Masyarakat membutuhkan hunian yang layak atau pantas dihuni oleh manusia. masyarakat butuh hunian yang nyaman, aman, sebagai tempat berlindung dan menjaga kehormatan. Memenuhi aspek kesehatan, harga terjangkau, dan syar'i baik desain dan atau proses mendapatkannya yang jauh dari riba, maisir (hal-hal yang diharamkan), dan garar (ketidakpastian).
Tak Terpenuhinya Kebutuhan Hunian Layak
Ibu Hasna tidak punya pilihan lain, dia harus tinggal bersama tigabelas orang yang merupakan anak, cucu dan cicitnya dalam ruangan sempit berukuran 2x3 meter. Saking banyaknya anggota keluarga dalam satu rumah, mereka terpaksa harus tidur bergantian dalam posisi duduk dan meringkuk.Â
Ibu Hasna berprofesi sebagai pemulung. Mahalnya harga kontrakan dijadikan alasan keluarga untuk tetap bertahan dalam rumah sempit tak layak huni.Â
Ibu Hasna adalah salah satu warga di wilayah RW 12, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johor Baru, Jakarta Pusat. Banyak warga lain yang mengalami kondisi serupa, sebagian dari mereka memilih untuk beristirahat di Balai Sekretariat RW 12. Kondisinya pun sangat memprihatinkan. Warga yang tidur di Balai Sekretariat RW 12 hanya menggunakan kursi panjang sebagai alas tidur atau tidur di lantai dengan terpal sebagai alas. (Kompas.com, 19 Nov 2024).
Sementara itu, di tempat lain masih banyak rakyat yang puluhan tahun harus merasakan hidup di kolong jembatan, di bantaran sungai atau di gang sempit yang tak sehat dan layak.
Padatnya penduduk di Indonesia tidak diimbangi dengan ketersediaan hunian yang layak bagi mereka.Â
Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo menyebutkan bahwa sebanyak 27 juta keluarga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni, dan sekitar 11 juta keluarga antri mendapatkan rumah layak. (Finance.detik.com, 4/12/2024).Â
Program tiga juta rumahÂ
Dalam laman Tempo.com, 1/12/1024 mewartakan bahwa Bapak Presiden Indonesia Prabowo Subianto dengan jajaran kementeriannya telah menginisiasi program tiga juta rumah guna memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat.Â
Dari total tiga juta perumahan, kurang lebih sebesar 20% akan dialokasikan sebagai rumah subsidi, dan sisanya untuk hunian komersial. Dua jenis hunian yang akan dibangun yaitu rumah tapak untuk wilayah dengan ketersediaan lahan luas dan rumah vertikal seperti apartemen dan rumah susun untuk wilayah perkotaan.
Proyek ini mencakup Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa, seperti kota Bekala di Medan, Talang Keramat di Palembang dengan area pembangunan mencakup 100 hektar, dan di Bantoa Makassar mencakup 90 hektar.Â
Tiga juta rumah per tahun merupakan program prioritas pemerintah, khususnya kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), bahkan termasuk opsi gratis untuk kategori tertentu .
Program ini juga dianggap sebagai penggerak sektor industri lain seperti pasir, genteng, dan material konstruksi yang lain, hingga perlengkapan rumah tangga.Â
Program pemerintah diatas sekilas dirasa bagai angin segar bagi masyarakat, namun dalam sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi pada keuntungan semata, tentu untuk mendapatkan hunian tersebut membutuhkan berbagai syarat dan ketentuan yang berlaku.Â
Faktor penyebabÂ
Belum terpenuhinya kebutuhan rumah layak bagi masyarakat disebabkan oleh faktor utama yaitu kondisi ekonomi yang melingkupi masyarakat. Semakin melambungnya harga tanah dan rumah namun tak sebanding dengan kenaikan pendapatan sehingga harga lahan dan rumah pun tetap tak terkejar masyarakat menengah kebawah. Meskipun pemerintah memberikan subsidi.Â
Lokasi lahan perumahan yang seringkali jauh dari fasilitas perekonomian dan sosial menjadi persoalan lain. Â
Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator yang ujung ujungnya akan menyerahkan penyediaan hunian kepada pihak swasta yang berorientasi pada materi (keuntungan).
Konsesi lahan oleh pihak swasta atas nama liberalisasi mengakibatkan lahan berada dibawah kendali korporasi. Konsesi atas nama liberalisasi terjadi pada barang tambang seperti semen, pasir, besi, batu, juga kayu dan hutan yang termasuk bahan bangunan.Â
Semua ini mengakibatkan rakyat sulit untuk menjangkau rumah hunian layak yang murah, terjangkau dan berkualitas.Â
Mengadakan Rumah Layak Bagi Masyarakat
Islam mengajarkan bahwa pemimpin adalah pengurus urusan umat. Seharusnyalah bertanggung jawab sepenuhnya menjamin kebutuhan dasar rakyat berupa hunian yang layak atau pantas dihuni oleh manusia. Sebuah hunian yang nyaman, aman, sebagai tempat berlindung dan menjaga kehormatan. Memenuhi aspek kesehatan, harga terjangkau, dan syar'i baik desain dan atau proses dapanya yang jauh dari riba, maisir (hal-hal yang diharamkan), dan garar (ketidakpastian). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Al Bukhari bahwa pemimpin adalah pengurus yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.Â
Pemenuhan kebutuhan papan masyarakat tidak boleh diberikan kepada pihak swasta. Negara wajib mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah berupa barang tambang, hutan, danau, laut, gunung yang sebagiannya merupakan bahan dasar pembuatan rumah dan mendistribusikannya kepada masyarakat.
Bagi rakyat yang tidak memiliki kemampuan membeli rumah, negara wajib menjamin pembangunan rumah untuk mereka. Atau bahkan memberikan mereka tanah secara cuma-cuma dan membangunkan rumah diatas nya. Semua itu dilakukan negara atas dasar pengurusan rakyat tanpa syarat apapun.Â
Wallahu a'lam bis sawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H