Mohon tunggu...
Eka MP
Eka MP Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis - Blogger

Pecandu Teh dan Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memang Tak Mudah Memaafkan Tanpa Diminta

13 Mei 2021   22:01 Diperbarui: 13 Mei 2021   22:02 1996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh." 

(QS. al-A'raf (7)

Marah, terhina dan sakit hati atas sikap orang lain adalah hal yang wajar. Manusiawi. Begitulah manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain berupa perasaan. Tapi perasaan ini ternyata sangat rapuh seperti serat-serat benang pada kain yang mudah terkoyak.

Seringkali rasa ini membuat dendam bercokol dalam hati bukan hanya hitungan hari bahkan bisa bertahan bertahun-tahun. 

Memaafkan Memang Tak Mudah

Memaafkan orang lain adalah bagian dari ketakwaan seorang muslim. Hal ini diperkuat firman Allah yang terdapat dalam surat Ali 'Imran ayat 134  "... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang memberi maaf tanpa menunggu orang meminta maaf terlebih dahulu. 

Akan tetapi hal itu bukan perkara mudah. Jangankan memaafkan tanpa diminta, meski orang sudah meminta maaf pun seringkali kita masih berat memaafkannya. 

Berbuat kesalahan juga merupakan sifat manusia. Tak ada manusia yang luput dari dosa, berbuat salah terhadap orang lain baik sengaja maupun tidak. Jika sudah terjadi yang terbaik adalah meminta maaf. Tapi jika orang tersebut tak merasa berbuat salah padahal kita sudah tersakiti bagaimana? 

Menunggu orang menyadari kesalahannya bisa berujung sia-sia. Memakan waktu yang tak tentu.  Maka tak ada solusi kecuali memaafkan meskipun tidak diminta. 

Tidak mudah. Memang benar, tak ada yang mudah dalam sikap melepaskan kemelekatan. Terlebih bagi orang-orang yang suka sekali memelihara dendam dan sakit hati. Perkara meminta maaf bisa jadi pertaruhan harga diri. 

Membawa Amarah Itu Memberatkan

Doc Pribadi
Doc Pribadi

"Siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, tidaklah mudah."

Aristoteles (384-322 SM) 

Marah adalah salah satu sifat dasar manusia. Sejak zaman purba pun manusia sudah mengenal kemarahan. Kemarahan terhadap orang lain baik yang dipendam maupun dikeluarkan secara serampangan sama-sama tidak sehat. Marah bisa merusak psikologis dan fisik.

Sebuah penelitian menyebutkan jika sering marah-marah akan meningkatkan risiko terkena serangan jantung 8,5 kali lebih tinggi dalam waktu 2 jam saja sejak marah-marah.

 Bayangkan jika kemarahan terhadap orang lain dibawa selama bertahun-tahun. Apa yang terjadi dengan tubuh kita? Tidak sayang dengan jantung yang hanya satu-satunya milik kita? 

Baru satu dampak marah terhadap fisik, padahal efeknya juga bisa berdampak secara psikologis dan sosial. Ya, siapa yang mau dekat-dekat dengan pemarah dan pendendam? Ngeri kali! 

Memendam sakit hati jelas bikin lelah lahir batin. Tiap ingat kesalahan orang tersebut langsung bikin stres. Jantung berdebar kepala cenut-cenut. Padahal orang yang bikin kita emosi santai saja menjalani hidupnya. 

Duh, rugi banget deh. Sudahlah dia nggak tahu kita masih sakit hati eh, dia malah bahagia. Makin menjadilah kemarahan kita. Balik lagi tubuh dan jiwa kita jadi korban. 

Maafkan dan Lepaskan Agar Hati Damai

Doc Pribadi
Doc Pribadi

Orang pemaaf memiliki karakter positif yang dapat mengoptimalkan kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual. 

Menjadi manusia yang lebih baik dan hidup dalam kedamaian merupakan banyak tujuan hidup manusia. Tujuan yang mulia tetapi tak mudah diperoleh jika masih ada dendam, sakit hati dan kemarahan yang dipeluk erat. 

Dua hal yang kontradiktif tak bisa menyatu. Pilih salah satu dan lepaskan yang lainnya. Jika kita menginginkan hidup damai tak ada alasan lagi untuk segera melepaskan kemarahan dan sakit hati serta hempaskan jauh-jauh dari jalan hidup kita. 

Seperti seorang pendaki dengan ranselnya, semakin tinggi puncak yang dituju isi ransel pasti harus semakin ringan. Bawa saja yang perlu tinggalkan yang tak penting. 

Demikian juga kita sadari bahwa membawa beban kemarahan adalah hal yang tak berguna tapi kenapa masih saja dibawa kesana-kemari?

Apalagi dalam agama pun disebutkan bahwa orang yang memaafkan adalah orang yang bertakwa. Lalu tunggu apalagi? Tak perlu menunggu orang meminta maaf, biarlah kita jalani hidup yang ringan dan bahagia dengan memaafkan orang lain tanpa diminta.

Salam

Eka MP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun