Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasa sebagai Momentum Pengendalian Diri

25 Mei 2018   16:13 Diperbarui: 25 Mei 2018   16:26 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa puasa itu bukan sekadar menahan makan-minum, akan tetapi puasa sesungguhnya menahan diri dari perkataan kotor dan caci maki. 

Dalam pembahasan tasawuf, saat menyinggung persoalan puasa ada beberapa tingkatan yang dibahas yaitu puasa awam, puasa khowas, dan puasa khowas lil khowas. 

Puasa yang selama ini kita lakukan mungkin masih termasuk pada tahapan pertama yaitu puasa awam. Karena kita masih berpatokan bahwa puasa sebagai usaha untuk menahan diri dari makan dan minum. 

Sedangkan saat sudah memasuki tingkatan puasa khusus, puasa bukan hanya dipahami sebagai kondisi di mana harus menjaga diri dari makan dan minum, tapi juga harus menjaga diri dari sifat-sifat tercela karena itu dapat dimasukkan pada hal-hal yang dapat membatalkan puasa pada orang di tingkatan ini.

Pada saat berpuasa, kita harus mampu mengontrol diri, menahan hawa nafsu dan mengendalikan emosi. Jangan mudah marah dan tersinggung. Rasa jengkel akan berakibat pada kedengkian. 

Ujian emosi bagi orang yang berpuasa biasanya didapatkan bagi orang-orang yang banyak berinteraksi dengan orang lain misalnya ibu kepada anak, guru kepada murid, anak buah kepada bos dan bagi para pengendara di jalan.

Cuaca panas dan kondisi kaget membuat kita mudah tersulut emosi, sikat kanan-kiri berebut jalan dan kadang mencaci pengendara lain.

Saat berpuasa kita juga harus menghindari perbuatan-perbuatan maksiat yang dapat mempengaruhi kadar kualitas puasa kita. Selain menahan emosi, kita juga hendaknya menahan semua anggota tubuh dari perbuatan yang dibenci oleh Allah dan merupakan kegiatan yang tidak bermanfaat.

Imam al-Ghazali menyatakan dalam kitab Bidayah al-Hidayah bahwa sempurnanya puasa itu adalah dengan menjauhkan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.

Maka kita dianjurkan untuk menjaga mata dari melihat sesuatu yand dibenci oleh Allah, menjaga lisan dari ucapan yang tidak bermanfaat, menjaga telinga dari mendengar sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Karena orang yang mendengar sama saja dengan orang yang mengatakan dan termasuk dari salah satu orang-orang yang melakukan ghibah.

Keberhasilan pendidikan berpuasa juga dapat tercermin dengan peningkatan kualitas ibadah kita. Puasa seharian yang mengajarkan kita untuk menahan haus dan lapar seharusnya mampu mengajari kita agar saat berbuka tidak balas dendam dan makan secukupnya. Seharian hawa nafsu ditahan, jangan sampai saat berbuka justru seperti singa yang keluar dari jeratang kandang, memakan segalanya tanpa mengenal batasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun