Aku sungguh mengamati bola matamu yang penuh
Ada kata yang hendak kubaca dan kudengarkan
Sungguh rapi kau mengulum, manahan
Hanya tak ingin bola mataku berkeluh
Terlanjur…
Aku tahu semua, bagaimanapun kau tak pandai menipu
Sedang bola matamu yang tenang telah membicarakan kata
Bola mata yang dulu mengamatiku dari air, pun sampai hari ini berbentuk sudah
Bola mata itu masih mangamatiku
Sungguh meski mulutmu mengatakan baik, tapi tidak untuk bola mata itu
Aku membacanya dari tempat aku dahulu senang bermain, berenang senang ketika bola mata itu memerah
Meski aku tahu tidaklah baik, kau anggap wajar
Kini aku tahu betapa warna rambutmu yang memudar, kedua tanganmu yang melemah
Menyimpan rapi harapan yang tengadah kepadaku
Meski mulutmu mengulum, tapi bola matamu berbisik pelan, suara-suara lembut yang kemudian menjelma embun untukku
Hingga kau aku berpulang
Jakarta, 21 Okt 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H