Nahwu Al-Jurumiyyah dijelaskan bahwa Ilmu nahwu adalah ayahnya ilmu, sedangkan ilmu shorof sebagai ibunya, Ketika keduanya dipadukan maka akan bermunculan ilmu-ilmu yang lain karena nya, sebagaimana perpaduan ayah dan ibu ia menghasilkan sebuah anak. Ilmu nahwu dan shorof merupakan dua ilmu yang tidak bisa dipisahkan , sebab tanpa salah satunya maka tidak akan bisa menghasilkan sesuatu (ilmu yang lain) dengan sempurna. Kedua ilmu tersebut diistilahkan dengan ilmu alat, dengan alat kitab bisa membikin sesuatu dengan sempurna.
Dalam muqodimah buku karangan Abu An'im yang berjudul Sang Pangeran- Pentingnya Ilmu Shorof
Seseorang jika hanya ahli dalam bidang nahwu maka sangat mungkin ia melakukan kesalahan dalam memahami kalam arab, kami contohkan :
Bagi seseorang yang hanya paham ilmu nahwu , maka ia akan menerjemahkan contoh tersebut demikian : "Barang siapa yang berbicara dibawah pohon maka batal wudhunya" . Ini pemahaman yang sangat keliru, sebab tidak ada keterangan dalam kitab-kitab fikih yang menerangkan mengenai kebatalan wudhu seseorang yang bicara di bawah pohon . Tetapi bagi orang yang paham akan ilmu nahwu dan shorof ia akan menerjemahkan demikian "Barang siapa qoululah (tidur tengah hari), maka batallah wudhunya" pemahaman seperti ini sesuai dengan keterangan dalam fikih . Lafadz dalam contoh tersebut adalah fi'il bina' ajwaf ya'i, bukan ajwaf wawi. Tidak akan tetapi / yang artinya (tidur tengah hari).
2. Pentingnya Ilmu Nahwu
Begitu juga orang yang hanya ahli dalam ilmu shorof saja, dia juga besar kemungkinan akan salah dalam memahami kalam arab, kami contohkan :
Bagi seseorang yang hanya paham ilmu shorof, maka dia akan menerjemahkan contoh tersebut demikian "Barangsiapa yang berwudhu dengan air kencing anjing, maka sah wudhu-nya" . Ini pemahaman yang sangat keliru , sebab tidak ada dalam keterangan kitab fikih bahwa air kencing anjing dapat digunakan untuk berwudhu.
Tetapi bagi orang yang paham akan ilmu nahwu dan shorof maka ia akan menerjemahkan demikian "Barangsiapa telah berwudhu lalu terkena / bertemu dengan air kencing anjing, maka tetap sah wudhunya/tidak batal wudhunya". Pemahaman seperti ini sesuai dengan keterangan dalam kitab fikih. Huruf jar Ba' disitu berfedah ilshoq (bertemu), bukan berfaedah isti'anah (minta bantuan/bahwa lafadz setelah ba' dijadikan alat berwudhu).
Dari situ jelaslah bahwa ilmu nahwu dan shorof merupakan dua bidang keilmuan yang tidak bisa dipisahkan, berguna untuk menghindari dari keliru dalam mengartikan atau memahami kalam arab.
Maka dari itulah kuasai dua ilmu tersebut (ilmu alat), agar kalian menjadi orang yang mahir dalam segala ilmu. Ada sebuah maqolah :
" "
"Barangsiap yang menguasai satu cabang ilmu, niscaya ia juga bisa menguasai ilmu yang lain (yakni ilmu alat)."
3. Ilmu nahwu dan Shorof sebagai Kunci Segala Ilmu
Imam Al-Kasa'I berpesan kepada murid-muridnya "Bahwa dengan menguasai ilmu nahwu shorof saja, sebenarnya telah cukup". Meskipun tidak mempelajari cabang keilmuan yang lain. Berikut ini maqolah beliau :
"Barang siapa yang menguasai satu disiplin ilmu, maka ia akan mendapat petunjuk untuk mencapai ilmu-ilmu yang lain"
Abu Yusuf, santri imam Abu Hanifah, mewakili kelompok fuqoha' sangat jengkel dengan jargon-jargon yang sering dilontarkan oleh imam Kasa'i ini. Dalam sebuah pertemuan suatu Ketika abu yusuf berjumpa dengan imam Kasa'i . Kesempatan ini digunakan oleh Abu Yusuf untuk menanyakan masalah fikih yang cukup sulit dengan tujuan untuk menguji kebenaran maqolahnya.
Berkata Abu Yusuf : "selamat datang wahai imam Kasa'i, imam orang Kuffah, aku sering mendengar maqolahmu yang menurutmu dengan menguasai satu disiplin ilmu berarti juga menguasai ilmu-ilmu yang lain. Aku ingin tahu apakah engkau juga menguasai fikih?"
Silahkan bertanya apa saja tentang fikih, "bukankah engkau terkenal sebagai imamnya para fuqoha'?." jawab imam Kasa'I dengan enteng . "begini pertanyaanku" , sambut Abu Yusuf. " jika orang lupa melakukan sujud syahwi sampai tiga kali, apakah masih disunnahkan sujud sahwi lagi? "
Dengan suara mantap imam Kasa'I menjawab " menurutku tidak . karena menurut kaidah nahwu sesuatu yang telah di tasygir tidak boleh ditasygir lagi. Seperti lafadz Ketika ditasygir , menjadi dengan menambah ya' . setelah menjadi maka tidak boleh ditasygir lagi , dengan menambah ya' yang lain".
Imam Abu Yusuf dibuat kagum oleh imam Kasa'I ini. Sungguh tepat jawabannya dan tidak menyimpang dari pendapat fuqoha'. Nampaknya benar kata peribahasa : "tidak ada rotan akarpun jadi" , "tidak ada fikih nahwupun jadi".
Demikianlah uraian singkat mengenai pentingnya kita menguasai ilmu nahwu dan shorof, semoga dengan lantaran ini kita menjadi lebih bersemangat untuk belajar, semoga bermanfaat.
Wallahu'alam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H