Pernahkah kamu membayangkan diri sebagai pahlawan super setelah menonton film favorit waktu kecil?Â
Atau mungkin kamu pernah ingin jadi putri dengan gaun menawan seperti di film Disney?
Saya ingat saat masih SD, baju favorit saya adalah baju dengan logo S di dada dan dengan "sayap" di belakangnya. Baju itu dibelikan oleh ibu di pasar malam saat kami sekeluarga berkunjung kesana.Â
Saya adalah pahlawan super!
Begitulah yang saya ucapkan sambil berkacak pinggang dengan pose gagah. Selanjutnya saya berlarian kesan kemari dengan tangan kanan mengepal lurus ke depan, dan tangan kiri mengepal di pinggang. Seolah saya sedang terbang menuju ke lokasi seseorang yang sedang membutuhkan bantuan saya.
Baju dengan logo S di dada membuat saya semakin menjiwai peran saya seperti sosok idola saya di TV kala itu.
Mengenakannya seakan saya siap menghadapi semua penjahat di muka bumi ini.
***
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa hampir sebagian besar anak kecil pernah membayangkan dirinya sebagai seorang pahlawan. Apalagi ketika mengenakan pakaian yang bergambarkan tokoh idolanya tersebut.
Apakah kamu juga begitu?
Konon katanya, pakaian yang kita kenakan bisa membentuk persepsi tidak hanya di benak orang lain yang melihat, namun juga bagi kita yang memakainya.
Misalnya saja, saat seorang anak TK yang bercita-cita sebagai polisi, mendapatkan tugas berperan sebagai polisi lengkap dengan segala atributnya ketika memperingati hari Kartini. Pastinya si anak tersebut akan berdiri dengan gagahnya.
Atau kita akan merasa lebih percaya diri bertemu dengan klien saat mengenakan pakaian terbaik kita. Apalagi jika klien tersebut adalah orang yang sangat penting.
Dengan mengenakan pakaian tertentu, seseorang bisa merasa sebagai seorang pahlawan. Oleh karena itu, setiap tokoh pahlawan super selalu identik dengan kostum yang menjadi ciri khasnya.
Namun, taukah kamu bahwa untuk menjadi pahlawan kita tidak perlu mengenakan kostum khusus?
Bahkan, dengan memperhatikan isi lemarimu kamu sudah bisa menjadi seorang pahlawan.
***
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat membaca sebuah artikel yang sangat menarik tentang fashion yang berkelanjutan atau dikenal dengan istilah sustainable fashion. Yaitu sebuah gerakan/pendekatan dalam industri fashion yang berfokus pada desain, produksi dan pemakaian pakaian yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat.
Konsep ini mencakup penggunaan bahan yang ramah lingkungan, praktik produksi yang etis, serta pengurangan limbah dan polusi.
Pentingnya sustainable fashion terletak pada kemampuannya untuk mengurangi dampak negatif industri fashion terhadap planet kita, sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekerja dan komunitas.
Industri fashion diketahui memiliki dampak lingkungan yang signifikan, mulai dari penggunaan sumber daya alam yang berlebihan hingga pencemaran yang dihasilkan selama proses produksi.
Setiap tahun, jutaan ton limbah tekstil berakhir di tempat pembuangan sampah, sementara proses pembuatan pakaian sering kali melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya yang mencemari tanah dan air.Â
Selain itu, industri ini juga merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global.
Saya jadi ingat ketika semasih kuliah dulu, setiap melewati jalan Imam Bonjol menuju rumah saya yang berada di Denpasar Utara, saya sering melihat aliran sungai di sepanjang jalan tersebut berwarna warni. Kadang berwarna merah, di hari lain berwarna biru. Bahkan terkadang berbuih lengkap dengan gelembung-gelembung kecil. Tentunya disertai bau menyengat yang menusuk hidung.Â
Daerah tersebut memang dikenal sebagai daerah pusat industri garmen di daerah Denpasar. Memang sempat ramai di koran mengenai industri garmen yang membuang limbahnya ke aliran sungai. Tapi saya tidak ingat bagaimana berita tersebut berakhir.
***
Sustainable fashion dikenal juga dengan istilah slow fashion. Yaitu sebuah konsep fashion yang menekankan pada kualitas, desain yang bertahan lama, dan praktik produksi yang berkelanjutan.
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga mengajak konsumen untuk lebih menghargai pakaian yang mereka miliki, menciptakan hubungan yang lebih baik antara manusia dan produk yang dikenakan.Â
Setidaknya, dengan pendekatan ini, kita enggak perlu ikutan arus mengganti lemari setiap kali ada tren baru.
Jika ada slow fashion tentu ada yang namanya fast fashion. Fast fashion adalah kebalikan dari konsep slow fashion.
Fast fashion merujuk pada produksi massal pakaian dengan cepat dan murah, sering kali mengorbankan kualitas dan etika demi keuntungan. Ini meliputi upah buruh yang rendah dan jam kerja yang tidak sesuai. Hal ini mendorong konsumerisme berlebihan dan menghasilkan limbah yang besar.
Biasanya fast fashion sangat disukai oleh kaum hawa. Karena ini berarti ada model baru yang terus bermunculan yang mengakibatkan isi lemari akan semakin bertambah. Padahal, mungkin hanya dipakai satu atau dua kali saja.
Apakah kamu termasuk orang yang selalu membeli baju ketika model terbaru muncul?
Ataukah kamu termasuk orang yang bajunya itu-itu saja?
***
Mau jadi pahlawan walau enggak punya kostum keren?
Pilih bahan yang tahan lama -- Memilih pakaian dengan bahan yang awet akan mengurangi kebutuhan untuk terus membeli yang baru.
Berbelanjalah dengan bijak -- Hindari membeli baju hanya karena sedang BIG SALE. Renungkan, apakah kamu memang membutuhkannya atau keinginan sesaat?
Jual kembali atau sumbangkan -- Punya banyak baju yang masih bagus namun jarang dipakai? Kamu bisa membuka thrift shop atau sumbangkan kepada mereka yang membutuhkan.
Cari brand yang peduli lingkungan -- Saat ini sudah mulai banyak bermunculan merk lokal yang menerapkan konsep sustainable fashion. Ini adalah sebuah langkah kecil yang memiliki dampak besar!
Jadi, siapa bilang perlu jubah keren dengan logo besar di dada untuk menjadi seorang pahlawan?
Langkah sederhana seperti lebih selektif dalam menambah isi lemari bisa membuat kita menjadi seorang pahlawan yang turut mengurangi limbah dan mencintai bumi.
Meskipun tampak sederhana, langkah kecil ini bisa membuat perbedaan yang sangat besar.
Sudah siap menjadi pahlawan dari isi lemari?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H