempat umum. Dan, tentu saja kondisi masyarakat yang bebal terhadap perilaku merokok di sembarang tempat sehingga mudah sekali menyebarkan asap rokoknya begitu saja.
Bahaya Paparan Asap Rokok Terhadap Tumbuh Kembang si Kecil
Bukan rahasia umum lagi kalau paparan asap rokok memberi efek langsung pada kesehatan dan mempengaruhi tumbuh kembang anak bahkan sejak anak dalam kandungan.
Mengutip laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Dr Feni Fitriani Taufik, perwakilan dari perhimpunan Dokter Paru Indonesia memaparkan bahwa pernah ada penelitian pada bayi dimana tiga kelompok bayi dilahirkan dari ibu yang tidak merokok, ibu yang perokok pasif dan ibu perokok aktif.
Hasil temuan pada penelitian didapatkan bahwa bayi pada ibu perokok aktif dan pasif sama-sama pada saat lahir panjang serta berat badan bayi jauh lebih kecil serta pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.
Dalam paparan asap rokok terhadap istilah secondhand smoke yang biasanya tertuju pada perokok pasif dan thirdhand smoke, yaitu menghirup sisa bahan kimia dari asap rokok itu sendiri yang melekat di berbagai benda seperti baju, kursi dan lain sebagainya.
Bahaya paparan asap rokok terutama sisa asap rokok yang dikategorikan sebagai thirdhand smoke, sempat diungkapkan oleh Dr Samhan, CEO Forhimclinic.com di akun X, “Sisa asap rokok adalah lebih banyak jika dibandingkan kepekatan asap disedut (dihirup) oleh perokok secara aktif. Ini bermakna asap rokok itu lebih bahaya kepada kita berbanding perokok itu sendiri, apalagi kepada bayi.”
Hal serupa juga pernah diungkapkan oleh dr. K.S Denta, Dokter spesialis anak di akun X nya @sdenta, salah satu bahaya paparan asap rokok, bayi yang serumah dengan perokok punya risiko pneumonia berulang yang jauh lebih tinggi daripada yang di rumahnya tidak ada perokok. Pneumonia berulang bisa merusak paru hingga oksigen tidak terdeliver secara sempurna ke seluruh tubuh untuk anak tumbuh berkembang dengan optimal.
Aturan Tegas Terhadap Perokok Aktif
Belum lagi pengunjungnya dimana dengan santainya merokok sementara ada balita di sisinya. Yah, meskipun pelakunya terkadang adalah keluarga sendiri.
Saya punya pengalaman terkait asap rokok. Pada saat itu, saya menyampaikan keluhan ke pemilik cafe tatkala pramusaji menghidangkan makanan dengan masih merokok. Situasinya ruangan ber AC dan ada anak usia dibawah 5 tahun. bukannya minta maaf, pemilik cafe malah berdalih dengan mengatakan bahwa pegawainya menggunakan rokok elektrik.
Padahal rokok elektrik mengandung propylene glycol dan partikel ultra halus yang bahannya berbahaya untuk kesehatan. Paparan asap vape berisiko memicu penyakit paru-paru, jantung hingga masalah perkembangan anak.
Sebenarnya sudah banyak kawasan bebas asap rokok yang sayangnya tidak diikuti dengan penerapan aturan tegas hukuman terhadap perokok aktif sehingga peraturan terabaikan begitu saja.
Entah pedagang makanan yang masih merokok dengan santai, pasar yang tetap saja rokok bergerilya dengan indah serta di halte bis. Padahal Indonesia bersiap menyambut bonus demografi dengan usia produktif pada 2045 mendatang. Dan, bagaimana bisa jika persoalan stunting masih saja belum teratasi dengan baik.
Sumber :
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya