Mohon tunggu...
Eka Dharmayudha
Eka Dharmayudha Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pasca Sarjana Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI

Menyukai politik, sepakbola, dan menulis puisi. Kenal lebih dekat melalui instagram saya @ekadharmayudha

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Gen Z, Media Sosial, dan Peran dalam Politik

22 Agustus 2022   15:45 Diperbarui: 23 Agustus 2022   07:19 1853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gen z dan media sosial.| DOK. Freepik/pch.vector via Kompas.com

Media sosial mendorong Gen Z untuk lebih aktif bersuara melalui media sosialnya masing-masing dalam rangka menyuarakan kritik, atau menggalang aksi bersama, lewat cara-cara yang kreatif maupun nyeleneh. 

Meski tidak saling terkoneksi di dunia nyata, komunitas/pertemanan yang dibangun di dunia maya mampu mempersatukan keinginan antara satu orang dengan yang lainnya dalam rangka mewujudkan tujuan mereka bersama. Hubungan Gen Z dan internet ini pula yang mengubah orientasi pada Gen Z. Gen Z lebih berorientasi pada hasil daripada proses. 

Karakteristik ini terakomodasi di internet. Media sosial memungkinkan Gen Z untuk melakukan kampanye dan konsolidasi secara cepat dan tanggap. 

Greta Thunberg dan Joshua Wang pun media sosial untuk mengkampanyekan isu-isunya. Greta Thunberg menggunakan media sosial untuk menentang kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan. Ia berhasil menjaring massa dalam jumlah yang besar untuk terlibat dalam gerakannya. 

Begitupun dengan Joshua Wong. Pelajar ini menggunakan media sosial untuk menentang kebijakan pemerintah China di Hongkong. Dibantu teman-teman sekolahnya, ia berhasil menggerakkan massa untuk melakukan salah satu demo terbesar di Hongkong. Bahkan saat ini, ia mendirikan partai politik. Meski sudah mengumumkan untuk bertarung dalam pemilu, Wong dijegal untuk bisa ikut dalam pemilu di Hongkong. 

Di Indonesia, salah satu aksi terbesar yang diinisiasi melalui internet terjadi pada tahun 2019. Ketika itu, media sosial dipenuhi oleh tagar #reformasidikorupsi. Tagar ini mendorong aksi massa yang besar, terbesar setelah reformasi 1998. 

Melalui media sosial, seluruh informasi tentang aksi, laporan mahasiswa hilang, hingga aksi-aksi lanjutan, terkoordinasi dengan baik dan cepat.

Richard Carufel | agilitypr.com
Richard Carufel | agilitypr.com

Gerakan/kampanye/aksi yang terkoordinir melalui media sosial ini merupakan gaya baru dalam politik, di Indonesia maupun di dunia. Partisipasi politik di dunia maya ini membentuk pengalaman bagi Gen Z itu sendiri. 

Di Indonesia, Gen Z merupakan generasi yang dibentuk oleh pengalaman sejarah pasca reformasi dan menjalani peralihan umur menuju masa dewasanya ketika politik identitas menguap ke permukaan. 

Politik identitas ini juga sejalan dengan tumbuhnya pertentangan kelas antara kelas menengah urban dengan kelompok identitas religius. Generasi ini juga sering mendapatkan label sebagai generasi yang apatis terhadap politik, mudah cemas, hingga pragmatis terhadap ekonomi. Internet memiliki peran penting membentuk mentalitas instan pada Gen Z. 

Namun pada beberapa kasus, seperti Greta dan Joshua, internet mampu memberikan kemudahan untuk tanggap dalam melihat isu yang sedang berkembang hari ini. Gaya politik inilah yang menyebabkan Gen Z memiliki kekuatan di masa depan untuk mampu memengaruhi kebijakan politik. 

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Politico, Gen Z memiliki kecenderungan untuk tidak mencoblos saat pemilu, namun gemar melakukan protes dalam bentuk demo. Ini terjadi akibat dari ketidakpuasan Gen Z terhadap pilihan politik yang tersedia. 

Namun, keinginan untuk melakukan perubahan begitu besar, sehingga satu-satunya cara yang bisa dilakukan mereka ialah berkumpul melalui media sosial dan melakukan protes di jalanan. Ini bisa disaksikan di Indonesia ketika Gen Z memilih untuk mengkampanyekan isu melalui media sosial dan membentuk kesadaran bersama, ketimbang berharap pada partai politik ataupun politisi untuk melakukan perubahan yang diinginkan.

Sebagai digital native angkatan pertama, Gen Z Indonesia memiliki corak yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Media sosial mendorong perubahan karakter pada Gen Z. Gen Z kini cenderung menjadi lebih individualistik, alih-alih memilih untuk mengafiliasi dirinya pada kelompok tertentu. 

Konsumsi informasi menjadi kunci bagi Gen Z untuk terlibat dalam setiap momen. Media sosial menjadi referensi sekaligus alat partisipasi dalam diskursus publik. Tren menunjukkan anak muda berpolitik lewat beragam cara. 

Corak lainnya yang berbeda dari generasi sebelumnya adalah makin banyaknya aksi yang dilakukan secara personal dan diinisiasi oleh individu, bukan organisasi. 

Contohnya, menjadi social influencer lewat unggahan di Facebook atau Instagram, menyampaikan pendapat di Tiktok, menghimpun dana sosial lewat Kitabisa.com, mengajukan petisi via Change.org, menulis gagasan lewat Twitter ataupun kolom opini, hingga membuat meme untuk menyindir pejabat.

Selain itu, sebuah survei di AS menunjukkan bahwa Gen Z tidak lagi terpaku pada sosok. Gen Z lebih tertarik pada sebuah gagasan atau isu yang dibawa oleh kandidat. Isu-isu yang menjadi prioritas antara lain; lapangan pekerjaan, pemerintahan yang baik, krisis iklim, keragaman, dan kesetaraan. Meski belum ada survei serupa dilakukan di Indonesia, namun kecenderungan yang sama bisa saja terjadi di Indonesia. 

Misalnya pada isu yang digemari. Isu-isu seperti lapangan pekerjaan, pemerintahan yang baik, hingga keragaman menjadi isu penting bagi Gen Z. Pada sosok tokoh, kesimpulan awal bisa diambil dengan mengatakan bahwa Gen Z Indonesia tidak lagi terpaku pada satu sosok tertentu. 

Ini tak terlepas dari kegelisahan Gen Z pada perilaku aktor politik di Indonesia yang tak memiliki autentisitas, terlebih mengenai isu-isu yang berkembang. Autentisitas ini merupakan salah satu faktor utama bagi Gen Z dalam melihat aktor politik. 

Sosok Alexandria Cortez di AS adalah salah satu contohnya. Ia menjadi populer dengan ketegasan dan kepadatan pesan yang disampaikannya. Ia sering memperlihatkan kegiatannya sebagai anggota parlemen melalui media sosialnya. Jadi, walaupun sering bersebrangan pendapat, namun ini diapresiasi oleh Gen Z sebagai bentuk autentisitas.

Pemilu 2024 memang masih jauh, namun aktor-aktor politik sudah mulai mengambil langkah guna memenangkan kontestasi. Meski belum terlalu terlihat, beberapa strategi guna meraup suara Gen Z sudah mulai dilakukan. Banyak partai politik mulai merekrut influencer-influencer muda guna meraup suara Gen Z. Selain itu, politisi juga sudah mulai mengaktivasi media sosial seperti Tiktok. 

Gen Z di 2024 akan memegang peran penting, mengingat karakteristik mereka yang berbeda dari generasi sebelumnya, serta jumlah mereka yang banyak dalam demografi penduduk Indonesia. Meski dilabeli sebagai generasi yang lebih rasional, namun problem seperti ruang pendidikan politik yang minim akan menjadi permasalahan tersendiri nantinya. 

Saat ini, masih banyak Gen Z yang enggan terlibat dalam partai politik akibat dari sistem kaderisasi yang masih tradisional sehingga menghilangkan peluang Gen Z untuk bisa berbicara lebih banyak di politik. 

Pada akhirnya mereka memilih untuk menetapkan batasan keterlibatan dalam politik dengan lari ke ruang-ruang dunia maya dan menjelma menjadi individu yang saling terkoneksi melalui internet. 

Pemilu 2024 akan jadi momentum penting bagi Gen Z karena masa depannya akan sangat ditentukan oleh hasil pemilu tersebut. Lalu pada akhirnya kita sampai pada pertanyaan, sejauh mana Gen Z mampu mengubah perpolitikan di Indonesia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun