Mohon tunggu...
Eka D. Nuranggraini
Eka D. Nuranggraini Mohon Tunggu... -

membaca hidup

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gurat Senja Merah (Bagian 29)

14 April 2016   08:09 Diperbarui: 14 April 2016   08:14 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Terima kasih, Mbak. Jadi merepotkan.”

Kakak Bayu itu kemudian duduk di kursi di depannya. Ibunya Bayu muncul dari dalam sambil membawa sebuah kotak kecil bewarna hijau, duduk disamping kakak Bayu dan meletakkan kotak yang dibawanya di atas meja. Kebisuan sesaat terjadi diantara ketiga wanita itu. “Rani.” Ibunya Bayu membuka pembicaraan. “Ibu mau minta maaf atas sikap ibu selama ini terhadap kamu, Ran.” Wanita tua itu terdiam sesaat. “Apalagi kejadian saat akan pemakaman Bayu waktu itu.” Ibunya Bayu menghela nafas, sementara Khaerani nampak terdiam berusaha mengingat kejadian waktu itu. “Ibu terbawa emosi. Waktu itu, kamu pasti ingin sekali melihat Bayu untuk terakhir kalinya. Kamu pasti sangat sedih dan terpukul, sama seperti halnya kami semua.”

Khaerani merasa kedua bola matanya terasa panas dan mulai penuh oleh air mata. “Saat itu, saya ingin berlari, memeluknya dan mengatakan kalau saya sangat mencintainya dan ingin bersama dengannya selamanya.” Air matanya tak terbendung lagi, mengalir dikedua pipinya. “Saya juga minta maaf sama ibu, karena telah membuat hubungan ibu dan Bayu menjadi kurang baik.”

            “Ibu yang salah, Ran. Ibu terlalu egois, tidak mengerti bagaimana perasaan Bayu. Bayu sangat menyukai dan mencintaimu. Dia menjelaskan bahwa bukan suatu kesalahan jika dia mencintaimu, yang dianggapnya sebagai perempuan terbaik dan sempurna untuknya. Kamu tahu, selama dia di rumah sakit provinsi itu, dia selalu menanyakan kamu, Rani.”

            Khaerani menyeka airmata yang mengalir dikedua pipinya dengan punggung tangannya. “Saya sangat menyesal dan mungkin ibu juga tidak memaafkan saya, karena tidak bisa menjenguk dan mendampinginya disana. Tapi Bu, sejujurnya, saya ingin sekali berada disampingnya setiap waktu.”

            “Ibu tahu. Saat itu ibu begitu marah sama kamu, karena satu-satunya perempuan  yang sangat Bayu cintai tidak berada disampingnya sampai akhir hidupnya. Hingga akhirnya, kamu datang untuk melihatnya sebelum pemakaman, ibu menjadi sangat emosi. Tapi setelah itu ibu baru sadar, tidak mungkin kamu akan selalu menemani Bayu. Disamping jarak yang terlalu jauh, kamu juga pasti punya kesibukan sendiri bersama keluargamu. Sekali lagi, ibu minta maaf.”

            “Kamu tidak marah dan benci lagi dengan kami kan, Ran?” sahut kakak Bayu.

            “Saya tidak pernah marah ataupun membenci keluarga ini, Mbak.”

            “Syukurlah kalau begitu. Dan, ibu sudah tidak marah lagi sama Rani, kan Bu?” Ibunya Bayu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Wanita itu kemudian memegang kotak kecil diatas meja dan mendorongnya ke arah Khaerani sambil mengatakan kalau kotak kecil itu adalah miliknya dan mengatakan kalau benda didalam kotak kecil itu adalah benda berharga terakhir yang Bayu beli sebelum kesehatannya menurun dan harus dibawa ke Rumah Sakit di kota Provinsi. Khaerani tidak mengerti apa maksud dari perkataan ibunya Bayu tersebut.

            “Ambillah, Ran,” kata kakak Bayu.

            “Ambil dan bukalah,” kata ibunya Bayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun