Mohon tunggu...
Eka Budi Utari
Eka Budi Utari Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Uinsu , Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir

KKN DR 22 UINSI 2020

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tolak Ukur Kebenaran bagi Seorang Muslim

17 Agustus 2020   11:58 Diperbarui: 17 Agustus 2020   12:06 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka sebagai seorang muslim bukan asas manafaat dan kenyamanan yang menjadi asas tolak ukur kita dalam melakukan perbuatan, tetapi Al-Quran dan AS-Sunnah yang dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum yang menjadi landasan kita dalam mengambil atau menetapkan suatu hukum. Jangan sampai seorang muslim menjadikan standar kebenarannya dengan pemahan lain selain Islam.Fathy Syamsuddin Ramadlan Al-Nawi ( Islam Menjawab!)

Seorang muslim harus menyadari betapa pentingnya menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai standar kebenaran,  standar berfungsi untuk menilai  hakika suatu perbuatan sebelum mengerjakannya, luar biasanya Islam telah menetapkan standar kebenaran bagi seorang muslim, sehingga dapat mengetahui mana perbuatan terpuji yang harus dikerjakan dan mana perbuatan tercela yang harus ditinggalkan, standar perbutanini pun dikemas dalam bentuk syariat yang pastinya bersumber dari sumber yang shahih yaitu, al-Quran dan Sunnah.

Standar ini bersifat permanen, oleh karena itu perbuatan terpuji seperti jujur, menepati janji, berdakwah, menutu aurat dan menjaga jarak kepada yang bukan mahram tidak akan pernah berubah menjadi tercela, begitupun sebaliknya pacaran, menyontek, mempertontonkan aurat, dugem dan berdua-duan dengan yang mahram, tidak akan pernah berubah menjadi tercela. Bagi syara' yang namanya tercela akan mejadi tercela dan yang terpuji akan menjadi terpuji.

Allah SWT sebagai Sang Khalik tahubahwa manusia akan cenderung kepada akal, persaan dan hawa nafsunya, untuk itu Allah memberikan hukum syara' sebagai petunjuk bagi setiap manusia, agar bisa melangkah dimuka bumi berdasarkan pada petunjuk yang lurus dan mengetahui hakikat perbuatannya. Jikalah akal manusai dijadikan sebagai standar perbuatan pastilah akan terjadi kekacauan dan ketidakpastian, karena suatu perkara bisa saja dianggap terpuji pada suatu keadaan, tapi pada keadaan lain dianggap tercela, begitulah akal manusia kadangkala memuji suatu perbuatan, dan esok hainya dicela. Akibatnya hukum mnejadi tidak jelas dan berubah-ubah, layaknya tiupan angin, sehingga pujian dan celaan adalah sesuatuhal yang nisbi, tidak lagi nyata.Muhammad Ismail ( FIKRUL ISLAM)

Oleh sebab itu, wajib bagi seorang muslim menjadikan hukum syara' yang berlandaskan pada al-Quran dan Sunnah sebagai standar bagi semua perbuatannya, terpuji dan tercela baginya adalah berdasarkan pada hukum syara' semata. Tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun