Jika yang selama ini masih sering dilakukan hanya pada saat peringatan Hari Kemerdekaan berupa panjat pinang, balap karung, memukul kendi, sebetulnya masih banyak permainan yang kita miliki. Saat masih kecil, kita mungkin akan teringat kembali dengan memori bermain dengan teman-teman di halaman atau lapangan. Berlarian kejar-kejaran, petak-umpet, bermain kelereng dan lain sebagainya. Kini, hal itu sudah jarang kita dapati seiring masuknya teknologi dan dunia modern, ditambah lagi ketersediaan lahan yang mulai hilang berubah menjadi bangunan-bangunan.
Suatu hari penulis sedang duduk bersandar di sebuah tiang yang terletak di serambi musala. Tiba-tiba, segerombolan anak-anak kecil datang. Seorang anak dengan tangan menutup mata lantas meneriakan sebuah kata yang pasti tidak asing bagi yang sudah menonton Squid Game. Dengan suara khas anak kecil, anak itu berkata: "mugunghwa kkoci pieot seumnida". Sedangkan anak-anak di belakangnya mulai berada di belakang dan diam saat anak ini menoleh ke belakang.
Saya kaget dan bergumam " entah dari mana mereka tahu tentang lagu itu dan permainan yang mereka lakukan? Apakah mereka sudah menonton Squid Game di usia mereka?..". Tapi, momen kejadian ini menarik bagi saya. Mereka yang masih kecil dengan mudah menyerap permainan yang asing baik itu melalui tontonan atau mungkin melihat dari teman seusia mereka yang terlebih dahulu memainkan hal yang sama.
Keramaian dan kehadiran Squid Game yang pengaruhnya juga terasa di Indonesia menjadi PR bagi kita untuk mengenalkan kembali permainan daerah yang kita miliki, meski harus dibungkus dengan teknologi dan disesuaikan dengan perkembangan dunia modern, hemat saya itu akan lebih baik dibandingkan kita harus melihat permainan daerah yang banyak itu hilang dan anak-anak sudah tidak memainkannya lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H