29 Cincin
“Silakan masuk Ran,” kakak Bayu mempersilakan Khaerani untuk masuk ke rumah. Sementara ibunya Bayu sudah masuk terlebih dahulu.
“Iya Mbak.” Khaerani melihat rumah Bayu tidak banyak berubah. Warna cat dinding dan pagar rumah masih tetap berwarna hijau. Pot-pot tanaman hias masih tetap ada dan beberapa tanaman nampak lebih besar, tinggi dan rimbun. Pandangannya tertuju pada tanaman melati di depan teras yang bunga-bunganya nampak bermekaran. Pikiran Khaerani melayang ke sosok Bayu dan teringat akan perkataannya.
“Aku heran. Kenapa ibuku suka sekali dengan bunga melati, sampai ditanam di depan dan di belakang rumah.”
“Karena cantik dan wangi,” jawab Khaerani.
“Wangi memang. Tapi wangi kematian!” jawab Bayu.
Khaerani duduk di ruang tamu keluarga Bayu. Gadis itu tiba-tiba merasa ada seribu bayangan Bayu mengelilinginya. Memori tentang laki-laki yang sangat dicintainya itu seakan diputar kembali didepan matanya. Diperhatikannya foto keluarga Bayu yang terpasang di dinding, bapaknya, ibunya, kakak laki-lakinya, kakak perempuannya dan Bayu. Suara canda dan tawa Bayu tiba-tiba terngiang ditelinganya, juga senyum dan segala tingkahnya bermain dibenaknya.
“Silakan diminum, Ran,” suara kakak Bayu yang menyuguhkan minuman membuyarkan lamunan Khaerani.