Mohon tunggu...
Eka Dharmayudha
Eka Dharmayudha Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pasca Sarjana Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI

Menyukai politik, sepakbola, dan menulis puisi. Kenal lebih dekat melalui instagram saya @ekadharmayudha

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2024 dan Ketegangan US-China di Kawasan Pasifik

28 Agustus 2023   18:39 Diperbarui: 28 Agustus 2023   19:09 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia akan menghadapi tahun pemilu di 2024. Tensi politik perlahan-lahan mulai memanas dengan mulai terbentuknya kekuatan relawan-relawan dari ketiga bakal calon presiden yang ada. Namun, seperti halnya di negara lain, pemilu Indonesia juga akan mendapatkan perhatian dari dua negara besar dunia yaitu China dan Amerika Serikat. Posisi strategis Indonesia secara geografis dan juga pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, menjadikan Indonesia sebagai pemain penting dalam catur geopolitik dunia.

Meningkatnya ketegangan China dan US di pasifik mendorong kedua negara untuk membangun aliansi yang kuat baik secara ekonomi dan politik, maupun secara militer. US sendiri telah memperlebar garis pertahanan pasifiknya dengan membangun pangkalan militer di pulau-pulau terluar Jepang yang menghadap langsung pada China, hingga membuka pangkalan militer baru di Fillipina. Memanfaatkan ketakutan negara-negara yang memiliki ketegangan dengan China di Pasifik, Amerika menawarkan bantuan dengan pengerahan kekuatan perang untuk membantu negara-negara Asia tersebut. China pun tak tinggal diam. 

Modernisasi angkatan perang dan peningkatan anggaran militer menjadi strategi bagi China untuk melawan balik pergerakan US di kawasan pasifik. Namun pengembangan militer bukan satu-satunya cara bagi China untuk memperkuat dominasinya di dunia. Investasi besar-besaran pada infrastruktur di negara-negara berkembang menjadi salah satu strategi politik China untuk mempertegas dominasinya sebagai antitesa US. Tak terkecuali Indonesia. Hampir sebagian besar proyek-proyek strategis nasional dibiayai oleh China sehingga Indonesia mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi nasionalnya. US dan China butuh Indonesia untuk memperlancar rencana mereka mendominasi pasifik.

Dari ketiga kandidat yang ada, belum ada satupun yang membahas persoalan geopolitik yang berkembang hari ini. Ini tentu meresahkan mengingat pergeseran dinamika politik dunia dari unipolar menjadi multipolar, serta kemunculan BRICS, akan merubah paradigma geopolitik dunia di masa yang akan datang. Dari ketiga kandidat bacapres yang ada, tidak ada yang secara langsung akan memberikan keuntungan pasti pada US ataupun China. Anies Baswedan secara gagasan politik, melihat pembangunan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia sebagai prioritasnya. Gagasannya mengarah pada kepentingan air bersih, integrasi infrastruktur publik, hingga membangun sistem kesehatan yang preventif, sehingga secara analisa cepat, Anies Baswedan akan melihat ketegangan US-China dalam perspektif kepentingan nasional Indonesia. 

Sementara Prabowo Subianto melihat dinamika politik global sebagai ancaman terhadap kedaulatan nasional dan memanfaatkan jabatannya sebagai menteri pertahanan untuk memperkuat angkatan perang Indonesia. Pembelian jet-jet tempur selama masa jabatannya memperlihatkan Prabowo Subianto sedang membaca konflik pasifik akan mengarah pada situasi perang yang tak terduga dan Indonesia harus bersiap menghadapinya. 

Dari sisi Ganjar Pranowo, ia merupakan pemimpin yang populis sehingga sulit membaca seorang Ganjar Pranowo akan bersikap terhadap ketegangan yang terjadi di pasifik. Secara politik, ia "mungkin" akan menggunakan kekuatan dua negara yang sedang berkonflik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan nasional Indonesia. Secara tidak langsung, investasi dari US dan China tidak akan berkurang ke Indonesia, namun akan terjadi pergeseran jumlah investasi yang akan dikeluarkan dari kedua negara.

Sejauh ini, Presiden Jokowi selalu bersikap netral terhadap ketegangan yang terjadi di pasifik. Untuk beberapa kebijakan nasional yang dikeluarkan, Presiden Jokowi terlihat lebih condong ke China. Bukan tanpa sebab, China merupakan alasan Presiden Jokowi mampu melakukan pembangunan infrastruktur yang massif selama masa pemerintahannya. Namun dari ketiga bakal calon presiden yang ada, belum nampak siapa diantara US dan China yang akan lebih diuntungkan. Sehingga kedua negara besar tersebut akan menerapkan wait and see untuk menganalisa gejolak politik Indonesia dan akan bersikap pasca pilpres 2024. Secara politik, China sedang unggul dari Amerika Serikat. 

Kepercayaan negara-negara berkembang di dunia sedang tinggi kepada China dengan konsep kerjasama global ala timur yang jauh berbeda dari yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Ini jelas membuat Amerika Serikat akan berusaha sekeras mungkin untuk membendung laju pengaruh China. Indonesia sebagai salah satu mitra Amerika Serikat, jelas krusial perannya seperti di masa lampau ketika Indonesia dijadikan Amerika Serikat sebagai tameng membendung penyebaran komunisme di Asia. Sementara Amerika Serikat telah berhasil membangun pangkalan militernya di Singapore, Phillipines, dan Australia, China jelas butuh Indonesia untuk mengamankan kawasan maritim mereka. Posisi strategis Indonesia di maritim, membuat China melihat Indonesia akan menjadi kunci bagi China untuk melawan dominasi Amerika Serikat di kawasan pasifik.

Meski Presiden Jokowi terlihat masih kuat secara politik dan banyak pihak yang menunggu ke mana Presiden akan memberikan dukungannya, namun tidak ada jaminan presiden yang dipilih oleh Presiden Jokowi tidak akan secara berat sebelah mendukung salah satu kekuatan besar di kawasan pasifik. Ini tentu membuat China dan US perlu berhitung dengan baik terhadap Pilpres 2024 agar rencana mereka menguasai pasifik bisa terwujud. Untuk itu, penting bagi ketiga bakal calon presiden yang ada hari ini, melihat perkembangan dinamika geopolitik dunia sebagai sesuatu hal yang krusial bagi masa depan Indonesia dan melepas diri mereka dari populisme agar kedaulatan dan ketahanan nasional Indonesia di masa depan mampu menjadi lebih kuat terhadap pengaruh ketegangan US dan China di kawasan Pasifik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun