Mohon tunggu...
Eka Yuliana Fitriani
Eka Yuliana Fitriani Mohon Tunggu... Lainnya - SMK Negeri 1 kendal

12 BDP 2

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banjir di Kabupaten Terjadi di Tengah Kesulitan Akibat Pandemi Covid-19

29 Januari 2021   08:16 Diperbarui: 29 Januari 2021   08:17 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kendal Merupakan daerah yang menjadi langganan banjir, semenjak saya kecil bahkan semenjak orang tua saya masih kecil, tentunya menurut cerita orang tua saya, bahwa daerah Kendal sekitarnya termasuk di desa saya, banjir sudah menjadi langganan. Pada tahun 2021 ini bencana terjdi dimana mana, kita sebagai manusia di uji sampai mana keikhlasan kita dan kesabaran kita. Pada musibah banjir kemarin di Kendal sampai ada korban meninggal ayahdan anak yang hanyut. Sebagai orang Islam kita harus menerima ketentuan qadha dan qadar yang telah Allah SWT tetapkan. Dalam menghadapi segala musibah umat Islam harus selalu bersabar atas ujian yang Allah berikan. Karena Allah pasti akan menguji umatnya dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. 

Bencana alam tersebut bagi sebagian orang mungkin dimaknai sebagai azab karena terlalu banyak dosa-dosa yang diperbuat manusia. Sebagian lainnya menilai banjir itu sebagai musibah karena kelalaiannya dalam mengurus lingkungan dan alam. Lantas bagaimana pandangan Islam terkait bencana banjir itu? Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, peristiwa banjir ini merupakan musibah yang diberikan Allah SWT. "Ini musibah, bukan azab. Kalau azab, khusus untuk orang kafir atau orang-orang yang jahat saja. Tapi kalau musibah, mengenai semua, tidak membedakan mana yang baik mana yang tidak baik," kata Said Aqil, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2020).

Menurut dia, peristiwa banjir yang melanda Jabodetabek ini seperti kejadian di terowongan Mina, Arab Saudi yang kala itu menewaskan banyak jamaah haji. Keduanya sama-sama musibah yang diberikan Allah SWT. Oleh karena itu, dia menampik jika ada orang yang menyebut peristiwa banjir ini sebagai azab. Kendati demikian, Kiai Said meminta kepada masyarakat yang menjadi korban untuk mengambil hikmah dari kejadian ini.

"Hikmahnya ada, agar kita mendekatkan diri kepada Allah. Mari kita semua, terutama saya, mari kita jadikan pelajaran musibah ini (untuk) kita bisa memperbaiki diri, kita memperbanyak zikir-zikir. Itu artinya ingat kepada Allah hati dan ucapan," ujar Kiai Said. Hal sama diungkapkan Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ahmad Sarwat. Dalam kajian konsultasi fiqih, Ustaz Ahmad Sarwat mengatakan, boleh-boleh saja kalau mengambil iktibar (pelajaran) dari banyak musibah sebagai peringatan dari Allah bahwa manusia telah banyak berbuat dosa. Allah SWT di dalam Al-Quran memang memerintahkan kepada manusia untuk mengambil iktibar. "Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (QS. Al-Hasyr : 2)

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah ; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan. (QS. Ali Imran : 137) Memang di masa nabi-nabi terdahulu, seringkali bencana itu diturunkan lantaran orang-orang sudah pada meninggalkan ajaran agama dan berlaku kufur. Lalu Allah azab mereka dengan beragam bencana. Bahkan tidak sedikit yang kemudian Allah matikan.

Dalam beberapa hal ada benarnya, bahwa musibah itu terjadi lantaran banyak dosa dilakukan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT : "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu  tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS. Al-Isra' : 16) Allah SWT kirimkan dua malaikat yang memberi kabar kepada Nabi Ibrahim alaihissalam bahwa negeri tersebut akan dihancurkan. Dan penyebabnya memang karena penduduknya telah berlaku zalim.

"Dan tatkala utusan Kami  datang  kepada  Ibrahim  membawa kabar   gembira,  mereka  mengatakan:  "Sesungguhnya  kami  akan menghancurkan penduduk negeri   ini;  sesungguhnya  penduduknya adalah orang-orang yang zalim". (QS. Al-Ankabut : 21) Tidak Semua Bencana Merupakan Hukuman Namun kalau diteliti lebih dalam, walaupun ayat-ayat Alquran banyak sekali bercerita tentang dihancurkannya suatu negeri lantaran kezaliman penduduknya, ternyata bukan berarti semua ini menjadi sebuah hukum Allah yang baku. Dalam kenyataannya, khususnya di masa sekarang ini, tidak jarang terjadi musibah dan bencana, yang tidak melulu lahir dari dosa. Dan sebaliknya juga demikian, yaitu belum tentu dosa-dosa yang dilakukan manusia  langsung diazab oleh Allah SWT di dunia ini.

Dunia hari ini dihuni oleh sekitar 6,5 miliar manusia. Yang beragama Islam kurang lebih sekitar 1,5 miliar. Artinya, di dunia ini ada sekitar 5 miliar manusia tidak beragama Islam alias non muslim. Pertanyaannya, apakah musibah dan bencana hanya terjadi di negeri bukan muslim saja? Apakah negeri yang berpenduduk muslim selalu aman dari bencana? Jawabnya tentu tidak selalu demikian, bukan? Negara-negara barat yang sekuluer dan bukan negara orang-orang muslim, tidak selalu jadi langganan musibah dan bencana. Begitu juga negara-negara timur yang  komunis dan tidak bertuhan, ternyata juga tidak selalu berlangganan  bencana.

Sementara negeri-negeri yang nota bene berpenduduk muslim, seringkali malah terkena musibah dan bencana. Maka kesimpulannya, tidak mentang-mentang suatu negeri banyak orang kafir dan dosanya, lantas segera dimusnahkan Allah. Dan tidak mentang-mentang suatu negeri banyak orang beriman di dalamna, lantas selalu aman dari bencana dan musibah. Kalau saja hukumnya berbunyi : siapa yang beriman akan aman dan siapa tidak beriman akan dimusnahkan, maka seharusnya semua negara barat yang notabene bukan negara Islam itu sudah hancur sejak dulu. RRC, Korea Utara dan Rusia juga seharusnya sudah hancur. Sebab penduduknya jelas tidak ada yang beriman kepada Allah, alias pada jadi orang atheis. Tetapi kenyataannya, kok negara kafir itu sehat-sehat saja?

Sebaliknya, kok negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk muslim pun juga tidak luput dari bencana? Jawabnya sederhana saja, karena bencana itu tidak selalu terjadi akibat adanya orang beriman atau tidak beriman. Bencana itu bisa saja terjadi dengan banyak sebab. Dan yang paling tahu penyebabnya adalah Allah SWT. Melanggar Sunnatullah Salah satu dari sekian banyak penyebab bencana adalah dilanggarnya sunnatullah. Umumnya orang-orang sering menyebutnya dengan hukum alam. Tangan-tangan manusia, lepas dari agama dan keimanan mereka, seringkali ikut andil dalam kerusakan di alam ini. Akibatnya, mereka tertimpa bencana dari apa yang perbuat sendiri. Kasusnya bukan melanggar hukum syariat Allah, tetapi melanggar sunnatullah. "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari  perbuatan mereka, agar mereka kembali. (QS. Ar-Ruum : 41) Secara sunnatullah, air itu selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah.

Nah, kalau tempat-tempat yang rendah seperti rawa, sungai, danau, serta bantarannya disulap jadi rumah hunian, lalu pas musim hujan jadi banjir, sebenarnya ini bukan urusan beriman atau tidak beriman, tetapi karena sunnatullah sudah dilanggar. Seharusnya jangan bikin rumah di bantaran sungai, kalau tidak mau terkena sapuan air banjir  di musim penghujan.

Seharusnya rawa, sawah dan tempat-tempat penampungan air jangan dihilangkan, apalagi dijadikan perumahan. Kalau air datang di musim penghujan, tentu akan mencari tempat yang lebih rendah. Dan terjadilah banjir. Sederhana saja sebabnya, yaitu ada sunnatullah yang dilanggar. Jadi kalau kaitannya dengan banjir di Jakarta dan beberapa wilayah lainnya, sebenarnya semua pihak sudah tahu penyebabnya, bahkan bisa diperhitungkan kapan akan terjadinya. Malah sudah jadi langganan tiap periode tertentu. Sampai ada yang menyebut dengan istilah 'banjir langganan'. Dan anehnya, tidak sedikit dari para korban banjir itu yang tetap betah menghuni bantaran kali dan tempat-tempat rawan banjir lainnya. Seolah musibah banjir itu sudah dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja. Bahwa ada banyak sunnatullah yang terlanjur dilanggar, dianggap sudah wajar pula. Dan selama pelanggaran itu terjadi, banjirnya tentu saja masih tetap akan setia mendatangi pada setiap musim penghujan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun