Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Polusi Sampah Plastik di Lautan, Solusi Inovatif Ubah Plastik Menjadi Energi

6 Agustus 2019   09:46 Diperbarui: 6 Agustus 2019   10:21 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa Siswa Sedang Mengamati Benda Koleksi Museum. Dok. Pribadi

Sampah merupakan masalah serius yang dihadapi banyak negara. Dalam budaya konsumtif manusia, plastik masih banyak digunakan sebagai media untuk membungkus makanan atau minuman termasuk sebagai alat pembawa barang belanjaan. Jumlah sampah yang dihasilkan bisa menjadi sarang penyakit dan kuman . 

Dari sekian banyak sampah, sampah plastik merupakan sampah yang sulit dan tidak mudah terurai. Sangat disayangkan kerap kali kita menjumpai sampah yang berserakan terbuang sembarangan. 

Miris rasanya di saat sampah menjadi masalah serius, masih banyak perilaku sebagian oknum masyarakat yang membuang sampah di sungai dan termasuk membuang sampah di selokan. Padahal, perbuatan itu bisa membuat aliran air menjadi terganggu dan bisa menimbulkan bau menyengat, sarang nyamuk, dan bisa menyebabkan banjir. Sampah-sampah ini banyak terbawa hingga ke laut. 

Vitorio Mantalean, Kompas (27/7/19) memberitakan sebuah sungai di Kelurahan Bahagia, Babelan, Bekasi Utara tertutup dengan sampah. Tidak terlihat aliran air sungai karena sudah dipenuhi oleh sampah plastik.

Para Peserta Sedang Mendapatkan Penjelasan Mengenai Kondisi dan Koleksi Museum. Dok. Pribadi
Para Peserta Sedang Mendapatkan Penjelasan Mengenai Kondisi dan Koleksi Museum. Dok. Pribadi
Beberapa pekan terakhir pemberitaan mengenai sampah menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Kehawatiran akan jumlah sampah yang banyak terutama sampah-sampah yang ada di laut membuat banyak orang termasuk pemerintah berpikir keras untuk mengatasinya. Berbagai usaha, progam an inisiatif masyarakat juga kemudian hadir untuk menekan peningkatan jumlah sampah plastik. 

Gerakan untuk tidak menggunakan sampah sekali pakai, gerakan menggunakan tumbler, hingga keputusan mengenakan tarif biaya di pusat perbelanjaan bagi pembeli yang menggunakan plastik. 

Sampah plastik menjadi ancaman serius Karena kondisinya yang tidak mudah terurai meski sudah tertanam atau mengapung di lautan cukup lama. 

Laut yang merupakan tempat hidup bagi ikan-ikan dan terumbu karang, harus dijaga dengan baik. Keberadaan sampah plastik di laut sangat  mengancam ekosistem dan mencemari lingkungan. Sampah plastik akan nenghambat dan merusak pertumbuhan dari terumbu karang, tidak sedikit bahkan yang membuat ikan-ikan atau makhluk yang hidup di laut terganggu seperti plastik yang tersangkut di ikan atau penyu dan bisa saja sampah  itu dimakan oleh mereka.

Tidak bisa dibayangkan sampah plastik yang puluhan tahun tidak mudah terurai dimakan oleh ikan kemudian ikan itu ditangkap oleh nelayan dan dikonsumsi oleh keluarga mereka atau oleh kita. Maka konsekuensinta tanpa disadari kita telah mengkonsumsi sampah plastik yang dapat membuat banyak penyakit.

Beberapa Siswa Sedang Mengamati Benda Koleksi Museum. Dok. Pribadi
Beberapa Siswa Sedang Mengamati Benda Koleksi Museum. Dok. Pribadi
Sampah menjadi perhatian serius banyak pemerintah daerah karena jumlahnya yang tidak pernah mengalami penurunan. Sedangkan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) selalu dipenuhi oleh sampah-sampah yang datang dari luar daerah sekalipun. Misalkan saja kondisi sampah yang menumpuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap di Bantar Gebang. 

Pada tanggal 26 Juli 2019, bertempat di Marine Heritage Gallery Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan, diadakan Diskusi dengan Tema " Plastic Waste is The Problem and The Solution" berbagi pengalaman dan cerita bersama Race for Water. Annabelle Boudinot selaku second in command Race for Water Team hadir sebagai pembicara utama dan memberikan edukasi kepada peserta yang hadir mulai dari anak-anak sekolah hingga orangtua. 

Race for Water sendiri merupakan gagasan dan program yang diprakarsai oleh  Marco Simeoni dengan beranggotakan lima orang tim yang memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda. Race for Water melakukan eskpedisi ilmiah mengarungi lautan antar negara dimulai sejak tahun 2017 dan ditargetkan selesai pada tahun 2021. 

Tujuan mereka adalah untuk mencari solusi dari permasalahan sampah di lautan. Selama lima tahun mengarungi lautan antar negara dan benua, sudah 38 tempat mereka singgahi. Kapal yang digunakan  memiliki teknologi yang canggih, dengan mengandalkan tenaga surya, hidrogen dan bantuan teknologi layang-layang. 

Persoalan sampah di Indonesia bukanlah masalah segelintir orang. Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tanpa memandang status sosialnya merupakan persoalan yang perlu diselesaikan bersama-sama. Perlu kerjasama dari semua pihak untuk mencegah limbah plastik  ke sungai atau laut. Kesadaran harus terus dimunculkan dan ditumbuhkan pada setiap individu agar jangan pernah membuang sampah sembarangan.

Sebenarnya dengan membuang sampah sembarangan termasuk perbuatan tidak terpuji membuang sampah di selokan dan aliran sungai kita telah menjadi penyebab dari bencana yang bisa menimpa orang banyak. Saat musim hujan tiba sampah di aliran sungai akan menghambat air mengalir dan bisa menyebabkan banjir. Jika sudah terjadi banjir apakah baru kita sadar atau hanya bisa menuding orang lain padahal kita juga ikut bersalah.

Jika kita melewati beberapa aliran sungai di Jakarta, para petugas oranye harus pasang badan membersihkan sungai dari sampah-sampah yang tidak jelas asal muasalnya. 

Meski pemerintah daerah, lembaga pendidikan atau tempat pelayanan publik telah menyediakan tempat sampah tiga model sesuai denga jenisnya, kita masih belum mampu untuk memilah dan membuang sesuai dengan jenisnya. 

Pernahkah kita berterima kasih kepada para pemulung yang sering nengambil sampah-sampah dari tempat sampah di komplek perumahan dan lainnya. 

Kehidupan mereka hanya bergantung pada sampah plastik yang mereka kumpulkan untuk dijual kepada para pengepul untuk didaur ulang. 

Daur ulang sampah yang masih bisa digunakan termasuk sampah plastik perlu didukung dengan meningkatkan kesejahteraan para pemulung dan petugas kebersihan.

Karena alasan itu juga kehadiran Race for Water ke bebrbagai negara juga memiliki lima program yang menjadi misi penting mereka saat berhenti di sebuah negara: 

Pertama adalah learn  yaitu mengumpulkan para komunitas ilmiah untuk saling berbagi pengetahuan akan bahaya sampah plastik dan dampak yang ditimbulkannya; 

Kedua, share yaitu apa yang diketahui kemudian dibagikan kepada para pembuat kebijakan, masyarakat dan generasi muda agar pengetahuan yang diperoleh dapat meningkatkan kesadaran mereka;

 Ketiga,  act yaitu mengambik aksi dan tindakan dengan terus mempromosikan bahaya dampak dari sampah plastik dengan menerapkan solusi  yang terbaik untuk menanggulangi agar jangan sampai sampah terus menumpuk dan tidak mengalir ke laut.

Sampah di lautan akan terombang-ambing di bawa oleh arus air laut. Tidak menutup kemungkinan ada ekspansi dan percampuran sampah-sampah yang berada di lautan kemudian terdampar dan menumpuk di bibir pantai. 

Menurut Annabele. Sampah sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup tidak hanya manusia tapi hewan dan tanaman di laut. 

Sampah plastik tidak mudah terurai meski terpendam di tanah puluhan tahun. Sampah plastik jika sampai dikonsumsi oleh manusia bisa menimbulkan banyak penyakit. 

Tidak ada manusia yang secara sadar akan memakan sampah plastik. Tapi, tanpa disadari oleh kita bisa saja kita telah mengonsumsi sampah plastik sejak lama dan sudah menumpuk di dalam tubuh. 

Sampah-sampah plastik yang berada di lautan akan dimakan ikan-ikan. atau miscroplastik yang tercipta dari sampah plastik akan dimakan oleh plangton dan kemudian di makan oleh ikan. 

Ikan itu ditangkap oleh nelayan dan masuk ke dapur dan dikonsumsi oleh kita dan keluarga? Berarti kita sudah mengonsumsi sampah. Belum lagi microplastik yang ada di pasir yang ada di bibir pantai atau di tanah kemudian di makan burung  lalu burung itu ditangkap dan dimasak oleh manusia. Siklus ini tentu tidak baik.

Selain daur ulang, sebenarnya menurut penjelasan Annabelle sampah-sampah bisa menjadi sumber energi. Sampah yang menumpuk bisa dimanfaatkan dan diolah menggunakan mesin dan teknologi untuk menjadi energi baru.

Mari sejak dini kurangi penggunaan plastik dalam keseharian kita. Penulis sendiri mengakui belum sempurna, tapi usaha kecil kita untuk meminimalisir penggunaan plastik akan sangat bermanfaat bagi lingkungan dan masa depan anak cucu kita kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun