Waktu kecil saat Ramadhan bertepatan dengan liburan sekolah. Biasanya kami akan dikirim ke kampung nenek di Pemalang, Jawa Tengah.Â
Seperti kebanyakan anak-anak bangun sahur merupakan tantangan terberat. Terlebih saat liburan di siang hari kami bermain tak kenal lelah.Â
Tidur di Kamar Depan
Nenek menempatkan kami di kamar tidur paling depan yang jendelanya langsung menghadap jalan raya.Â
Rumah nenek terletak di pinggir jalan. Meski di kota kecil tapi jalan di depan rumah nenek ramai dilalui kendaraan.
Kejutan di Malam Buta
Saat sedang dibuai mimpi tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara berisik yang berasal dari jalan raya.Â
Suara berbagai alat dipukul dengan keras diiringi teriakan anak-anak, "Sahur... Sahur…"Â
Masih dalam keadaan belum sadar sepenuhnya saya duduk di kasur dan mendengarkan suara berisik yang kian menjauh.Â
Suasana kembali hening. Setelah keterkejutan hilang kami pun kembali tertidur.
Rupanya tak lama suara berisik itu kembali lagi. Sekali lagi kami terkejut dan kali ini tak bisa kembali tidur. Cukuplah sudah dua kali mendapat serangan kejut.
Dengan langkah gontai kami keluar kamar menuju ruang makan. Masih dengan terkantuk-kantuk menghadap sepiring nasi dan lauk pauknya.
Rupanya membangunkan orang sahur dengan cara seperti itu adalah tradisi di kampung nenek. Anak-anak berkumpul membawa berbagai benda yang bila dipukul menimbulkan suara keras.
Panci, kaleng, kentongan dan lain-lain dibawa masing-masing anak yang ikut arak-arakan keliling kampung. Tradisi ini disebut "Tong Tong Prek". Tradisi yang hanya ada di bulan Ramadhan untuk membangunkan orang-orang di waktu sahur.Â
Anak-anak berkumpul dan berkeliling kampung dengan penuh semangat. Setelahnya mereka akan menuju ke mushola dan menyantap makan sahur bersama orang-orang yang bertadarus semalaman. Makanan disediakan oleh warga sekitar.Â
Taktik Nenek yang Selalu Berhasil
Menempatkan kami di kamar depan adalah taktik Nenek agar tak repot membangunkan kami. Nenek tahu kami akan sulit sekali dibangunkan. Terkadang sudah bangun pun pindah tidur ke tempat lain.Â
Dengan adanya tradisi Tong Tong Prek nenek tak perlu terlalu repot lagi. Sudah ada yang membantunya membuat kami terjaga.
Bubur Pacar Cina Sebaskon
Satu lagi tradisi sahur di rumah nenek yang tak lekang dalam ingatan. Setiap Ramadhan nenek menyediakan bubur pacar cina yang ditaruh di baskom besar bermotif lurik.Â
Setelah makan biasanya kami menikmati semangkuk kecil bubur pacar cina ini. Rasanya tak afdol kalau belum menutup sahur dengan menu yang satu itu.Â
Jadi kami tak ingin bangun mepet waktu subuh agar masih ada waktu untuk bubur pacar cina. Jika kesiangan tak tak sempat memakannya maka puasa hari itu akan terasa panjang. Karena kami harus menunggu waktu Maghrib untuk bisa bertemu lagi dengan bubur kesayangan.Â
Dulu tak ada lemari es di rumah nenek. Jadi buburnya hanya ditaruh di baskom lalu ditutup dengan tutup panci besar. Tapi anehnya berhari-hari pun tak lantas jadi basi. Sampai sekarang saya tak tahu rahasianya.Â
Entah kenapa bubur yang disediakan nenek rasanya istimewa. Manis gurihnya pas. Â Beda jika membeli di tempat lain. Selalu ada rasa yang kurang.Â
Bubur yang selalu membuat rindu. Mungkin itu salah satu cara nenek membahagiakan cucunya. Tak perlu makanan mewah cukup menyediakan kesukaan cucu-cucunya saja sudah membuat kami bahagia.Â
Berpuasa di kampung nenek masih membangkitkan ingatan masa kecil. Tapi sekarang tradisi Tong Tong Prek sudah tak nampak lagi. Tergerus zaman. Anak-anak sekarang tak lagi antusias melakukannya.
Tradisi tak selamanya ada. Tapi cinta seorang nenek akan selalu ada di hati sampai nanti.Â
Salam
Eka MP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H