Orang bodoh selalu bicara, orang yang bijak akan mendengarkan_Ethopia
Sebagai seorang anak desa, sejak dari dulu zul berkeyakinan bahwa letak geografis tak bisa membatasi mimpi untuk berbuat lebih baik ke depan nanti. Seyogyanya, desa adalah titik nadir awal sekaligus titik balik bagi siapa saja yang ingin melangkah meraih masa depan. Desa sebagai titik awal untuk bermimpi besar, karenanya kolong langit desalah dihadirkan Tuhan untuk sebuah tujuan mulia.Â
Terkadang, sebagian besar anak desa harus berhenti bermimpi. terpuruk  oleh angan dan tak sempat memberanikan diri untuk bermimpi. Bukan hanya dibenturkan oleh akses akan pendidikan yang begitu sulit, tetapi juga akses atas informasi yang begitu terisolir. Keterisolasian desa bukanlah sebuah realitas yang statis tapi melainkan sebuah realitas yang dinamis yang bisa ditransformasikan ke arah yang lebih ideal (ideal bukan berarti desa kita urbankan, tetapi melainkan kita mengawal peradaban desa agar tetap berkembang dengan norma kearifan lokal.Â
Ideal itu bukan berarti rumah ataupun bangunan di desa yang harus menyamai gaya dan bangunan perkotaan, tetapi bagaimana kita menjaga pembangunan yang tidak merusak keaslian ciri khas alam desa. Hal itu mengartikan, anak desa dan masyakatnya menyadari potensi desanya dan bersama bertindak sebagai pelaku pembanguan dalam desanya bukan sebagai objek pembangunan sahaja. Untuk bertranformasi tentu, kita butuh anak desa yang berani bermimpi dan berjuang melewati keterbatasan yang ada, tembus ruang realita hingga titik nadir bergemuruh.
Tepat 2 hari setelah perayaan kemerdekaan yang ke 72. Seorang anak sebut saja Zul Rahyantel dan Volunteer berkesempatan untuk belajar bersama para pejuang pendidikan di Desa Keta. tepatnya di taman baca keta (mentor dari taman baca keta, rumah baca suru, dan taman baca rumadan). mereka menginisiasikan sebuah aktivitas besar dalam budaya literasi, perogram yang diperbuat dengan sepenuh hati tersebut adalah pelatihan peningkatan kapasitas untuk para mentor rumah baca tersebut. semua ini dilakukan dalam bentuk ikhtiar merajut mimpi anak anak desa dari desa mereka sendiri. anak-anak desa duduk bersama, belajar meraup mimpi, meningkatkan kualitas dan memperkuat kapasitas, Â sehingga mimpi mereka dan orang sekitar dapat diraih dengan bersama sama bersenergi mewujudkannya.
Dalam proses pelatihan tersebut, ada satu sesi khusus yang sengaja diagendakan yakni, sesi merajut mimpi dari keta. Anak-anak dari 3 taman baca ini dibagi menjadi tiga kelompok dan para fasilitator TOT melebur bersama masing-masing kelompok. sejalan dengan itu Zul bertemu dengan 5 mentor, mereka anak muda yang luar biasa. Kenapa mereka disebut luar biasa??
Sebab mereka dengan usia yang begitu muda dan masih ada di bangku Sekolah Menengah  Atas (SMA). Disamping mereka sedang berjuang untuk masa depan sendiri, mereka juga setiap hari menghadiri aktivitas belajar di untuk masa depan anak-anal lainnya. Tentu yang mereka sedang perjuangkan masa depan anak bangsa lainnya di desanya. mereka mendidik dan mereka mengajarkan membaca, menulis, dan menghitung tanpa tidak lupa untuk bermain bersama. Ini dilakukan dengan suka rela, tampa ada paksaan.Â
Saat itu zul tertekun saat bertanya, kenapa disaat anak SMA lain sedang asik dengan dunianya, kalian malah memilih  jalan ini (menjadi mentor di Taman Baca Keta, Rumah Baca Suru & Taman Baca Rumadan). Hampir jawaban mereka seragam (Abang supaya katong pu ade-ade bisa cepat baca dan katong mau bangun katong pu negeri lewat taman baca/literasi).
Mendengar jawaban ini zul langsung tertekun, teringat akan pesan mama-mama di Papua ketika saya belajar disana bulan lalu. Jika ada orang yang berjuang untuk perubahan desanya maka itu "Tuhan pakai mereka untuk pekerjaan mulianya". Setelah itu zul kemudian meminta satu persatu dari mereka untuk berbagi mimpi mereka. Ada yang bermimpi menjadi suster, menjadi bidan, menjadi guru dan tentara semua anak di kelompok saya sudah berbagi mimpi, namun ada salah satu dari mereka tersisa. Dialah Amir Sengan, seorang anak pendiam di sudut tembok itu. Awalnya dia hanya duduk dan diam saja, tanpa suara apapun ekspresinya berbeda dengan keempat teman teman lainnya. Zul lantas menangkap dari ketengannya itu, sebenarnya dia menyiapkan energi lebih untuk mengutarakan sebuah mimpi yang sangat luar biasa.
Di tengah lamunan dalam, zul mencoba menebak apa yang menjadi mimpi si Amir. Seketika mulutnya bergerak dan menatap zul dan yang lainnya, lalu berkata saya bermimpi ingin menjadi relawan, seperti kakak dong. amir juga membangun kampungnya seperti kakak kaka dong, desa Keta yang amir cintai. Zul dan teman-temannya begitu kaget, mendengar mimpi amir itu. Bagaimana tidak, ketika semua anak bermimpi hal yang berbeda sebagaiamana manusia normal lainnya, tetapi Amir menjadi sosok pemimpi baru yang diatas batas normal untuk anak seusianya.
Kita bisa membanyangkan usia kita pada SMA yang telah atau sedang kita lalui, kita ingat kembali mimpi-mimpi yang kita ingin gapai waktu itu. Semuanya pasti mengarah kepada mimpi dan ambisi individu untuk lebih baik. Amir dan mimpinya adalah anti tesa terhadap kita semua yang sedang bersekolah di Perguruan Tinggi atau yang akan bersekolah di tempat lainnya. Kebanyakan kita memulai mimpi dengan ambisi, tetapi amir memulai mimpinya dengan sudut pandang yang berbeda. Amir memulainya dari refleksi  yang dihadapi berupa realitas di kampungnya yang sangat butuh anak muda yang secara sukarela membangun keta yang lebih baik lagi.
Untuk mengkonfirmasi keseriusan mimpi ke 5 mentor ini, lalu zul mengajak mereka berimajinasi tentang aktivitas mereka di 10 tahun mendatang. Setelah itu, mereka berbagi imajinasinya dengan kami semua yang berada dalam kelompok kecil itu. Berimajinasi tentang masa depan yang mereka inginkan menjadi kenyataan. Ada yang aktivitasnya di 10 tahun mendatang sebagai pekerja  di kantor, di rumah sakit dan dimiliter. Berbeda dengan Amir, dia membanyangkan 10 tahun kedepan ingin terus aktif bersama masayarakat kampung untuk membangun kampung.
Amir bagaikan sosok anak desa yang bukan saja sedang berani untuk bermimpi, tetapi dia adalah sosok yang hidupnya untuk menghidupkan visi. Begitupun dengan anak-anak desa lainnya yang bertindak sebagai mentor di Taman baca Keta (Rumah Baca Suru, dan Taman Baca Rumadan) mereka sedang merajut asa untuk sebuah perubahan dari desa-desa mereka. Semoga kita semakin banyak menemukan anak muda dengan mimpinya di atas batas normal seperti Amir.
Mungkin sebagain dari kita dalam hal melihat mimpinya Amir itu normal-normal saja. Tetapi zul menyebutnya diatas batas normal. Sebab begitu visioner anak seusia dia melihat masa depan. Amir menyadari kampung adalah kekuatan, masyarakat adalah bukan hanya sekedar objek pembangunan, tetapi juga pelaku pembangunan .Amir ingin mengambil bagian dari itu semua, menjadi aktor pembangunan di desanya pada masa depan.
Ketika standard hidup membuat sebagain orang harus bersekolah tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang bonefit yang lebih baik, tetapi kampung-kampung asal mereka abaikan begitu saja. Amir ingin keluar dari salah satu penjara dunia yang di utarakan oleh Ali-syariati yakni Ego. Ketika zul bertanya kenapa amir, mengapa ia memilih jalan mimpi itu ? berbeda sekali dengan teman-temannya yang lain. Amir menjawab (beta seng mau jadi kaya orang-orang yang pi sekolah tingi-tinggi tapi lupa kampung). Hari zul berkata dari Jawaban amir tersebut, sebenarnya itu adalah kritikan untuk kita sebagai anak desa yang sedang bersekolah dimanapun itu. Terkadang banyak dari kita yang tak menyempatkan diri, waktu, gagasan dan tenaga kita untuk kembali ke kampung hanya untuk sekedar bersuah dengan masayarakat dan berkontribusi untuk kampung-kampung tercinta.
Amir bukan saja berani untuk membuat keputusan mimpi yang berbeda, tetapi dia mangajarkan betapa pentingya kita yang ingin bekerja untuk perubahan harus berani keluar dari zona nyaman. Berani bermimpi, itu hakekatnya. terlihat benar, banyak dari kita yang terjebak dalam wacana-wacana perubahan tak berujung praksis. Amir memilih untuk menuju titik akhir masa depannya dengan ingin melebur bersama realitas di kampungya untuk melakukan perubahan bersama masyarakat. Saya melihat ada yang unik dari taman baca keta ini, hadir bukan untuk mepertegas eksisntensinya saja tetapi sebagai tempat anak-anak desa keta berefleksi tentang tujuan hidup dan masa depan mereka. Amir adalah salah satu contoh anak taman baca Keta yang sudah menemukan tujuan hidupnya lewat proses yang di bangun bertahun-tahun di sini.
Amir akan terus berjuang untuk menggapai mimpinya menjadi relawan di kampungya sendiri. Mari kita dorong sosok-sosok seperti Amir yang dari keta ke kampung-kampung lainnya. Semoga masih banyak kita temukan nalar civilian bekerja dalam setiap mimpi kita. Sehingga kita pada akhirnya percaya bahwa yang membuat kita bernilai sebenaranya bukan posis-posisi formal kita, status sosial kita, tetapi sejauh mana kita berkonstribusi (Copyright tulisan Zrahyantel support editing by EHD).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI