HIV kerap kali dipahami sebagai penyakit yang berbahaya. Sehingga paradigma yang selama ini diyakini membuat banyak penyandang ODHA justru mendapatkan perlakukan dan sikap yang tidak meyenangkan.
HIV sendiri merupakan virus yang berkembang dan terdapat pada tubuh manusia. Virus ini dapat menyebankan turunya daya imun yang memudahkan tubuh terinfeksi dan terkena penyakit.Â
Setiap tahunnya, kasus HIV dan AIDS terus meningkat. Berdasarkan data Kemenkes RI jumlah kasus HIV hingga Juni 2018 mencapai 301.959 sedangkan kasus AIDS mencapai 108.829.
Kesehatan tentu sangat penting bagi setiap individu. Menjauhi HIV bukan berarti menjauh orang-orang yang mengalami HIV dan mengucilkan mereka, akan tetapi yang dimaksud adalah menjauhi perbuatan yang dapat menyebabkan kita terkena HIV.
Masyarakat jarang tahu bahwa sebenarnya HIV itu ada obatnya. Meski tidak sepenuhnya bisa menyembuhkan total, dengan meminum obat akan mengendalikan perkembangan virus di dalam tubuh. Obat itu adalah ARV (Anti Retro Viral).
Menurut dr. Wiendra Waworuntu. M. Kes selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalikan Penyakit Menular Langsung, hingga tahun 2018 jumlah pelayanan tes HIV terus meningkat hingga 5.449 sedangkan untuk layanan PDP meningkat menjadi 896.Â
Tes HIV sendiri berfungsi untuk mengetahu apakah kita terinfeksi atau tidak. Jika terinfeksi maka akan segera diberi tindakan pengobatan segera. Setiap tahunnya penyandang ODHA sendiri lebih banyak merupakan lelaki produktif.
Sedangkan aktivitas rutin dalam bermasyarkat tidaklah menyebabkan HIV menular seperti Menggunakan toilet bersama, bertukar pakaian, berbagi makanan/minuman, Berenang Bersama, duduk berdampingan (baik dalam dunia bekerja/pendidikan), Keringat, Tinggal Serumah, Bersalaman dan Berciuman.
Oleh sebab itu, para penyandang ODHA sebenarnya membutuhkan penerimaan akan dirinya (sebagai penyandang ODHA) dan dukungan dari orang-orang yang mereka cintai baik itu dari keluarga, masyarakat dan lingkungan. Perlakukan mereka dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Jangan acuhkan mereka, apalagi sampai menghardik dan mengucilkan itu sangat tidak perlu dilakukan. karena para penyandang ODHA tidak bisa memilih akan takdir, walaupun bisa memilih pasti mereka akan memilih tidak mendekati media penularan HIV.
Kita tidak boleh menganggap bahwa para penyandang ODHA merupakan orang yang sering melakukan hubungan sex atau sering berganti pasangan sex.
Akan tetapi kita juga harus paham banyak di antara mereka yang merupakan korban dari ketidak tahuan sebab penularan HIV, misalnya banyaknya penyandang ODHA wanita disebabkan karena terinfeksi suami mereka yang 'sering jajan' diluar, atau seorang anak dari seorang ibu penyangdang ODHA, atau seseorang yang terinfeksi dari jarum bekas (penyandang ODHA) yang digunakan kembali, atau mendapat transfusi darah dari penyandang ODHA (tanpa sepengetahuan).
Neneng Juliani misalnya menceritakan pengalaman pribadinya bahwa ia terinfeksi HIV sejak 2003 karena suaminya. Ia sudah 15 tahun mengonsumsi obat ARV setiap hari agar bisa mengendalikan penyebaran virus tersebut.
Ia sempat juga mengalami kondisi tertekan karena tentu keluarga tidak menerima. Akan tetapi ia tidak menyerah dan mengikuti banyak aktivias yang berhubungan dengan para penyandang ODHA. Sehingga pada akhirnya keluarga pun secara perlahan mulai mengerti dan akhirnya mengerti kondisinya.
Kini ia juga sudah punya anak dan anaknya tidak terinfeksi HIV. Menurutnya agar anak tidak terinfeksi HIV ada programnya.
Mari jauhi perbuatan yang dapat menyebabkan kita terinfeksi HIV, tapi jangan jauhi saudara kita para penyandang ODHA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H