Mohon tunggu...
Melihatketimur
Melihatketimur Mohon Tunggu... Human Resources - Adalah pergerakan mencerdakan kehidupan bangsa

Sebagian Hidup Adalah pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hak-hak Anak Wajib Dilindungi

17 April 2017   14:29 Diperbarui: 17 April 2017   23:01 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Sekolah Menengah Pertama, Pulau Panambulai (Foto : Beta Masran)

Kondisi Nyata di Pulau Terluar

Sebagai anak yang tumbuh di pulau kecil dengan segala keterbatasannya, banyak hak-hak mereka yang belum terpenuhi. Sebuah konsep perlindungan anak dapat berarti membangun sebuah lingkungan untuk anak dimana mereka dapat hidup, bertahan dan berkembang. 

Anak-anak juga dilindungi dari kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, buli dan diterlantarkan. Hal ini bukan muncul dari diri mereka sendiri, tetapi harus ada dukungan yang realdari lingkungan keluarga mereka. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah mereka, kedua orang tua maupun saudara dirumah.

Beberapa hak penting yang dapat dijelaskan dalam Konvensi Hak Anak adalah pertama, hak bertahan hidup. Anak mendapatkan standar hidup yang layak yaitu sandang, pangan, papan, makanan begizi, pelayanan kesehatan, perlindungan dari segala bentuk kekerasan serta jaminan keluarga dalam mendukung pendidikan anak. Poin-poin ini tidak terpenuhi pada anak-anak di Desa Warabal. 

Banyak anak yang kurang diperhatikan masalahnya, terutama permasalahan pendidikan. Permasalahan ini muncul dari kebiasaan orang tua yang menganggap “kami orang-orang bodoh”. Sebuah kalimat yang selalu keluar dari sebagian mulut masyarakat. Hal ini tentu mempengaruhi mental, motivasi dan tanggung jawab anak-anak tersebut untuk semangat bersekolah.

Kondisi yang ada saat ini sangat berbanding lurus dengan dengan revolusi mental pendidikan anak-anak di desa Warabal. Terlihat terjadi penurunan kemauan untuk bersekolah. Lebih tepatnya terjadi penurunan motivasi anak-anak untuk menggapai pendidikan tinggi. Jangankan bagaimana anak-anak semakin rajin untuk belajar, untuk mendorong mereka ke sekolah saja masih susah. Anak-anak cenderung melihat orang tuanya yang merasa selalu bodoh. Mereka jelas terpengaruh. Mereka selalu menganggap diri mereka bodoh dan tidak bisa berbuat banyak dalam merubah kehidupan mereka.

Poin kedua adalah tumbuh berkembang.  Semua hal yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara penuh sesuai dengan potensinya, pendidikan, bermain, waktu luang, aktivitas bersosialisasi serta akses terhadap informasi. Poin ini adalah poin yang paling penting untuk disoroti karena masalah pendidikan di Desa Warabal sangat memprihatinkan. Meski sudah ada sekolah dasar (SD) dan tenaga pengajar, namun banyak ditemukan anak-anak yang masih buta huruf. Orang tua juga tidak menunjukkan perhatian terhadap minat dan bakat anak. Sarana dan prasarana untuk menunjang kemajuan juga masih sangat kurang, terutama berkaitan dengan akses terhadap informasi.

Rendahnya pendidikan orang tua mempengaruh perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya. Anak-anak dibiarkan sendiri dengan cara mereka untuk menjalani dunia pendidikan. Tidak ada pendampingnan khusus yang diberikan oleh orang tua untuk menjalankan pendidikan mereka. Dukungan yang diberikan pada dasarnya dianggap suatu paksaan oleh anak anak. Hal tersebut membuat anak-anak tidak bersemangat mereka menggapai pendidikan tinggi.

Selanjutnya, perlindungan terhadap anak. Semua yang diperlukan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan, perlakuan salah dan penelantaran. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Maluku dalam mendidik anaknya terkadang keras, yakni dengan memukul anak. Tidak terkecuali di desa Waralabal. Banyak anak yang dianggap nakal akan menerima bentakan atau pukulan. Jadi persepsi yang tertanam di sini, hukuman/punishment setimpal adalah pemukulan. Ini jelas  sangat mempengaruhi mental anak ke depannya. 

Mental dan motivasi anak-anak akan down. Mereka cendrung takut untuk menghadapi beberapa permasalahan dalam hidupnya. Dalam waktu yang lama, ini akan menjadikan ketakutan massive dan sulit untuk dihilangkan. Jikapun ada, anak-anak di desa Waralabal hanya memiliki motivasi bersaing, mencoba mengalahkan orang lain, ketakutan untuk tertinggal. Dalam semua hal akan dilandasi dengan ketakutan seperti, ketakutan untuk menjalani pendidikan yang lebih maju lagi. Anak-anak tidak merasa punya keberanian untuk mewujudkan cita-citanya yang berujung pada terhentinya semangat untuk mengejar pendidikan dan merubah hidup kedepan nanti.

Poin terakhir adalah partisipasi. Anak memainkan peran aktif dalam komunitas sesuai dengan kelebihan dan keterbatasannya, terutama dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan mereka. 

Secara khusus dalam komunitas keluarga, dalam konteks kecil. Partisipasi anak juga belum terlihat di desa ini, dikarenakan hak-hak yang lain saja belum terpenuhi. Dalam menempuh pendidikan, anak-anak berusaha menentukan hak-hak mereka secara pribadi. Keluarga hanya mendukung secara umum dan hanya berskala kecil seperti hanya memenuhi kebutuhan buku tulis, baju seragam dan kebutuhan sederhana. Seyogyanya hak-hak anak bukan hanya sampai dititik itu saja. Butuh lebih support untuk menjadikan mereka sebagai prioritas bangsa.

Anak Sekolah Menengah Pertama, Pulau Panambulai (Foto : Beta Masran)
Anak Sekolah Menengah Pertama, Pulau Panambulai (Foto : Beta Masran)
Revolusi kualitas hidup anak sangatlah penting. Kita bersama seharusnya saling mendukung. Terutama dukungan dari pihak keluarga mereka. Di belahan Indonesia, hal ini belum teraplikasikan dengan baik. Khususnya di daerah timur Indonesia. Masih terdapat kelemahan dalam perlindungan kualitas hidup anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun