Mohon tunggu...
Eka Budi Pertiwi
Eka Budi Pertiwi Mohon Tunggu... -

mahasiswi PKNH di salah satu universitas negeri di Kota Pelajar.Brusaha tersenyum dalam usaha menemukan kembali kepingan kaca yang tlah pecah, dan slalu bersyukur akan karunia Tuhan..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesetaraan Gender Awal Resolusi Keadilan Sosial

10 Juni 2011   07:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:40 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah lebih dari 80 tahun Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) menjadi simbol perjuangan yang ingin diraih kaum perempuan di berbagai belahan dunia manapun. KKG adalah sebuah frasa yang lekat dengan bahasa perjuangan para aktivis perempuan, kaum cendekiawan, hingga para birokrat. Gender dipahami sebagai perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Berbeda halnya dengan seks/kodrat yaitu jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu, tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya. Perbedaan penafsiran itulah yang acapkali menjadikan perempuan sebagi objek ketidakadilan laki-laki. Padahal secara gender posisi mereka ialah sama.

Perlu ditegaskan lagi bahwa kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Keadilan gender merupakansuatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Namun, kenyataan yang terjadi pada bangsa Indonesia dimana masyarakat madani telah menjadi ciri bangsa ini tetapi dalam konteks real hal itu hanya berlaku secara konseptual saja. Ketidakadilan masih kerap terjadi pada bangsa ini terutama pada bias gender ; misalnya marginalisasi, subordinasi, stereotipe/pelabelan negatif sekaligus perlakuan diskriminatif. Tidak dipungkiri sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Pandangan yang demikian lah yang pada banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri.

Contoh di atas adalah salah satu permasalahan yang kerap menimpa kaum hawa setelah berumah tangga. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nakah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi. Tak sedikit dari kaum hawa tersadar bahwasanya kebebasan mereka untuk berkarir, untuk berpolitik, untuk menetaskan pikiran, untuk menuntut haknya di luar sana telah dirampas. Bagaimana bisa seorang hawa dapat berdiri tegar ,kokoh dan menjadi pribadi yang tangguh tanpa ada upaya untuk memperoleh haknya kembali.Sudah saatnya perempuan sadar. Sudahsaatnya mereka bangun untuk menuntut haknya. Perempuan adalah warganegara yang sudah sepantasnya diperlakukan secara adil tanpa membedakan gendernya. Lagipula di dalam konstitusi bangsa Indonesia telah diatur secara jelas bahwa setiap warganegara berhak mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan maupun tertulis dan mereka pula berhak memperoleh pekerjaan yang layak. Hal ini telah jelas bahwa tiada pembedaan antara gender baik laki-laki maupun perempuan sehingga para laki-laki sudah seharusnya tergugah untuk segera mengembalikan hak-hak dan kedaulatan perempuan yang mungkin selama ini tanpa sadar telah mereka renggut. Jika keadilan dan keseteraan gender tercipta hal ini dapat berdampak baik pada berkurangnya tingkat penindasan dan diskriminasi terhadap kaum hawa sehingga keadilan puntidak hanya dirasakan oleh perempuan tetapi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun