Dr. Thobib mengingatkan bahwa di era persaingan global dan revolusi industri 4.0, manusia khususnya milenial harus mampu bersaing  dengan orang lain, terus mengasah dan mengisi diri dengan keterampilan dan kemampuan yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Dalam pemaparannya, Prof. Nur Kholis mengingatkan bahwa di era media sosial seperti sekarang ini persebaran hoaks begitu mudah dan sayangnya banyak orang yang mempercayainya. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa sebenarnya kehadiran hoaks sudah berlangsung sejak lama, bahkan sudah pernah ada pada saat Nabi hidup.
Dengan merujuk Kitab Sirah an-Nabawiyyah karya Ibn Hisyam, hoaks pada masa Nabi Muhammad terjadi pada tahun 8 Hijriyah berkaitan dengan kisah kaum Anshar dan Muhajirin.
Kisah tersebut bisa memberikan gambaran bahwa sosok Nabi yang Agung bahkan menjadi korban tuduhan hoaks dari orang pada masa itu, apalagi kini siapa pun bisa menjadi korban tuduhan hoaks atau bahkan bisa dengan mudah terhasut hoaks.
Era media sosial membuat setiap orang bisa berkomunikasi dengan banyak orang meski belum pernah berjumpa atau bahkan tidak pernah mengenal satu sama lain.
Risiko yang terjadi ada kalanya media sosial dijadikan sebagai ajang untuk saling mencaci, menghasut atau bahkan menyebarkan ketakutan dan kebencian kepada orang lain.Â
Konten negatif berupa hoaks, hasutan, dan ujaran kebencian sayangnya kerap kali menjadi membesar karena ada banyak orang yang ikut andil dalam membesarkan konten tersebut sehingga banyak orang ikut dalam pusaran arusnya.Â
Menghadapi hal semacam ini, Prof. Nur Kholis mengingatkan peserta dengan mengelaborasi isi dari Kitab Jam’ul Jawami’ karya As-Subki terkait dengan suatu perbuatan atau tindakan yang hukum awalnya adalah mubah tetapi ternyata jika dilakukan bisa menjadi wajib.
Dalam konsep Islam, mubah adalah sesuatu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh tidak dikerjakan tidak ada pahala atau dosa jika mengerjakan atau meninggalkannya.Â
Beliau mencontohkan sikap diam. Diam adalah tindakan yang hukumnya mubah. Namun, jika diam itu dilakukan dalam konteks agar kita terhindar dari tidak terlibat melakukan perundungan kepada orang lain, agar tidak menuduh orang lain, tidak menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian maka diam yang sebelumnya hukumnya mubah kemudian  menjadi wajib yaitu jika dikerjakan mendapatkan pahala tetapi jika ditinggalkan mendapatkan dosa. Diamnya kita dalam konteks yang benar dan positif seperti itu akan mendapatkan pahala.