Perceraian adalah kondisi dimana putusnya ikatan perkawinan antara suami istri yang dilakukan atas kehendaknya suami istri tersebut atau karena putusnya pengadilan. Dalam arti lain, perceraian adalah putusnya ikatan dalam hubungan suami istri sehingga keduanya tidak lagi berkedudukan sebagai suami istri, dan tidak lagi menjalani kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga. Perceraian selalu diatur oleh hukum perkawinan, karena perceraian merupakan bagian dari pernikahan.Â
Perceraian dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti pertengkaran dan perselisihan, antara suami istri sudah tidak se visi dan misi lagi, kekerasan dalam rumah tangga, kurangnya komunikasi, perbedaan sifat dan perilaku, masalah ekonomi dan yang paling sering dijumpai adalah hadirnya orang ketiga di dalam suatu rumah tangga.Â
Sebenarnya perceraian adalah hal yang paling dihindari oleh pasangan yang sudah menikah dan sangat dilarang oleh agama Islam. Akan tetapi tidak selamanya suatu keluarga akan hidup harmonis, terkadang ujian dan cobaan hadir di tengah perjalanan sebuah keluarga, yang mana badai tersebut yang menyebabkan perceraian.Â
Pada umumnya, keputusan untuk bercerai di ambil apabila sudah tidak ada lagi jalan keluar yang bisa menyelesaikan permasalahan. Perceraian yang digugat kepada suami atau pun istri, menyisakan sakit hati kepada salah satu pihak, namun tidak hanya orangtua saja yang tersakiti, perceraian juga menyisakan sakit hati dan trauma pada anak yang mungkin akan selalu teringat hingga kehidupan selanjutnya.Â
Perceraian orangtua menyebabkan dampak yang merugikan bagi anak-anak yang terlibat. Banyak masalah yang dialami oleh anak-anak yang orangtuanya bercerai, anak seringkali mengalami perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka, contohnya saja dengan orangtuanya bercerai pasti keduanya akan pisah tempat tinggalnya. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan anak, seperti perpindahan tempat tinggal, perubahan sekolah, serta pemisahan dari salah satu orangtua.Â
Anak-anak yang orangtua nya telah cerai, ia pasti akan kebingunan akan tinggal bersama ibu atau ayahnya. Mereka juga pasti akan pindah sekolah apabila tinggal di lingkungan yang baru, serta harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan serta teman-teman baru nya.Â
Perasaaan sedih yang teramat dalam, marah, cemas, kecewa karena kehilangan salah satu figure orang tua pasti kerap dirasakan oleh mereka. Di beberapa kasus, anak-anak seringkali kesulitan dalam hubungan sosialnya, seperti jika berpindah ke tempat tinggal yang baru, mereka akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan dan temanteman baru nya. Dengan kondisi orangtua nya yang sudah berpisah, akan berpengaruh terhadap performa akademik anak di sekolah, seperti menurunnya minat belajar, sulit berkonsentrasi ketika jam pelajaran sedang berlangsung, bahkan tidak menguasai materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.Â
Sikap atau perilaku anak juga bermasalah, yang sebelumnya periang dan ceria kemudian setelah orang tuanya berpisah, ia berubah menjadi anak yang pendiam, tertutup dan tidak bersemangat. Hal tersebut dikarenakan anak mengalami stress, cemas dan sedih yang mendalam akibat perceraian orangtua nya. Mereka mungkin merindukan masa di mana semuanya masih baik baik saja, masa ketika keluarganya masih utuh dan masa sebelum terjadinya konflik ataupun masalah yang menyebabkan orangtua nya harus bercerai.Â
Kasus perceraian di Indonesia kian meningkat. Statistik menunjukkan, jumlah kasus perceraian pada 2 tahun terakhir mencapai 447.743 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah perceraian di Indonesia semakin bertambah banyak. Banyaknya kasus perceraian tersebut berdampak juga terhadap kondisi mental anak, karena berbagai penelitian telah dilakukan guna mengetahui apa saja dampak perceraian tersebut terhadap kesejahteraan mental anak-anak. Ahrons (2007) telah meneliti bahwasanya terdapat 40 hingga 50% anak yang orangtuanya telah cerai mengalami perubahan perilaku yang signifikan.Â
Dari laman Verywell Family, penelitian menunjukkan bahwasanya anak-anak mengalami kesulitan terberat ialah dalam satu atau dua tahun pertama setelah percerceraian dari kedua orangtuanya, mereka cenderung tertekan, sering marah, selalu cemas, kecewa dan tidak percaya lagi terhadap orangtua nya.Â
Penelitian juga menemukan tingkat depresi yang lebih tinggi pada anak dari orangtua yang bercerai. Dilansir dari The Guardian, sebuah penelitian menemukan bahwa dampak perceraian orangtua pada mental anak juga ditentukan oleh usia. Dimana anak-anak yang berada di usia 7 hingga 14 tahun saat orangtua berpisah berisiko 16% lebih tinggi mengalami gejala depresi dan kecemasan, sedangkan pada anak yang usianya berada di bawah 7 tahun dinilai tidak terlalu berdampak pada kondisi mentalnya. Penyebab perceraian sangat bervariasi, mulai dari perselisihan, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, dan meninggalkan salah satu pihak.Â