Mohon tunggu...
Egiya Riahta
Egiya Riahta Mohon Tunggu... Lainnya - Analis di Bank Sentral

Egiya Riahta saat ini mengabdikan diri sebagai pegawai Bank Indonesia dan telah memperoleh Sarjana Ekonomi (S.E) dari Universitas Indonesia, Master of Science (M.Sc.) Financial Technology dari ICMA Center Henley Business School, UK, dan Certificate Data Analytics (CertDA) dari ACCA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kabut Asap dan Transisi Ekonomi Hijau

16 Agustus 2023   00:43 Diperbarui: 16 Agustus 2023   00:53 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta tersedak kabut asap dengan indeks kualitas udara mencapai tingkat berbahaya, menandakan krisis lingkungan yang perlu perhatian segera. Pertumbuhan ekonomi ibu kota Indonesia yang pesat telah menyebabkan urbanisasi dan industrialisasi yang cepat, yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.

Krisis kualitas udara Jakarta menimbulkan kekhawatiran kritis tentang kesehatan, stabilitas ekonomi, dan kelestarian lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk fokus pada transisi menuju ekonomi hijau, memastikan pembangunan berkelanjutan yang melestarikan lingkungan, menciptakan lapangan kerja, dan mengatasi krisis lingkungan.

Krisis kualitas udara baru-baru ini di Jakarta telah memicu kekhawatiran. Langit yang dipenuhi asap telah menjelaskan risiko lingkungan yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi tradisional, dan menyoroti perlunya transisi menuju ekonomi hijau. Sementara fokus pada pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan eksploitasi sumber daya alam, hal itu juga menyebabkan degradasi lingkungan yang besar. Pergeseran menuju pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan lingkungan tidak hanya akan meningkatkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat, tetapi juga menciptakan pekerjaan baru yang ramah lingkungan.

Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang menghargai perlindungan lingkungan, hemat sumber daya, dan inklusif secara sosial. Ekonomi hijau berbeda dari ekonomi tradisional dalam banyak hal, termasuk pengurangan penggunaan sumber daya, promosi perlindungan lingkungan, dan penggunaan sumber daya alam secara rasional. 

Transisi menuju ekonomi hijau dapat menghasilkan berbagai manfaat, termasuk model pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan risiko lingkungan. Banyak negara telah berhasil bertransisi menuju ekonomi hijau, seperti Kosta Rika dan Denmark, dan telah melihat peningkatan signifikan dalam kondisi lingkungan dan ekonomi mereka.

Ambisi Indonesia untuk mengembangkan ekonomi hijau bukannya tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah kebutuhan akan investasi modal yang besar. Namun demikian, pemerintah telah secara aktif mengambil langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan hijau melalui insentif, peraturan, dan komitmen untuk mengurangi emisi. Negara ini menyadari bahwa sumber daya alamnya terbatas, dan transisi menuju ekonomi berkelanjutan diperlukan untuk pembangunan jangka panjang. Meskipun jalan ke depan mungkin menantang, Indonesia bertekad untuk mengejar masa depan yang lebih hijau yang bermanfaat bagi lingkungan dan ekonomi.

Dalam upaya mempromosikan praktik perbankan berkelanjutan, sektor keuangan seperti OJK dan BI menjadi ujung tombak inisiatif untuk meningkatkan kesadaran keuangan hijau. Dengan ancaman perubahan iklim yang menjulang, kebutuhan untuk memprioritaskan proyek ramah lingkungan menjadi sangat penting. 

Dengan menawarkan insentif likuiditas kepada bank yang menjalankan proyek ramah lingkungan, kedua otoritas ini tidak hanya memberikan insentif untuk peralihan menuju praktik berkelanjutan, tetapi mereka juga memastikan kesehatan planet ini dalam jangka panjang. Ini adalah langkah yang menggembirakan untuk menciptakan masa depan di mana solusi pembiayaan tidak hanya memperhitungkan pertimbangan ekonomi, tetapi juga dampaknya terhadap lingkungan.

Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya praktik bisnis berkelanjutan, standar pelaporan keberlanjutan telah muncul sebagai alat yang berharga bagi perusahaan yang ingin menunjukkan komitmen mereka terhadap lingkungan dan masalah sosial lainnya. Standar ini memberikan kerangka kerja untuk mengukur dan melaporkan praktik keberlanjutan, membantu perusahaan melacak kemajuan mereka secara akurat dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. 

Pada gilirannya, informasi ini dapat digunakan untuk memberikan argumen yang kuat kepada calon investor yang memprioritaskan bisnis yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan. Dengan semakin banyaknya investor yang mencari investasi hijau, kemampuan untuk menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan melalui pelaporan yang ditargetkan dapat berdampak signifikan pada keuntungan perusahaan.

Krisis kualitas udara yang parah di Jakarta dan daerah lain di Indonesia menyoroti urgensi transisi menuju ekonomi hijau. Untuk memastikan pembangunan berkelanjutan jangka panjang, para pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk mempromosikan sistem ekonomi yang berkelanjutan, inklusif, dan efisien. 

Peralihan ke ekonomi hijau dapat memberikan manfaat yang signifikan, termasuk pengurangan risiko lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan penciptaan lapangan kerja. Pencapaian ekonomi hijau di Indonesia akan membutuhkan komitmen, investasi, dan kolaborasi yang signifikan di seluruh industri, regulator pemerintah, dan pemangku kepentingan. Sudah saatnya semua pemangku kepentingan bekerja sama untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan dan sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun