Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memutus Prasangka, Membangun Rasa dalam Hidup Berbangsa dan Beragama

30 Mei 2018   08:06 Diperbarui: 30 Mei 2018   08:47 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keindahan Keberagaman Bangsa Indonesia. Sumber Gambar: Buku Catatan Kegiatan

Ia juga melanjutkan bahwa budaya kekitaan harus dijaga dengan baik.  Romo mencontohkan bahwa masing-masing kata memiliki pasangannya misalnya kata 'saya' pasangannya 'kami', kata 'dia' pasangannya 'mereka', kata 'engkau' pasangannya 'kamu', tapi kata 'kita' tidak memiliki pasangannya. Karena sesungguhnya kata 'kita' telah mencakup semua kata itu. Gagasan ini menurutnya terinspirasi dari pernyataan Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin. 

Budaya kekitaan ini dapat dikembangkan dengan sembilan cakupan yaitu budaya kehidupan, budaya kemajemukkan, budaya inklusivitas, budaya solidaritas,  budaya toleransi, budaya persaudaraan, budaya dialog, budaya kebenaran dan budaya kasih. Budaya ini dapat dimulai pada lingkup keluarga, sekolah, organisasi/komunitas keagamaan, organisasi/komunitas non-keagamaan dan masyarakat.

Hilangkan Prasangka dan Tumbuhkan Pikiran Positif

Konflik tercipta karena adanya kesenjangan, ketidak adilan dan kesalahpahaman. Kecurigaan kepada orang lain atau kesalahpahaman dapat membuat seseorang dapat melakukan tindakan yang di luar dugaan. 

Kecurigaan yang berlebihan akan melahirkan prasangka buruk yang selalu menyelimuti benak dan pikiran. Jika rasa curiga sudah bertemu dengan kesalahpahaman maka konflik akan dapat mudah terjadi. 

Saat terjadi kesalahpahaman, menutup diri dan tidak melakukan klarifikasi dapat menambah masalah menjadi semakin membesar.

Menurut Alissa saat ini  kita  mudah untuk menuntut orang lain memahami kita tapi kita tidak mau memahami orang lain.

Ketika agama kerap kali dihubungkan dengan berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum radikal, menurut Alissa pada semua agama terdapat kelompok radikal dan semua kelompok mayoritas memilikinya. Oleh sebab itu, radikal tidak melekat pada agama, tetapi melekat pada adanya mayoritas-minoritas.  

Penanda Tanganan Prasanti oleh Para Pemateri. Dok. Pribadi
Penanda Tanganan Prasanti oleh Para Pemateri. Dok. Pribadi
Kehadiran orang lain atau kelompok lain di wilayah atau lingkungan haruslah disikapi wajar. Karena semua punya hak untuk berkembang dan bergerak sesuai dengan tujuannya. Prasangka buruk dan pikiran negatif terhadap orang lain atau kelompok lain beranggapan bahwa kehadiran mereka dapat mengancam kuantitas atau esksistensi seseorang atau kelompok tertentu pada suatu wilayah. 

Karena adanya perkembangan globalisasi menurut Alissa muncul perasaan terancam dan merasa takut yang dirasakan oleh  kelompok-kelompok sosial masyarakat maupun agama.  Maka muncul reaksi ingin menjaga kemurnian kelompoknya dan ingin berkuasa atau mendominasi karena takut dikalahkan. Karena ketakutan ini pula muncul gerakan populisme di Indonesia.

Sikap intoleran ini kemudian memunculkan sikap mayoritanianisme yaitu menganggap sebagai pihak yang paling berhak atas segala sesuatu dan menganggap yang lebih rendah sebagai minoritas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun