Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bisikan dan Gangguan Pikiran: Layakkah Bisikan Selalu Menjadi Alasan Bertindak?

26 Maret 2021   16:13 Diperbarui: 26 Maret 2021   16:27 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber Gambar: canva.com

"Manusia adalah hewan yang berpikir." Begitulah ungkapan yang kerap kali diucapkan untuk membedakan manusia dengan makluk ciptahan Tuhan lainnya. Secara anatomi, manusia diberikan perangkat yang dapat menunjang dan dipergunakan untuk kehidupannya. 

Manusia pun dilengkapi dengan perangkat berpikir berupa otak dan akal untuk menentukan baik dan buruk. Untuk mengimbanginya, manusia juga diberikan perangkat rasa berupa hati nurani untuk merasakan sesuatu dan membuatnya memiliki sisi kepekaan.

".....aku mendapatkan bisikan untuk menghabisi nyawanya..."

".....penyakit atau santet yang kamu alami bisa disembuhkan dengan cara bersetubuh.."

Dua ungkapan di atas mungkin saja pernah kita dengar dalam beragam peristiwa yang terjadi di masyarakat. Mungkin saja, ada sebagian orang yang pernah mengalaminya di kehidupan nyata selama ini. Secara nalar, rasanya sulit untuk memahami dan menerima bahwa penyakit bisa disembuhkan dengan melakukan persetubuhan dengan orang yang dianggap pintar itu. 

Apakah nafsu bisa menjadi obat untuk penyakit? Tidak mungkin juga dengan alasan mendapatkan bisikan, bisa membuat seseorang menjadi gelap mata dan dengan entengnya membunuh dan menghabisi nyawa orang lain. Meski demikian, faktanya, kita kerap kali menyaksikan bahwa alasan-alasan ini kerap diungkapkan para pelaku saat mereka sudah berhadapan dengan hukum.

Lantas, benarkah bisikan bisa membuat seseorang melakukan tindakan tidak terpuji dan mengerikan seperti yang selama ini dianggap kerap terjadi? Hemat saya, jika kondisi kejiwaan seseorang dalam kondisi baik, mampu berpikir dan menggunakan akal sehatnya, serta masih memiliki rasa di hatinya, tindakan atau perbuatan tidak terpuji meski mendapatkan bisikan untuk melakukannya, tidak mungkin dilakukan.

Kejernihan berpikir dan kejiwaan seseorang perlu dipertanyakan jika ia melakukan tindaknnya hanya berdasarkan bisikan yang tidak jelas asal-usulnya, tidak jelas sumbernya, tidak jelas siapa yang membisikinya. Bisa jadi, yang ia anggap bisikan bukanlah bisikan, melainkan halusinasi akibat kejiwaannya yang terganggu atau hanya sekadar alasan belaka.

Secara kultural, masyarakat kita masih memercayai tradisi atau unsur-unsur mistis yang bagi kalangan rasional dianggap sebagai klenik. Masyarakat membahasakan "bisikan" dengan sebutan "wangsit" atau petunjuk berupa hasil mimpi atau bisikan yang ia peroleh saat melakukan ritual seperti semadi atau bertapa.

Pembahasan bisikan, jika dihubungan dalam konteks agama sebenarnya memang ada. Dalam bahasa agama, bisikan disebut sebagai ilham. Selain ilham, ada istilah wahyu yang tingkatannya lebih tinggi dari ilham.  

Wahyu dalam konteks agama diperuntukkan bagi para kekasih Tuhan yang menjadi penanda orang tersebut diangkat kedudukannya sebagai utusan atau kekasih-Nya. Isi wahyu sendiri merupakan "Kalam Tuhan" yang disampaikan melalui perantaraan malaikat. Dalam Islam, malaikat yang bertugas untuk menjadi duta langit penyampai wahyu adalah Jibril.

Bagaimana Jibril menyampaikan wahyu? Ada beberapa cara, misalnya dengan menunjukkan wujud atau bentuk aslinya kepada para nabi, bisa dengan menyerupai bentuk manusia, melalui penanda gemerincing suara lonceng, dan langsung membisikan sesuatu ke hati nabi. Pernah ada kasus seseorang yang mengaku bertemu dengan Jibril dan berkawan dekat dengannya sehingga ia menyakini dirinya sebagai kekasih Tuhan. 

Apakah benar demikian? Teologi Islam sendiri menyakini bahwa tidak ada nabi lain setelah Nabi Muhammad saw. Kemudian muncul pertanyaan, jika sudah tidak ada lagi nabi, apa yang dikerjakan oleh Jibril? Nah, selain menjadi perantara atau duta dalam proses pewahyuan para nabi, Jibril juga bertugas untuk menjadi pemberi ilham atau petunjuk kepada orang-orang baik untuk menjadi lebih baik lagi.

Bagaimana dengan mimpi? Ada mimpi baik dan mimpi buruk. Mimpi mungkin saja bisa memiliki makna atau hanya sekadar bunga tidur. Mimpi bertemu Rasulullah misalnya, merupakan impian dan keinginan banyak orang. Riwayat sendiri menegaskan bahwa setan bisa menjelma menjadi apa dan siapa saja dalam mimpi, tetapi ia tidak bisa menyerupai Rasulullah. 

Banyak kisah-kisah para ulama terdahulu yang bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan biasanya cerita-cerita itu baru bisa diakses menjelang akhir hayat mereka atau setelah mereka tiada. Bagi sebagian orang, mimpi bertemu Rasulullah merupakan anugerah yang perlu dirahasiakan dan merupakan pecutan agar ia menjadi lebih baik lagi. Biasanya, secara lahiriah penanda yang tampak adalah orang tersebut mendapatkan anugerah berupa pengetahuan dan menjadi orang yang lebih baik---lebih giat dalam beribadah.

Mengenai mimpi, ada dua jenis mimpi: al-Ru'yah al-diqah ( mimpi yang benar) dan al-Ru'yah al-Kdhibah (mimpi yang bohong) . Contoh mimpi yang benar adalah kisah kisah Ibrahim dan Ismail. Ibrahim bermimpi menyembelih putranya (Ismail) dan mereka berdua berserah diri untuk melaksanakan mimpi itu (A-fft ayat 102). Pada akhirnya, Ismail diganti dengan hewan sembelihan dan kisah ini menjadi asal-usul kurban atau penyembelihan hewan saat Iduladha dalam sejarah Islam (A-fft ayat 107).

Apakah bisikan atau wangsit mengarah pada tindakan buruk atau jahat? Jika kita menyimak informasi belakangan ini, wangsit atau bisikan kerap kali dijadikan alasan oleh segelintir orang sebagai pembenaran atas tindakannya. Tindakan yang masuk akal dan baik? Kebanyakan alasan ini digunakan oleh mereka yang melakukan tindakan yang tidak masuk akal. 

Memerkosa dengan alasan mendapatkan petunjuk bahwa dengan cara tersebut bisa menyembuhkan penyakit seseorang, atau membunuh orang lain karena mendapatkan bisikan. Rasanya perbuatan yang mereka lakukan bukanlah bisikan. Coba Anda renungkan! Benarkah bisikan bisa menyesatkan manusia untuk berbuat semacam itu?

Jika memang yang didapatkan merupakan sebuah bisikan atau wangsit, seharusnya mengarah pada tindakan baik. Anggapan mendapatkan bisikan sebenarnya bisa disebabkan karena kondisi kejiwan seseorang terganggu dan pikirannya yang terbebani dengan banyak masalah, sehingga berpikir bahwa ada suara-suara yang memerintahkannya untuk melakukan tindakan tertentu.

Setidaknya bisikan sendiri bisa berasal dari malaikat berupa ilham yang membuat manusia menjadi lebih baik dan melakukan tindakan-tindakan baik. Selain itu ada bisikan setan, bisikan hati nurani, bisikan hawa nafsu, dan bisikan atau pengaruh perkataan orang lain (An-Ns ayat 4-6).

Sungguh tidak logis dan rasa-rasanya tidak bisa diterima jika alasan bisikan atau wangsit digunakan untuk membunuh orang lain atau memperkosa orang lain. Lantas jika bisikan itu benar, apa yang akan didapatkan oleh orang tersebut? Nyatanya itu hanya sekadar bisikan yang tidak bermanfaat, menjerumuskan dan pada akhirnya sang penerima bisikan sendiri yang mengalami kerugian.

Mari jaga kesehatan. Tetap berpikir logis dan hindari tindakan-tindakan yang bisa mencelakai diri sendiri maupun orang lain. Berpikir tenang dan jernihkan hati agar kita terhindar dari bisikan-bisikan yang tidak jelas manfaatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun