Mohon tunggu...
Cynthia Dewi
Cynthia Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan yang gemar mendengarkan musik

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membangun Kembali Iman yang Sempat Goyah

17 Desember 2020   23:59 Diperbarui: 18 Desember 2020   00:08 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Anastasia Cynthia Dewi

Sejak awal pertengahan tahun 2020 ini, hampir seluruh negara di dunia terkena wabah Covid-19. Seluruh aspek atau bidang, mulai dari politik, sosial budaya, ekonomi, hingga religi pun juga terkena dampaknya. Banyak negara yang bisa melewati masa krisis ini, tetapi juga masih ada negara yang masih bersusah payah untuk melewatinya, salah satunya adalah Indonesia.

Di Indonesia sendiri, khususnya kita yang beragama Katolik juga dihadapkan masa-masa sulit. Keadaaan ini membuat banyak orang bingung dan gelisah, karena kita merasa jauh dengan Tuhan, terutama dikarenakan tidak bisa mengikuti misa di gereja. 

Kita bisa mencoba memahami dan menilik dari pemikiran yang dipaparkan oleh Juan Luis Segundo. Juan berkata bahwa penafsiran Alkitab bisa mengikuti arus perkembangan jaman, dan terlebih pada jaman dahulu, disaat teknologi belum terlalu maju seperti di abad ini, tidak ada yang namanya misa secara online, berdoa dan berkumpul bersama hanya melalui online saja, tetapi Juan seakan mengingatkan bahwa penafsiran Alkitab bisa mengikuti perkembangan jaman, yang artinya kita masih bisa mengikuti ibadah walaupun secara online, bukan tatap muka seperti yang biasa kita lakukan. 

Banyak diluar sana yang merasa seakan berdosa, atau tersakiti, dan tidak terima bahwa misa bisa dilaksanakan secara online, karena kita tidak bisa berinteraksi langsung dengan Allah Bapa di rumah suci-Nya, dan tidak sesuai dengan apa yang telah kita lakukan seperti biasa selama ini.

Menurut saya, dikala pandemi seperti ini, bahkan kita ibadah hanya bisa sebatas online saja. Saya sangat merasakan perbedaannya, terutama saat penerimaan sakramen ekaristi. Tidak ada lagi rasa yang membuat perasaan mnjadi damai, tenang, tetapi juga takjub akan keindahan, pun saya tidak bisa mendaraskan lagu lagu pujian di rumah Tuhan lagi. 

Tetapi setelah mencari tahu dan membaca tentang pemikiran-pemikiran dari Juan Luis, saya merasa tersadar, bahwa kita masih bisa memuji Tuhan, memuliakan Tuhan walaupun hanya bisa melalui online, dan kita juga masih bisa merasakan kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita, dan itu tidak menyalahi aturan yang ada. 

Saya sebelumnya tidak sadar bahwa iman saya goyah, dan sering menyalahkan keadaan, padahal memang disaat seperti ini, harusnya iman kita makin kuat, kepercayaan kita harus menguat, bukan malah menyalahkan Tuhan dan keadaan. Kita sendiri pun tahu resiko yang sangat besar jika memaksakan untuk hadir, berdoa, dan berkumpul ditengah-tengah masa pandemi seperti ini.

Kita juga harus pelan-pelan menerima, belajar, dan mempelajari apa saja yang terlewat, apa yang harus dikerjakan ulang untuk memperbaiki keadaan ini. Untuk menafsirkan Alkitab pun, walau bisa mengikuti perkembangan jaman, bukan berarti bisa seenaknya semau kita dan melupakan dasar apa yang harus kita ketahui dan kita pahami. 

Pada akhirnya kita harus kembali ke jalan yang benar, dan merenungkan apa saja yang salah, mengapa  keadaan bisa seperti ini. Mungkin ini juga petunjuk dari Tuhan, bahwa manusia tidak merawat dan memelihara bumi dengan baik dan semestinya, manusia terlalu lalai akan keadaan. Maka dari itu, dengan adanya pandemi, setidaknya bumi perlahan-lahan membaik, global warming, asap-asap pun berkurang, diadakannya penghijauan kembali, dan merawat apa yang sudah rusak. 

Kita pun tidak boleh lupa akan sesama yang lebih kesusahan dari kita, jika kita mampu untuk membantu, maka kita harus bergerak untuk membantu. Disaat seperti ini banyak orang yang kehilangan pekerjaan, maka jika memang ada rejeki lebih, baiklah kita memberikan sedikit kepada yang lebih membutuhkan.

Kita memang dihadapkan pada situasi yang serba sulit dan susah. Banyak orang tua yang kena PHK, dan akhirnya mencari jalan untuk menghidupi keluarga, tetapi tetap percaya bahwa Tuhan senantiasa ada, kita tidak boleh meninggalkan ataupun melupakan Tuhan. 

Kita sebagai manusia harus instrospeksi, apa saja yang selama ini kita lakukan, dimanakah letak kesalahannya, dan kita harus berusaha memperbaiki agar keadaan juga makin membaik. 

Peran dari pihak gereja pun juga sangat dibutuhkan disini, bagaimana gereja masih bisa dan mampu untuk menyirami rohani para umat, dan memastikan agar tidak ada domba yang tersesat. Itu semua harus kita lakukan secara bersamaan, kerjasama harus kita perkuat lagi untuk menumbuhkan cinta, kasih, dan kedamaian di dunia ini.

*Penulis adalah mahasiswi semester 1 Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun