Pertanyaannya adalah siapakah yang dapat membendung pengaruh buruk dari hedonisme? Tentu jawabannya adalah kita semua, kita semua harus bergandeng tangan dalam membendung arus hedonisme ini, seperti para pemuka agama dan ulama.
Sepengetahuan saya tidak ada satupun agama yang mengajarkan bahwa hidup harus mengikuti arus hedonisme, bahkan sebaliknya agama-agama yang ada justru lebih menekankan hidup dalam kesederhanaan dan berguna bagi sesama, serta mengingatkan bahwa dunia ini hanyalah sesuatu yang fana, yang saat ini ada besok bisa tidak ada.Â
Unsur lainnya adalah pendidikan, diawali dari keluarga yang menekankan hidup dalam kesederhanaan dan nilai harga diri seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya materi tetapi dari kiprahnya untuk berguna bagi sesama dalam hidup ini.Â
Selanjutnya adalah pendidikan baik formal, maupun non formal, adalah sangat baik ketika anak-anak diajarkan untuk hidup sederhana, serta belajar untuk peduli pada kesulitan-kesulitan yang dialami oleh orang lain.Â
Pada tahap pendidikan tinggi sangat penting ditekankan bahwa aset tidak harus materi yang disandang, tetapi bisa saja dalam bentuk lain seperti ide-ide yang bagus untuk meningkatkan kualitas hidup sesama, pola pikir yang luas untuk berpikir lebih panjang jika ingin memiliki aset-aset tertentu.
Ambil contoh jika kita ingin memiliki kendaraan yang mewah artinya juga biaya untuk perawatan, sudah siapkah kita? Atau berpikir lebih panjang mengenai fungsi dari aset, apakah akan memberikan keuntungan atau hanya akan membebani.Â
Tentu saja pembendungan arus hedonisme tidak bisa semudah membalikkan telapak tangan, tetapi tanpa adanya upaya untuk mengantisipasinya maka kehidupan kita hanya akan menjadi seperti mesin yang terus mencari materi tanpa memperhatikan lingkungan sosial dan lingkungan alam kita. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H