Kasus pembunuhan sadis kian malang melintang di penghujung tahun 2024 ini. Parahnya, banyak kasus pembunuhan sadis akhir-akhir ini justru dilakukan oleh orang terdekat korban. Bahkan dalam beberapa kasus, anak-anak harus meregang nyawa akibat aksis sadis pelaku yang masih mengenal korban.
Kasus di Kediri, seorang adik tega menghabisi nyawa kakak, kakak iparnya, dan satu ponakannya yang masih berusia 9 tahun dengan seorang anak bungsu yang ditemukan masih kritis. Aksi sang adik ditengarahi masalah hutang piutang. Korban disebut tidak mau meminjami uang 10 juta kepada pelaku yang notabene belum melunasi utangnya kepada korban. Duh, semurah itukah nyawa manusia.
Kasus lain yang tak kalah menyayat hati adalah kasus pembunuhan seorang mahasiswi (EJ) di Bangkalan. Pelaku yang merupakan pacar korban tega membunuh dan membakar korban. Korban disebut tengah berbadan dua dan sang pacar tidak mau bertanggung jawab.
Satu lagi kasus pembunuhan, lebih tepatnya penikaman, di Medan dengan korban tiga anak, dua di antaranya tewas, satu kritis. Aksi sadis ini dilakukan karena pelaku tidak tahan diledek sebagai orang gila.
Sungguh, kriminalitas di negeri ini semakin menjadi-jadi. Rasa-rasanya manusia semakin kehilangan kemanusiaannya. Mengapa ini bisa terjadi?
Ada Niat dan Kesempatan, Waspadalah
 Kata Bang Napi, kejahatan terjadi karena ada niat dan kesempatan. Kata-kata ini ada benarnya sebab kasus-kasus pembunuhan sadis terjadi karena adanya dua hal ini. Tipisnya kesadaran iman manusia serta lemahnya sistem sanksi di negara ini memungkinkan maraknya aksi pembunuhan sadis dengan pelaku orang terdekat.
Seorang cendekiawan muslim, Ustaz Ismail Yusanto, dalam kanal UIY Channel menyebutkan bahwa niat dan kesempatan ini saling melengkapi. Jika ada kesempatan maka niat bisa muncul. Dan jika ada niat, maka kesempatan bisa dicari.
Tanpa sanksi yang keras dan tegas untuk menghukum tindak pembunuhan, maka seseorang tidak bisa menjaga diri dari niat tidak membunuh. Terlebih saat ini, sudah terjadi lumrahisasi kriminalitas di tengah-tengah masyarakat, yakni ketika orang kehilangan sensitifitas bahwa pembunuhan tanpa sebab yang dibenarkan agama adalah perbuatan dosa dan melanggar.
Untuk itu, masih menurut Ustaz Ismail, dibutuhkan hukum yang keras dan tegas, misalnya bunuh dibalas bunuh. Dengan demikian, seseorang agar berpikir panjang karena mengetahui risiko tindakan yang begitu besar.