Mohon tunggu...
Eka Budi Utari
Eka Budi Utari Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Uinsu , Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir

KKN DR 22 UINSI 2020

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tolak Ukur Kebenaran bagi Seorang Muslim

17 Agustus 2020   11:58 Diperbarui: 17 Agustus 2020   12:06 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Eka Budi Utari

(Mahasiswa Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir,

Kelomok KKN DR 22 UINSU 2020)

Hari ini kita melihat banyak orang yang menjalani kehidupanna tanpa pppetunjuk (hidayah), melakukan berbagai aktivitas tanpa memiliki standar  untuk mengukr kebenaran perbuatannya, menjadi suatu yang lumpar ketika  kita menjumapai orang lain merasa benar ketika melakukan kesalahan, meninggalan perbuatan terpuji karena menyangka sebagai  perbuatan tercela, misalnya seorang wanita muslimah yang meampakkan auratnya dan  tidak menututup aurat secara sempurna. Masih ada wanita muslimah yang menganggap menutup aurat dengan hijab itu tidak trendiri, masih ada yang merasa hijab itu panas atau gerah, dan yang paling parah mengatakan menutup aurat secara sempurna itu membatasi aktivitasnya.

Fenomena seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja, tapi negeri-negeri Islam seperti  Beirut, Damaskus, Kairo, maupun Bagdad yang membuka lengannya  dengan menampakkan lengan , keindahan dan kecantikan tubuhnya. Mereak merasa itu adalah hal yang terpuji. Masih banyak lagi contoh dari perbuaan tercela yang dianggap terpuji, bahkan ini mayoritas dilakukan oleh kalangan manusia, yaitu mengghibah, dalam dunia hiburan sendiri mengghibah dianggap sebagai sesuatu yang sangat asyik untuk dibahas, bahkan dijadikan sebagai ajang untuk meraup pundi-pundi keuangan, dengan dikemas secara apik dan menarik.

Dilansir dari Liputan6.com, (21/52019). Menurut studi dari jurnal Social Psychological and ersonality Science seseorang menghabiskan waktu sekitar 52 menit setiap hari untuk bergosip, dimana gosip bisa jadi ajang berbagai informasi, selain itu gosip juga dapat meningkatkan kerja sama kelompok dan membuat aggotanya tidak terlalu egois.

Perbuatan tercela dianggap benar jika memiliki suatu manfaat, walaupun itudapat merugikan orang lain, sebaliknya suatu perbuatan tercela dapat dinilai tercela apabila dianggap merepotkan, dan mengganggu kenayaman sendiri. Secara naluri pasti akan melakukan sesesuatu jika dianggap bisa mendatangkan maanfaat baginya, namun sebagai seorang muslim pasti memiliki standar kebenaran yang akan menjadi hidaya (petunjuk) dan akan mendatang kerdoan Alla SWT dan akan memberikan pahala dan nanti akan digantikan dengan syurga, apabila diikuti.  Allah SWT  adalah Al-Khalik (pencipta) dan AL-Mudabbir (pengatur) atas alam semsta dan seiisinya.

Adapun tolak ukur kebenaran seorang  Muslim adalah al-Quran dan Sunnah. Wujud manifestasi dari keimanan seorang muslim kepada kitabullah dan kenabian Muhammad saw adalah meyakini dan menerapkan seluruh ketetapan yang termaktub di dalam AlQuran dan Sunnah , serta mewajibkan dirinya untuk menjadikan al-Quran dan Sunnah dan yang ditunjuki oleh keduanya sebagainsatu-satunya tolak ukur dalam berfikir dan berbuat, dimana Al-Quran dan Sunnah wajib dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum untuk menetapkan kebenaran , Al-Quran telah secara gamblang menjelaskan dalam Al-Quran:

Artinya:

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa".

(TQS Al-An'am:153).

Dalam tafsir Jalalyn dijelaskan,  (Dan bahwa) dengan memakai harakat fatah mentakdirkan lam, dan dengan memakai harakat kasrah sebagai jumlah isti'naf/permulaan (hal ini) apa yang Kami pesankan kepada kamu (adalah jalan-Ku yang lurus) menjadi hal (maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan) cara-cara yang bertentangan dengannya (karena jalan itu mencerai-beraikan) dengan membuang salah satu di antara dua huruf ta, yakni akan menyelewengkan (kamu dari jalan-Nya) agama-Nya (yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa

Arinya:

Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan dia Pemberi Keputusan yang paling baik".

(T.QS. al-An'aam:153)

.Artinya:
"Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu".

(T.QS. Al-An'aam :114)

 Dalam menafsirkan surah Al- An'aam:114, Imam Qurthubi berkata,  "Maka patutkah akau mencari hakim selain Allah, padahal Dialahyang memberikan perlindungan, padahal Dia telah menurunkan kitab (Al-Quran) kepadamu dengan jelas?".

Dalam ayat diatas Allah juga memerintahkan kaum muslim agar menjadikan ketetapan Rasul (sunnah Rasul)  sumber hukum yang wajib diimani dan ditaati. Bahkan  siapa sajayang tidak mentaati Allah maka ia keluar dari Islam:

Artinya:

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.

(T.QS. An-Nisa': 60-61)

Maka sebagai seorang muslim bukan asas manafaat dan kenyamanan yang menjadi asas tolak ukur kita dalam melakukan perbuatan, tetapi Al-Quran dan AS-Sunnah yang dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum yang menjadi landasan kita dalam mengambil atau menetapkan suatu hukum. Jangan sampai seorang muslim menjadikan standar kebenarannya dengan pemahan lain selain Islam.Fathy Syamsuddin Ramadlan Al-Nawi ( Islam Menjawab!)

Seorang muslim harus menyadari betapa pentingnya menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai standar kebenaran,  standar berfungsi untuk menilai  hakika suatu perbuatan sebelum mengerjakannya, luar biasanya Islam telah menetapkan standar kebenaran bagi seorang muslim, sehingga dapat mengetahui mana perbuatan terpuji yang harus dikerjakan dan mana perbuatan tercela yang harus ditinggalkan, standar perbutanini pun dikemas dalam bentuk syariat yang pastinya bersumber dari sumber yang shahih yaitu, al-Quran dan Sunnah.

Standar ini bersifat permanen, oleh karena itu perbuatan terpuji seperti jujur, menepati janji, berdakwah, menutu aurat dan menjaga jarak kepada yang bukan mahram tidak akan pernah berubah menjadi tercela, begitupun sebaliknya pacaran, menyontek, mempertontonkan aurat, dugem dan berdua-duan dengan yang mahram, tidak akan pernah berubah menjadi tercela. Bagi syara' yang namanya tercela akan mejadi tercela dan yang terpuji akan menjadi terpuji.

Allah SWT sebagai Sang Khalik tahubahwa manusia akan cenderung kepada akal, persaan dan hawa nafsunya, untuk itu Allah memberikan hukum syara' sebagai petunjuk bagi setiap manusia, agar bisa melangkah dimuka bumi berdasarkan pada petunjuk yang lurus dan mengetahui hakikat perbuatannya. Jikalah akal manusai dijadikan sebagai standar perbuatan pastilah akan terjadi kekacauan dan ketidakpastian, karena suatu perkara bisa saja dianggap terpuji pada suatu keadaan, tapi pada keadaan lain dianggap tercela, begitulah akal manusia kadangkala memuji suatu perbuatan, dan esok hainya dicela. Akibatnya hukum mnejadi tidak jelas dan berubah-ubah, layaknya tiupan angin, sehingga pujian dan celaan adalah sesuatuhal yang nisbi, tidak lagi nyata.Muhammad Ismail ( FIKRUL ISLAM)

Oleh sebab itu, wajib bagi seorang muslim menjadikan hukum syara' yang berlandaskan pada al-Quran dan Sunnah sebagai standar bagi semua perbuatannya, terpuji dan tercela baginya adalah berdasarkan pada hukum syara' semata. Tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun