Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Survei LIPI: Evaluasi dan Tantangan Masa Depan Demokrasi Indonesia

4 September 2019   19:43 Diperbarui: 4 September 2019   19:47 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pembahas Hasil Survey. Dok. Pribadi

Bahkan, 82% para tokoh menyatakan bahwa pemilu harus diubah. Terkait pertanyaan bahwa bahwa pemilu 2019 lebih banyak terpusat pada pilpres dibandingkan pileg, 96 tokoh mengiyakan. 

Bahkan 43,5% menganggap adanya pembelahan di masyarakat akibat pendukung Jokowi dan Prabowo, yang menurut mereka termasuk ancaman bagi keutuhan bangsa. 

Mengenai pemilu serentak, Syamsuddin Haris  menyatakan bahwa skema yang diputuskan oleh MK dan diadopsi uu 17 pemilu serentak 5 kotak berbeda dengan skema yang direkomendasikan dia dan beberapa orang dari beberapa lembaga, tokoh dan komunitas yang memisahakan pemilu serentak nasional (Presiden, DPR dan DPD), dan pemilu serentak lokal (Kepala Daerah, DPRD Kabupateen/Kota dan DPRD Provinsi). 

Ia menjelaskan bahwa yang penting untuk diubah adalah sistem pileg dan presiden karena itu menjadi faktor utama meluas dan masifnya politik uang. Mekanisme ambang batas pencalonan presiden menimbulkan pembelahan poltik.

Titi Anggraini  memberikan pernyataan bahwa desain pemilu serentak tahun ini merupakan pemilu yang diintervensi oleh lembaga peradilan yaitu MK. Adanya pemilu serentak menurutnya menjadi pemilu yang melelahkan tidak hanya bagi pemili, tapi juga baagi peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. 

Belum lagi dengan adanya ambang batas yang dinaikan menjadi 4% membuat partai politik sulit membangun gagasan dan kaderisasi sehingga tidak terjadi dinamika yang kompetitif. Kompetisi yang mereka lakukan diciptakan secara tidak alamiah karena mereka dipaksa untuk pragmatisme. 

Sudah seharusnya menurut Titi desain hukum pemilu kita harus disiapkan dengan matang harus berkontribusi terhadap demokrasi dan pemilu yang demokratis.

Lebih jauh Titi juga mengomentari pelaksanaan pemilu oleh penyelenggara dengan banyak ditemukannya kasus seperti distribusi logistik pemilu yang telat sampai, kerusakan dan lain-lain. 

Penemuan-penemuan itu menurutnya meningkat jumlahnya. Implementasi pelaksanaan pemilu serentak ternyata menyulitkan mengelola administrasi pemilu tidak bisa melayani pemilih dengan baik. Bahkan, untuk kasus surat suara tidak sah juga besar jumlahnya yang disebabkan Karena pemilih lelah atau mengganggapnya tidak penting.

Pengalaman penulis pribadi saat berada di TPS banyak orangtua yang kesulitan untuk menentukan pilihannya. Lembar DPRD Kabupaten lebih mudah, karena di kampung setidaknya ada dua orang yang mencalonkan diri. 

Berbeda dengan saat membuka lembaran berikutnya  seperti DPRD Provinsi, DPD Dan DPR sehingga pilihan yang lebih mudah untuk dicoblos pertama kali adalah kertas suara pilpres yang hanya dua pasangan baru kemudian DPRD Kabupaten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun