Pada suatu hari saat sedang termangu tiba-tiba terbersit niat untuk melakukan sebuah perjalanan. Napak tilas ke tanah kelahiran di Pulau Ambon, Maluku.Â
Sudah berpuluh tahun berlalu tak lagi menginjakkan kaki di sana. Kerinduan membuncah pada pulau nyiur melambai itu.Â
Ambon Manise
Tiba di Ambon saya puas-puaskan Indra penghidu menyerap aroma asin air laut. Bulir-bulir pasir halus di telapak kaki seperti membawa nostalgia masa lalu. Lebih tepatnya mama saya yang bernostalgia. Sementara saya masih terlalu kecil untuk mengingat apapun.Â
Mama bilang waktu bayi saya di jemur di atas batu di pantai Natsepa. Pantai yang sering disambangi karena dekat dari rumah.Â
Berada di tanah Ambon (lagi) membawa perasaan haru. Sedikit sedih karena saya hanya bisa datang bersama mama. Rasanya pasti menyenangkan jika bisa menikmati keindahan ini bersama papa juga. Â Pasti akan banyak kisah meluncur dari ingatannya. Meski pendiam almarhum papa senang menceritakan kisah-kisah masa lalu.Â
Kisah-kisah itu juga yang menuntun saya menjelajahi banyak tempat. Kali ini pulau tempat saya dilahirkan.Â
Negeri Kaitetu
Perjalanan dari pantai ke pantai sangat menyenangkan. Tetapi ada satu tempat yang ingin saya datangi. Berlokasi sekitar 40 km dari kota Ambon. Yaitu masjid tua Wapauwe - Negeri Kaitetu, Maluku Tengah.
Mama juga antusias, ternyata selama tinggal di Ambon tak pernah ke sana. Bahkan tak tahu keberadaan masjid itu. Padahal masjid Wapauwe sudah berdiri sejak 1664.Â
Memang tak banyak orang di Ambon yang tahu letak persisnya. Jadi kami menyewa kendaraan untuk berpetualang keliling pulau Ambon. Menggunakan perangkat GPS untuk mencari jalan. Negeri Kaitetu sudah beda provinsi dengan kota Ambon.Â
Sopir kami pun tak paham tempat yang ingin didatangi karena jaraknya lumayan jauh dari kota. Sepanjang perjalanan GPS sering tak berfungsi karena hilang signal.
Dengan santai om sopir bilang, "Nggak usah takut kesasar. Kita ikutin saja garis pantainya nanti juga akan memutar lagi ke kota Ambon."Â
Perjalanan ke sana disuguhi pemandangan laut yang indah. Iyaa sih, akan balik ke Ambon  karena pulau ini dikelilingi pantai. Tapi kapan sampainya? Masa harus memutari pulau dulu kalau mau pulang? Hadeeuuh....
Akhirnya kami sampai juga di Kaitetu. Tapi lagi-lagi orang yang ditanya tak banyak yang paham dengan masjid Wapauwe. Justru kami di arahkan ke Benteng Amsterdam. Benteng yang dibangun oleh Belanda (lain kali akan saya ceritakan tentang benteng ini).Â
Ternyata masjidnya tak jauh dari situ. Â Jadi setelah melihat-lihat benteng kami menuju ke masjid Wapauwe.
Masjid Tua Wapauwe
Jika dibilang masjid tua memang benar. Dari penampakannya saja sudah terlihat. Bangunan beratap rumbia ini terkesan kuno.Â
Saat itu memang sudah masuk waktu ashar jadilah kami sekalian sholat di sana. Setelah sholat kami diajak ngobrol oleh bapak-bapak. Salah satunya marbot masjid. Beliau yang dengan bersemangat menceritakan sejarah masjid termasuk legenda yang mengikuti.Â
Konon awalnya masjid ini terletak di sebuah desa di gunung. Saat warganya memutuskan bedol desa pindah mendekati pantai masjid itu ditinggalkanÂ
Namun saat subuh tiba warga dikejutkan dengan munculnya Masjid Wapauwe di tengah desa. Sejak itu masjid diramaikan oleh umat untuk beribadah.Â
Masjid Tua yang Masih Terjaga
Meski udara di luar panas namun d dalam masjid tetap terasa adem. Semilir angin sepoi-sepoi menembus melalui jendela dan kisi-kisi.Â
Perangkat masjid semuanya sama tuanya dengan bangunan. Karena keberadaan masjid sudah lengkap dengan mimbar dan besuknya sejak awal.
Langit-langit beratap rumbia dilihat dari dalam sungguh unik. Mimbar kuno dari kayu serta bangunan yang dibangun tanpa paku.Â
Selain itu juga ada mushaf Al-Qur'an yang ditulis tangan oleh imam pertama masjid Wapauwe. Masih terjaga hingga saat ini.
Hanya di Sini Saya Dipanggil Nona
Bapak penjaga masjid yang sudah berumur itu berulang kali memanggil saya "Nona". Yah, hanya di Ambon saya akan selalu menjadi nona berapapun umurnya. Tentu saja itu membuat saya bahagia dan merasa berumur 17 terus.Â
Ah, pulau Ambon yang penuh sejarah. Kapan saya bisa datang lagi? Melepas rindu pada tanah kelahiran. Tentu saja menyempatkan sholat di masjid Wapauwe lagi.Â
Salam
Eka MP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H