Kecewa. Satu kata yang mewakili perasaan para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM SI di akhir aksi unjuk rasa beberapa hari lalu. Dalam pidatonya, Zakky Zuhad, pemimpin Aliansi BEM SI menyayangkan sikap aparat kepolisian yang tidak memberikan ruang aspirasi, sikap Presiden RI yang tidak menepati janjinya dalam upaya pemberantasan korupsi, hingga sikap pimpinan KPK, Firly Bahuri, yang tidak menemui para mahasiswa dan justru pergi ke Jambi.
Aksi BEM SI kali ini dipicu oleh diterbitkannya SK nomor 652 tentang pemberhentian 57 pegawai KPK yang dikeluarkan pada 13 September lalu. Kebijakan ini dikeluarkan karena 57 pegawai tersebut tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan.Â
Aliansi BEM SI menilai tes tersebut cacat formal dan secara susbtansi mengandung rasisme, terindikasi pelecehan dan mengganggu hak privasi dalam beragama.Â
Aliansi BEM SI menuntut Presiden untuk bertanggung jawab atas pemberhentian ini dan menuntut ketua KPK untuk mundur dari jabatannya. Selain itu, mereka juga mendesak KPK agar menjaga marwah dan semangat pemberantasan korupsi serta segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi.
Sayangnya aspirasi mulia mahasiswa ini tidak mendapatkan respon yang baik, baik dari aparat, maupun para pemimpin negeri ini. Bahkan bukan hanya di dunia nyata, di dunia maya tidak sedikit pihak yang mencibir aksi mahasiswa.Â
Nada-nada 'meremehkan' berkicau mengomentari aksi aliansi BEM SI. Agaknya mental mahasiswa tengah diuji, begitu juga dengan keistiqomahannya dalam menyampaikan aspirasinya demi Indonesia yang lebih baik.Â
Pada momentum kekecewaan sebagai ujian mental ini, aktivis mahasiswa harus merenung sejenak dalam rangka menata langkah perjuangan serta menguatkan mental.Â
Agaknya mahasiswa perlu me-refresh seperti apa niat awal pergerakannya, seperti apa gambaran cita-cita perubahan yang mereka inginkan dan bagaimana strategi untuk menggapai cita-cita tersebut.
Pemuda dan Kepekaannya
 Perubahan merupakan proses alami dalam peradaban manusia. Manusia diberikan nikmat berupa kemampuan untuk berpikir dengan akalnya. Kemampuan berpikir pada manusia menghasilkan temuan-temuan baru, termasuk temuan dalam hal pemikiran.Â
Ketika manusia mengaktifkan daya pikirnya, ia akan cenderung berjalan ke arah idealisme, kemudian bertekad mengubah realita yang tidak ideal menjadi ideal (sesuai idealismenya).Â
Dari semua jenjang generasi, generasi muda lah yang paling berpeluang menjadi aktor perubahan ini. Akal yang masih segar, beban tanggungan hidup yang belum menumpuk serta kekuatan fisiknya menjadi bekal bagi generasi muda dalam gerak perubahan.
Dalam perjalanan peradaban manusia, pemuda merupakan generasi yang memiliki sensitifitas tinggi dalam mengindra kejanggalan di tengah masyarakat. Sebab, memang demikianlah fitrahnya. Rasanya sulit bagi kita membayangkan bapak-bapak -yang harus bekerja sehari-hari untuk mencari nafkah- turun ke jalan dalam rangka membela hak rakyat.Â
Atau emak-emak -yang harus mengurus anak-anak dan keluarganya- berorasi dan sibuk rapat kesana-kemari membahas inisiasi gerak. Kalaupun aktivitas tersebut dilakukan bapak-bapak atau emak-emak, seharusnya kaum muda (mahasiswa) seharusnya lebih getol lagi dalam pergerakan mengingat beban hidup yang tidak seberat yang dipikul oleh orang-orang yang lebih dewasa.
Ya, itulah pemuda yang wajar memiliki idealisme serta radar yang kuat terhadap ketidakidealan di sekitarnya. Potensi besar ini seharusnya dimanfaatkan betul oleh negara sebagai saluran aspirasi rakyat, bukan justru diabaikan bahkan dihujat maupun dipersekusi.Â
Termasuk terhadap persatuan pemuda yang tergabung dalam Aliansi BEM SI ini, seharusnya negara tidak boleh mengabaikan dan cenderung menjatuhkan mental para mahasiswa.Â
Bila tidak ingin disebut antikritik, tidak ada salahnya menerima mahasiswa dengan tangan terbuka serta menjalin dialog dengan mahasiswa. Para mahasiswa ini seharusnya diapresiasi atas kepekaan dan kepeduliannya terhadap nasib negeri ini yang dibayangi oleh berbagai persoalan, termasuk korupsi.
Belajar dari Kekecewaan  Â
Di-ghosting setelah di-PHP-in memang mengecewakan dan menyakitkan. Apalagi di-PHP oleh pihak yang awalnya sangat dipercaya, relasi pemerintah dengan mahasiswa misal. Namun, alih-alih merenungi nasib, mahasiswa dapat merenungi kembali kemana arah perubahan yang tepat dan bagaimana strategi untuk mewujudkannya.Â
Rasanya 'sudah cukup sampai di sini saja' mahasiswa mau dikelabui oleh janji manis pemberantasan korupsi selama akar permasalahan korupsi tak tercerabut secara sempurna.Â
Sudah berapa kali penguasa menyatakan komitmennya untuk memerangi korupsi, tetapi korupsi lagi-lagi terungkap, bahkan yang sudah terungkap pun belum juga tuntas proses hukumnya. Ironinya, yang sudah dijatuhi hukuman pun, hukumannya masih relatif ringan dan minim menimbulkan efek jera. Bagaimana korupsi mau diberantas bila sistem yang ada masih membuka peluang yang sangat besar bagi tindak korupsi itu sendiri?
Permasalahan korupsi bukan satu fakta yang berdiri sendiri. Ia merupakan imbas dari permasalahan-permasalahan lain yang terjadi, yang nantinya juga akan berdampak pada kemajuan negeri ini. Bagaikan satu kartu domino di antara domino-domino lain, ia tidak berdiri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan korupsi merupakan permasalahan sistemik atau disebabkan oleh sistem hidup yang ada.Â
Secara nyata, sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem demokrasi yang notabene 'anak kandung' dari sekulerisme yang meminimalisasi peran Tuhan dalam pengaturan publik. Kebijakan publik yang diterapkan bersumber dari para pejabat wakil rakyat yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang notabene kental dengan pengorbanan berupa investasi yang tidak murah demi memperoleh jabatan tertentu.Â
Sistem semacam ini tak heran akan melahirkan pejabat-pejabat korup nan licik, serta kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pihak-pihak berkepentingan. Dengan demikian, kalau tidak mau kecewa lagi, mahasiswa seharusnya menyadari permasalahan mengakar ini.Â
Selain memahami permasalahan dari akarnya, mahasiswa harus senantiasa menguatkan mentalitas dalam perjuangan. Mentalitas yang kuat dibentuk dari motivasi awal pergerakan.Â
"Untuk apa pergerakan dilakukan? Mengapa harus ada perubahan? Ke arah mana (target) pergerakan?" Pertanyaan-pertanyaan semacam itu harus mampu dijawab dengan tuntas.Â
Jelasnya langkah dan tujuan secara otomatis meningkatkan daya tahan terhadap berbagai tantangan seperti komentar negatif terhadap aksi mahasiswa.
Nah, tujuan yang jelas dan terarah, solusi mengakar, mentalitas yang kuat serta gerak yang terintegrasi menjadi bekal bagi mahasiswa menjadi corong perubahan. Bersuara memang berisiko, tetapi diam melihat ketidakadilan juga bukan solusi. Perubahan bukan terjadi begitu saja, melainkan harus diperjuangkan, salah satunya oleh kalangan pemuda intelektual, mahasiswa. Salam mahasiswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H