Mohon tunggu...
Eka Nugraha
Eka Nugraha Mohon Tunggu... -

Blogger dan jurnalis lepas, selain di blog pribadi ekajazzlover.wordpress.com juga menjadi penulis kontributor di ayongeblog.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendambakan Politik Santun dan Sportif

25 Juni 2009   11:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:01 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tentunya sama-sama mendambakan kondisi yang tertib, aman dan damai dalam segala hal. Termasuk dalam suasana politik di Pemilu Presiden 2009 ini. Hadirnya 3 orang capres yang pernah disebut L4 (Lu Lagi, Lu Lagi) tetap membuat atmosfer Pilpres kali ini "panas", dalam arti kata masing-masing capres akan menggunakan banyak strategi untuk menghadapi kompetisi demokrasi ini.

Saling serang antar capres, klaim prestasi, kampanye hitam seolah "lumrah" dalam proses pilpres ini. Masing-Masing capres punya keunggulan dan semuanya sama-sama unjuk keunggulan tersebut. Tentunya tidak ada capres yang mau terlihat kurang bukan?

Fenomena saling unjuk kemampuan ini sebenarnya sangat wajar, tidak hanya dalam pilpres namun juga dalam kompetisi apapun. Sebuah kompetisi tentu memiliki aturan tersendiri, yang diharapkan dapat membuat kompetisi bisa berjalan bersih dan menarik bagi yang menonton.

Ada sebuah hal yang menarik terkait persaingan masing-masing capres ini. Kita sama-sama tahu bahwa ketiga orang capres ini pernah berada dalam satu kabinet yaitu kabinet Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarno Putri, dimana SBY dan JK masing-masing mejadi menteri. Namun coba perhatikan hubungan di antara ketiganya saat ini, bukan rahasia umum lagi kalau hubungan Mega dan SBY tidak akur lagi, terutama sejak SBY mengundurkan dari jabatan menteri. Sementara SBY dan JK seperti tidak "mesra" lagi setelah masing-masing maju sebagai capres.

Sehingga dalam perjalanan Pilpres ini ketidakakuran itu terlihat, terutama antara SBY dan Mega. Kalau bertemu dan bertegur sapa terbilang sangat minim frekuensinya sehingga ketika bersalaman, meskipun sebentar akan jadi berita yang luar biasa. Seperti ketika keduanya bersalaman sebentar saja di pengambilan nomor urut capres.

Kalau memang hubungan diantara ketiga capres tidak akur, tentu sangat disayangkan. Karena kepada ketiga orang pemimpin itulah harapan bangsa Indonesia 5 tahun ke depan ditumpukan. Siapapun yang menang dalam Pilpres semestinya mampu bekerja dengan baik dan tetap bisa bekerja dengan baik karena masalah pengabdian kepada negara itu bisa dilakukan oleh siapa saja, baik yang Presiden maupun yang tidak.

Masalah pengabdian inilah yang semestinya dipahami oleh semua capres, semuanya tentu saja ingin menang, tapi sayang sekali kalau hanya didasari nafsu kemenangan semuanya seolah halal dan sah dalam proses kampanye.

Melihat 3 sosok capres kali ini ada beberapa karakteristik yang cukup kuat dari masing-masing. Megawati dengan yang mewakili pihak oposisi kerap kali memberikan kritik tajam atas kinerja pemerintahan saat ini, lembut namun juga bisa tegas, SBY yang sistematis dan serius, serta JK yang cepat (dalam berbicara), lincah dan humoris.

Apabila dikaitkan dengan proses kompetisi yang sehat ada beberapa fakta menarik terkait komunikasi antar capres dan gaya berpidato, yaitu :

-Jabat tangan “bersejarah” antara SBY dan Mega di acara pengambilan nomor urut capres

-Jabat tangan kedua kalinya antara SBY dan Mega saat debat capres putaran pertama

-Ketika para capres menyampaikan pidato dalam acara deklarasi Pemilu Damai Mega berpidato dengan konten yang kritis, terutama terhadap KPU, SBY dengan konten yang normatif dan cenderung cari aman dan hanya JK yang menyatakan siap menang siap kalah serta akan mendukung siapapun pemimpin yang baru.

-Pada debat capres putaran pertama ketiganya sama-sama normatif dalam menyampaikan gagasannya. Namun ada yang menarik dimana ketika SBY menjawab pertanyaan masalah Lapindo ia menyatakan upaya yang pertama kali dilakukan adalah “mereview” hal ini mengesankan seolah-olah penyelesaian masalah Lapindo saat ini dilakukan oleh pemerintahan yang dilakukan oleh pihak di luar pemerintahannya saat ini.

-Pada debat capres itu banyak yang berkomentar debatnya cenderung kaku dan tidak menarik, karena tidak berjalan sebagaimana mestinya debat, namun suasana itu sedikit tertolong dengan gaya humoris JK dalam beberapa kesempatan saat debat, JKpula yang dengan santai menjabat tangan kedua pesaingnya saat maju ke podium dan menyapa dengan akrab dan hormat sebelum pada penyampaian visi misinya di awal.

Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa masih ada “lubang” menganga antara hubungan ketiga pemimpin kita tersebut, rasanya deklarasi Pemilu Damai belum cukup untuk menciptakan kompetisi yang seru namun tetap sehat dan bersahaja. Tanpa bermaksud memihak, di antara ketiga capres hanya JK yang mampu menunjukkan sikap sportif dan santun tersebut, bahkan menurut saya jauh lebih baik dalam memberikan contoh yang baik dibandingkan dengan SBY yang kita kenal sangat santun dalam bertutur dan bersikap. Hal ini berarti ada pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, bertarung boleh-boleh saja, tapi hubungan pribadi semestinya tetap akrab karena biar bagaimanapun para pemimpin kita tersebut adalah orang-orang yang sama-sama ingin mencapai Indonesia yang lebih baik hanya mungkin berbeda langkahnya.

Indonesia punya contoh politikus yang santun dan sportif, dia adalah Natsir. Politikus dari partai Masyumi ini dikenal sangat keras dan tegas dalam masalah ideologi namun dikenal tetap santun dan hangat bersahabat dengan lawan politiknya di luar forum, salah satu “musuh bebuyutannya” adalah Aidit dari PKI, yang pada suatu kesempatan saat sidang Natsir berkata ingin menghantamnya dengan kursi namun setelah itu mereka berdua ngobrol di warung kopi dengan akrab (Lebih lengkap baca majalah Tempo Edisi Khusus 100 Tahun Natsir).

Spirit politik seperti itulah yang semestinya dibawa dan ditunjukkan kepada masyarakat Indonesia, kalau Indonesia memang benar-benar dikenal sebagai negara yang ramah dan bertenggang rasa paling tidak hal tersebut harus ditunjukkan oleh para pemimpin-pemimpinnya, seperti sikap sportif yang ditunjukkan Hillary Clinton saat kalah dalam pencalonan presiden AS dari Barrack Obama bahkan mendukung untuk menang dalam pilpres malah tanpa ragu Hillary bersedia menjadi menteri luar negeri AS, sesuatu yang mungkin langka di Indonesia.

Harapan untuk melihat perjalanan Pilpres dengan sehat, santun dan sportif ini akan sangat didambakan oleh masyarakat Indonesia, siapapun yang bakal memimpin bangsa ini 5 tahun ke depan setidaknya akan memberikan sudut pandang lain dari politik yang selama ini dipandang apatis oleh masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun