2. Konsep Inti "Kawruh Jiwa"
- Nyowong Karep (Memanusiakan Keinginan): Mengakui bahwa keinginan adalah bagian dari sifat manusia, namun harus dikelola agar tidak menjadi destruktif.
- Memandu Karep (Mengendalikan Keinginan): Membatasi keinginan agar tetap sejalan dengan prinsip keadilan dan kepatutan.
- Membebaskan Karep (Melepaskan Keinginan): Melepaskan ambisi yang tidak relevan atau merugikan.
Selain itu, Ki Ageng juga memperkenalkan konsep "Enam SA" sebagai panduan hidup:
- Sa-butuhne (sebutuhnya): Fokus pada hal yang benar-benar dibutuhkan.
- Sa-perlune (seperlunya): Tidak berlebihan dalam bertindak atau meminta sesuatu.
- Sa-cukupe (secukupnya): Menghargai batasan tanpa memaksakan kehendak.
- Sa-benere (sebenarnya): Mengedepankan kebenaran berdasarkan fakta.
- Sa-mesthine (semestinya): Bertindak sesuai aturan dan norma.
- Sa-penake (seenaknya): Menggunakan fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan situasi.
3. Relevansi Filosofi dengan Audit Pajak
Audit pajak sering kali melibatkan pertimbangan moral dan etika yang kompleks. Dengan menerapkan prinsip "Kawruh Jiwa," auditor pajak dapat:
- Menilai situasi dengan perspektif yang lebih manusiawi.
- Mengambil keputusan yang adil dan tidak bias.
- Menjalin hubungan yang harmonis dengan wajib pajak, tanpa mengorbankan integritas profesional.
Why: Pentingnya Transformasi Audit Pajak
1. Tantangan dalam Audit Pajak
Audit pajak sering menghadapi tantangan besar, di antaranya:
- Ketegangan Antara Wajib Pajak dan Auditor: Proses audit sering dianggap sebagai tindakan represif oleh wajib pajak.
- Kompleksitas Data dan Fakta: Auditor harus menganalisis data yang beragam dan sering kali tidak terstruktur.
- Tekanan Eksternal: Auditor menghadapi tekanan dari manajemen, politik, atau pihak lain yang berkepentingan.
Tantangan ini dapat mengurangi efektivitas audit jika tidak dikelola dengan pendekatan yang tepat. Oleh karena itu, transformasi audit pajak diperlukan untuk menciptakan proses yang lebih transparan, adil, dan efektif.