Mohon tunggu...
Iswasta Eka
Iswasta Eka Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan Dosen UMP

Certified Instructor Hypnotherapy,baru mencoba menulis 7 buah buku, 5 HAKI. Menulis di mass media sejak 1980 tersebar di Surat kabar dan majalah nasional maupun lokal, Tulisan kolom maupun cerpen dalam bahasa Indonesia dan Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembodohan melalui Bebas Belajar

23 September 2024   06:07 Diperbarui: 23 September 2024   06:12 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah program kampus merdeka berjalan penulis sempat berpikir bahwa ini arahnya adalah untuk membodohkan mahasiswa. Kenapa berpikir seperti itu. Program kampus merdeka ketika dipipih oleh mahassiswa yang dijalankan di sebagai kegiatan seperti pengabdian di sebuah sekolah,saat selesai kegiatan dan kembali ke kampus mahasiswa mendapatkan konversi nilai. Konversi nilai yang diterima mahasiswa bisa mencapai 20  sks.

Konversi nilai yang diterima ini sama saja mahasiswa tidak mendapatkan ilmu dasar tetapi mendapatkan nilai lulus. Tanpa belajar ilmunya tahu-tahu lulusa dan juga mendapatkan cuang dari kegiatan ini siapa yang tidak mau. Kebanyakan mahasiswa mengambil kampus merdeka adalah karena mendapat nilai tanpa belajar dan mendapat uang saku. Pertanyaan yang mungkin muncul bagi yang tidak paha adalah apa sih kampus merdeka ?

Program Kampus Merdeka adalah program yang digulirkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Indonesia untuk memperkuat (? Tanda tanya penulis) kemandirian mahasiswa dalam mengembangkan potensi diri. Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan di luar lingkungan perkuliahan. Program Kampus Merdeka sendiri dirancang untuk memberikan fleksibilitas kepada mahasiswa dalam memilih mata kuliah yang ingin diambil, baik di dalam maupun di luar kampus. Selain itu, program ini juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengikuti kegiatan organisasi, magang, riset, atau pengabdian masyarakat sebagai bagian dari pembelajaran yang lebih holistik dan terintegrasi.

Dengan adanya program Kampus Merdeka, diharapkan mahasiswa Indonesia dapat berkembang lebih baik dalam mempersiapkan diri sebagai generasi penerus dalam menghadapi tantangan global saat ini. Program ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing Indonesia dalam kompetisi global dan membangun masyarakat yang lebih maju dan berdaya saing. Program ini sepertinya bagus,tetapi kenyataan tidak seperti demikian.

Mereka-mereka yang mendapatkan program kampus merdeka jangan berharap akan mau belajar ilmu secara mandiri. Kenyatan di lapangan disuruh belajar saja belum tentu belajar apa lagi dibebaskan untuk belajar. Kemungkinan yang melaksanakan belajar mandiri saangat sedikit, karena lebih banyak yang tidak.

Pengalaman saat menjadi penguji skripsi membuktikan hal tersebut. Jika mahasiswa yang sedang ujian ditanya ilmu-ilmu dasar tidak tahu atau tidak paham, saat ditanya ikut kampus merdeka maka jawabannya iya. Artinya rata-rata yang mengikuti kampus merdeka dapat nilai lulus tapi tidak tahu ilmunya. Penulis jadi membayangkan bagaimana dengan mahasiswa teknik sipil misalnya yang lulus karena kampus merdeka tapi tidak mengerti ilmu dasarnya. Apakah rancangan secara teknik bisa diyakini akan benar dan tidak beresiko ? Perlu pembuktian di lapangan bagi yang sudah lulus.

Hal ini penulis pertanyakan ketika bertemu dengan beberapa para kepala sekolah. Mereka bertanya pada penulis kok mahasiswa bapak pada tidak paham tentang teori-teori pendidikan. Mereka juga tidak paham dengan etika karena saat bertemu dengan para guru manggilnya mas dan mbak,dan kepada murid manggilnya adik-adik.  Ketika ditanya begitu penulis jawab jangan tanyakan dosennya, tanyakan pada mas Nadim yang mengajarkan dan memfasilitasi kekeliruan itu.

Hal-hal seperti inilah yang sebenarnya justru bisa merusak  pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun selama ini. Tidak ada lagi unggah ungguh yang benar karena guru-guru muda manggil muridnya adik-adik dan mereka banyak yang tidak paham akan ilmu dasar didaktik metodik bagi para guru atau calon guru. Kalau demikian halnya apakah ini  bukan berarti gerakan pembodohan ? Gerakan seperti ini herannya dibiarkan begitu saja. Kenapa? Karena yang sedang berkuasa di kementerian nampaknya menginginkan seperti itu dan segala masukan dari akademisi tidak pernah digubris.

Jaman akan membuktikan hasil pendidikan selama 5 tahun belakangan ini. Paling tidak di sepuluh tahun yang akan datang Indonesia akan merasakan efek pendidikan MERDEKA BELAJAR. Jika ingin melihat fakta yang ada, kenyataan negeri Belanda sekarang tidak mau menerima lulusan SMA Indonesia secara langsung seperti sebelumnya. Jika lulusan SMA diperlakukan seperti itu lalu bagaimana lulusan perguruan tingginya yang dapat nilai tanpa belajar karena program kampus merdeka ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun