Ucap Zenal dengan serius.
“Eh kalian, ti...ti...tidak kok.”
Jawabku dengan terbata-bata sambil mengambil buku komik yang terjatuh.
“Lalu kenapa kamu melamun terus?”
Ungkap Yopi menatap tajam ke arahku.
“Aku hanya sedang memikirkan teman-temanku di desa sana”. Sambil membereskan buku yang sedari tadi belum aku bereskan.
Sesaat kami terdiam. Kulihat Yopi dan Zenal saling pandang mereka mulai berbicara dengan isyarat dan memutuskan biarkan alam yang menyampaikan pesan pada benak mereka masing-masing. Alunan angin menyapu lamunan kami yang mulai dalam.
“Ya sudah kamu jangan melamun terus, kami juga kan sama temanmu juga”. Yopi memberanikan diri untuk keluar dari cengkrama alam. “Jadi kalian mau berteman denganku?” tanyaku memotong pembicaraan.
“Kenapa tidak. Justru kami sangat senang kalau punya teman baru, betul kan Zen?” Yopi melirik ke arah Zenal yang sedang memandangi buku komikku.
“Betul Gi. Kalau memang kamu butuh bantuan kita, bilang saja.”
“Baiklah taman-teman, terimakasih untuk kebaikannya”. Demikianlah aku mengakhiri perbincangan di siang itu.