Momen tersebut begitu mirip dengan adegan yang selalu membekas di benak Sheila.
Cinta yang intens dan perpisahan yang menyakitkan---meskipun hanya sementara, rasanya seperti selamanya.
"Kamu lihat mereka?" Sheila menoleh sejenak, berbicara kepada "kawan lamanya."
"Mereka mengingatkanku pada Cinta dan Rangga. Perpisahan yang penuh emosi, meski mungkin suatu hari mereka akan bertemu lagi, tapi rasa sakitnya pasti luar biasa."
Suara tawa terdengar dari jauh, menarik perhatian Sheila. Ia melihat sebuah keluarga kecil yang baru saja bertemu di pintu kedatangan. Anak kecil berlari menghampiri ibunya yang baru turun dari pesawat, pelukan erat di antara mereka membuat Sheila teringat betapa bahagianya melihat kebersamaan itu.
"Lihat mereka," Sheila menunjuk dengan dagunya, "betapa bahagianya mereka. Kamu ingat kan, betapa sering kita menyaksikan momen-momen seperti ini?"
"Tentu saja aku ingat," jawab suara itu dengan lembut, "aku selalu bersamamu setiap kali kau datang ke sini."
"Kamu tahu, ada sesuatu yang magis tentang bandara. Setiap orang yang lewat membawa cerita mereka sendiri, dan kita hanya duduk di sini, menyaksikan potongan-potongan kehidupan."
"Kamu tidak pernah sendiri, Sheila. Aku selalu ada di sini untukmu," balas suara itu, penuh ketenangan.
Sheila tersenyum, perasaannya menjadi lebih ringan. "Aku tahu. Kamu selalu ada, setia menungguku di sini, bahkan saat aku terlalu sibuk untuk datang."
Seiring waktu berjalan, Sheila merasa semakin nyaman. Di sudut terminal, di antara suara orang-orang yang bergerak dan roda koper yang bergema, Sheila menemukan kembali kedamaian yang selama ini ia rindukan.Â