Mohon tunggu...
Eka MP
Eka MP Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis - Blogger

Pecandu Teh dan Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sound of Borobudur, Hidupkan Kembali Alunan Musik dari Pusat Musik Dunia Seribu Tiga Ratus Tahun Lalu

11 Mei 2021   23:46 Diperbarui: 11 Mei 2021   23:55 2229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penyelarasan alat musik yang dibuat kembali berdasarkan gambar pada relief Borobudur. (dokumen soundofborobudur.org )

Asal usul nama Borobudur masih diperdebatkan namun posisinya sebagai salah satu warisan budaya dunia tak diragukan lagi. Terletak di atas bukit pada keringgian 265 m dari dataran Kedu yang subur. Diikelilingi gunung-gunung membuat Borobudur memiliki latar pemandangan yang indah.

Namun tak banyak yang tahu bahwa Borobudur sudah menjadi pusat musik dunia pada zamannya. Bukti-bukti sejarah yang tercatat secara jelas di dinding candi berupa relief yang memeperlihatkan aneka alat musik yang beberapa jenisnya hingga kini masih digunakan di berbagai wilayah di Indonesia dan dunia.

Wonderful Indonesia

Saat berdiri di pelataran tertinggi candi Borobudur menikmati hembusan angin semilir sejuk menenangkan jiwa. Pun pemandangan terpuaskan oleh pesona alam nan syahdu. Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi pada masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah.

Melihat Borobudur bukan sekadar tempat wisata semata namun jika ditelusuri secara seksama kita akan melihat sebuah database ilmu pengetahuan tentang kehidupan manusia di abad ke 8 dan 9 masehi.

Semua itu tercermin dari 2.672 panel relief yang tergambar di dinding-dinding candi. Sudah nampak bahwa di zaman itu kehidupan tertata rapi serta dikelola dengan sistematis. Relief tersebut menampilkan berbagai gambar yang dibuat dengan seksama detail dan proporsional. Menggambarkan sosok bangsawan, rakyat jelata bahkan tumbuhan dan hewan. Selain itu juga berbagai bentuk bangunan di masa itu terlihat jelas.

Relief yang ada di dinding Candi Borobudur bisa dibaca secara sistematis dengan cara dimulai dari sisi timur kemudian berjalan melingkar searah jarum jam. Peradaban dan kebudayaan telah maju di zaman itu. Wonderful Indonesia bangga sekali menyaksikan catatan peninggalan para leluhur bangsa yang terpampang nyata di dinding pelataran Borobudur.

Borobudur Pusat Musik Dunia

dokumen oundofborobudur.org
dokumen oundofborobudur.org

Pada Relief Karmawibhangga yang berada di kaki candi tergambar sebab akibat segala perbuatan baik maupun jahat. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.

Selain menggambarkan berbagai serial penggambaran karma dalam kehidupan di bagian relief Selain seni rupa berbentuk relief itu sendiri, Karmawibhangga ini juga menggambarkan kehidupan berkesenian masyarakat Jawa Kuno lainnya seperti musik dan tari.

Terdapat lebih dari 10 panel relief Karmawibhangga menggambarkan penggunaan 4 jenis alat musik, yaitu jenis idiophone (kentongan dan kerincingan), membraphone (gendang, kentingan), chardophone (alat musik dawai/senar petik dan gesek), dan jenis alat musik aerophone (alat musik tiup).

Berbagai alat musik tersebut hingga kini masih digunakan di berbaga wilayah Indonesia dan manca negara. Empat jenis alat musik yang menciptakan harmoni membuktikan tinggnya tingkat kebudayaan para leluhur bangsa Indonesia.

Sound of Borobudur

penyelarasan alat musik yang dibuat kembali berdasarkan gambar pada relief Borobudur. (dokumen soundofborobudur.org )
penyelarasan alat musik yang dibuat kembali berdasarkan gambar pada relief Borobudur. (dokumen soundofborobudur.org )

Diprakarsai oleh Trie Utami seorang musisi tanah air yang tertarik mengulik lebih dalam tentang berbagai alat musik tradisional yang terdapat pada relief di dinding candi Borobudur. Niat membuat replika dan menghidupkan kembali berbagai alat musik tersebut membutuhkan banyak waktu, tenaga dan kerja sama dengan berbagai pihak.

Trie Utami bekerja sama dengan Dewa Bujana yang kemudian sang kakak Purwacaraka juga turut bergabung dalam gerakan Sound of Borobudur ini untuk membuktikan kebesaran peradaban leluhur bangsa pada masanya.

Gerakan Sound of Borobudur bukan sekadar terbatas pada seni musik namun meluas hingga pada gerakan kebudayaan, mengembalikan minat masyarakat untuk mempelajari dan menghargai peninggalan bersejarah leluhur bangsa.

Menghargai penginggalan bersejarah dengan mempelajari dan mengembangkan secara luas adalah bentuk penghormatan dan pemahaman terhadap sebuah kehidupan di masa lalu. Pengembangan pariwisata dan kehidupan masyarakat sekitar Borobudur juga akan terpengaruh secara positif.

Gagasan Sound of Borobudur lahir pertama kalinya pada pertengahan Oktober 2016, dalam rangkaian kegiatan Borobudur Cultural Feast, yang meliputi aktivitas "Sonjo Kampung" dan selebrasi pentas seni budaya di lima panggung.

Foto Relief Borobudur karya Adolf Schaefer (1845) (dokumen soundofborobudur.org )
Foto Relief Borobudur karya Adolf Schaefer (1845) (dokumen soundofborobudur.org )

Pada literatur tersebut ditemukan foto-foto alat musik di relief Karmawibhangga yang bentuknya cukup jelas. Bergulirlah gagasan untuk dapat menghadirkan kembali alat-alat musik yang tergambar pada relief Karmawibhangga ini dalam wujud fisik serta membunyikannya kembali.

Saat itu disepakati untuk merekonstruksi tiga instrumen musik dawai, yang bentuknya diambil dari relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151. Pengerjaan pembuatan tiga alat musik ini dipercayakan kepada Ali Gardy Rukmana, seniman muda dari kota Situbondo, Jawa Timur.

Maka terciptalah replika alat music yang kemudian dimainkan secara publik dengan lagu-lagu yang diaransemen secara apik. Tak berhenti sampai disitu saja secara terstruktur berbagai aktivitas terkain gerakan Sound of Borobudur semakin digencarkan. Membuat video klip serta mengadakan seminar menjadi upaya masiv untuk menyebarkan pada dunia bahwa Indonsia sejak zaman dahulu khususnya Barobudur pusat musik dunia.

Instrumen Dawai Karmawibhangga karya Ali Gardy, sebelum dipasang dawai, foto oleh Ali Gardy (dokumen soundofborobudur.org )
Instrumen Dawai Karmawibhangga karya Ali Gardy, sebelum dipasang dawai, foto oleh Ali Gardy (dokumen soundofborobudur.org )

Dawai-dawai dari relief Karmawibhangga dibuat oleh Ali dengan bahan kayu jati Baluran yang dibelinya dari Perhutani. Pembuat alat musik yang juga pandai memainkan saksophone dan flute ini memilih kayu jati, karena alasan bahwa pohon jati dengan kayunya yang sangat kuat ini hanya tumbuh di Pulau Jawa, sesuai dengan keberadaan lokasi berdirinya Candi Borobudur.

Peninggalan Budaya yang Harus Dijaga

Mengetahui bahwa nenek moyang kita mempunyai kehidupan dengan dasar budaya yang tinggi adalah sebuah kebanggaan. Akan tetapi jika kita tidak berupaya melestarikannya semua itu hanya akan menjadi catatan sejarah tanpa makna.

Menghidupkan kembali alunan musik yang berasal dari seribu tiga ratus tahun lalu dan memperkenalkannya kembali pada dunia adalah salah satu cara menjaga warisan bangsa. Kekayaan budaya sebuah peradaban masa lalu sudah selayaknya menjadi bagian penting dalam kehidupan generasi mendatang.  

Nilai-nilai luhur bangsa harus dikedepankan sebagai identitas kebangsaan. Bangga menjadi orang Indinonesia dengan berbagai atribut budaya yang berbeda. Diversity in harmony seperti aneka jenis alat musik yang dimainkan dalam sebuah orkestra yang indah.

Nanti, saat saya berkesempatan berdiri di pelataran candi Borobudur lagi saya akan memiliki cara pandang baru. Tidak lagi memandang Borobudur hanya sebagai tumpukan batu yang kokoh namun juga sebagai saksi sejarah sebuah peradaban. Saat memandang relief Karmawibhangga, alat-alat musik di dalamnya tak lagi bisu. Akan ada senandung merdu mengalun terbawa angin menembus batas waktu. Telinga saya sudah mengenal bunyi-bunyi alat musik tersebut karena adanya gerakan Sound of Borobudur.

Jika saya mendapat pencerahan tentu demikian juga dengan masyarakat Indonesia lainnya dan juga generasi mendatang akan lebih memahami kehidupan nenek moyangnya setelah melihat dan mendengar alunan musik merdu dari berabad lalu. Maka kita semua harus mendukung gerakan Sound of Borobudur bukan semata menciptakan musik dari masa lalu tetapi agar dunia pun tahu semerdu apa sejarah bangsa kita. Wonderful Indonesia.

Salam

Eka MP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun