Pernahkah kamu merasa cemas atau stres, lalu tiba-tiba saja tanganmu sudah memegang barang belanjaan yang sebenarnya tidak kamu butuhkan?Â
Mungkin awalnya terasa menyenangkan, tapi kemudian muncul rasa bersalah. Fenomena ini dikenal dengan istilah doom spending. Banyak orang yang tanpa sadar terjebak dalam pengeluaran berlebihan ketika dilanda ketakutan akan masa depan atau sekadar ingin melarikan diri dari tekanan hidup.
Namun, di sisi lain, banyak yang menganggap bahwa pengeluaran ini hanyalah bagian dari self-care---cara merawat diri agar tetap waras di tengah kekacauan. Jadi, apakah doom spending sebenarnya berbahaya, atau bisa dianggap sebagai bagian dari self-care?
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah pengeluaran impulsif yang dipicu oleh perasaan takut, cemas, atau stres akan masa depan yang tidak pasti. Fenomena ini sering kali terjadi saat ada krisis global atau tekanan hidup yang berat, seperti selama pandemi, ketidakpastian ekonomi, atau bahkan masalah pribadi yang rumit.
Shinta, seorang wanita karir, mengalami hal ini secara langsung. Sebagai sosok yang karirnya sedang menanjak, tekanan pekerjaan yang dihadapinya pun semakin tinggi. Untuk meredakan stres, awalnya ia pergi ke mall untuk sekadar melepas penat.Â
Saat melihat sebuah tas lucu, ia berpikir tidak ada salahnya membelinya dengan harapan bisa mengurangi stres akibat pekerjaan. Namun, yang awalnya hanya untuk "me-time," lama-kelamaan menjadi sebuah kebiasaan.Â
Setiap kali Shinta stres, ia pergi berbelanja. Hingga tanpa sadar, barang-barang yang ia beli menumpuk di gudang dan menyebabkan masalah keuangan baru.
Self-Care: Investasi untuk Kesehatan Mental ataukah Alasan untuk Belanja?
Self-care sejatinya adalah tentang menjaga kesehatan mental dan fisik. Banyak orang menganggap self-care sebagai kegiatan yang membantu menjaga keseimbangan di tengah tekanan hidup. Namun, di era konsumtif seperti sekarang, konsep ini sering kali disalahartikan. Pengeluaran untuk hal-hal yang sebenarnya tidak mendukung kesejahteraan menjadi alasan untuk "merawat diri."
Contohnya, membeli peralatan skincare yang mahal mungkin terasa seperti bentuk self-care, padahal itu bisa menjadi jebakan pengeluaran yang tidak diperlukan.Â
Teman saya, Yona, dulu rutin treatmen di spa yang mahal setiap bulan karena merasa itu bagian dari self-care. Namun, setelah refleksi, dia menyadari bahwa meditasi dan olahraga memberikan manfaat lebih besar tanpa menguras kantong.
Doom Spending Vs. Self-Care: Apa Bedanya?
Jadi, apa yang membedakan doom spending dari self-care yang sehat?
Motivasi
Doom spending dipicu oleh rasa takut atau cemas yang mendalam. Ini adalah cara instan untuk meredakan ketegangan. Sementara itu, self-care sejati didasari oleh niat untuk benar-benar menjaga kesejahteraan diri.Dampak Jangka Panjang
Pengeluaran doom spending sering kali berujung pada stres keuangan dan penyesalan, seperti yang dialami oleh Shinta. Sebaliknya, self-care memberikan keseimbangan dan kebahagiaan jangka panjang, tanpa menimbulkan masalah baru.
Mungkin kamu pernah merasa membeli aksesoris lucu atau pakaian baru akan membuatmu merasa lebih baik setelah minggu yang melelahkan. Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar. Setelahnya, yang muncul adalah rasa bersalah dan tumpukan barang yang sebenarnya tidak kamu butuhkan.
Pengeluaran Sehat untuk Self-Care: Bagaimana Melakukannya dengan Bijak?
Bagaimana agar kita bisa tetap melakukan self-care tanpa terjebak dalam doom spending? Berikut beberapa tips yang bisa kamu coba:
Tetapkan Anggaran
Sisihkan anggaran khusus untuk kebutuhan self-care, dan pastikan pengeluarannya sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.Self-Care yang Tidak Melibatkan Uang
Cobalah kegiatan yang tidak memerlukan biaya, seperti meditasi, jalan-jalan di alam, atau membaca buku favorit di rumah.Buat Batasan Pengeluaran
Jika kamu merasa terlalu sering membeli barang untuk self-care, buat batasan pengeluaran yang realistis dan konsisten.Refleksi Diri Sebelum Membeli
Sebelum melakukan pembelian, tanyakan pada dirimu: "Apakah ini benar-benar membantu kesejahteraanku atau hanya dorongan sesaat akibat stres?"
Self-care ngga harus mahal seperti rutin spa tiap bulan tapi bisa dengan cara yang lebih sederhana, seperti menonton film favorit di rumah atau mencoba resep masakan baru.Â
Kesimpulan: Mana yang Lebih Baik, Menghabiskan atau Menahan?
Setelah melalui pengalaman doom spending, kita bisa belajar bahwa meski membeli barang memang bisa memberikan kebahagiaan sementara, tetapi kesejahteraan jangka panjang tidak datang dari belanja impulsif. Self-care yang sejati tidak selalu harus mahal atau impulsif.Â
Justru, dengan lebih bijak dalam merencanakan pengeluaran, kita bisa menjaga keseimbangan antara merawat diri dan tetap sehat secara finansial.
FAQ (Frequently Asked Questions) terkait Doom Spending
- Apakah doom spending sama dengan belanja impulsif?
Doom spending adalah bentuk belanja impulsif yang dipicu oleh rasa takut atau kecemasan tentang masa depan, sering kali terjadi di tengah krisis atau tekanan emosional. Bagaimana cara membedakan antara self-care dan doom spending?
Perhatikan motivasi dan dampak jangka panjang dari pengeluaran tersebut. Jika pengeluaranmu didorong oleh rasa takut atau stres, kemungkinan besar itu adalah doom spending.Apakah doom spending selalu buruk?
Doom spending tidak selalu buruk, namun sering kali berujung pada penyesalan dan masalah keuangan jika tidak terkendali.Mengapa self-care sering menjadi alasan pengeluaran berlebihan?
Self-care sering disalahartikan sebagai alasan untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan, padahal self-care yang sejati tidak harus selalu melibatkan uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H